BPI [40]

2.4K 168 30
                                    

Hati Rara begitu sakit saat mendengar permintaan Shaka untuk menikahi Nisa, bahkan setelah seminggu berlalu. Sejak itu, dirinya berusaha menjauhi sang suami. Takut, jika pertanyaan itu terulang kembali dari lisan suaminya. Rara tak sanggup.

"Baby Zi ngantuk, aku bawa dia ke kamar Mas, dulu ya?!"

Saat itu beruntung dia dapat menghindar. Tubuh dan hatinya terlalu lelah untuk berdebat saat itu. Bahkan pagi harinya, Rara kembali tumbang. Dia hanya dapat berbaring di ranjang karena sakit kepala yang begitu berat menggelanyutinya. Tubuhnya juga terasa tak bertenaga setelah semalaman dia kembali menangis.

"Gimana flu-nya? Dah mendingan?" tanya Harist begitu masuk ke ruang kerja kakaknya di resto.

Beberapa hari tak datang ke resto, Rara beralasan bahwa dirinya terkena flu parah dan tak perlu ada yang menjenguknya, karena takut akan menularkan.

"Alhamdulillah. Gimana ada kabar apa? Gatan dah mau mengaku?"

"Wajah Kakak masih pucat. Yakin, kakak dah sembuh?" Bukannya menjawab pertanyaan sang kakak, dia justru bertanya hal lain.

"Beneran, Dek. Kakak dah sembuh. Kamu gak perlu khawatir. Gimana, ada kabar terbaru apa?"

"Ada kabar baik dan buruk. Kakak mau dengar yang mana dulu?"

"Kabar buruk dulu, deh, lalu yang baik," jawab Rara cemas. Mendahulukan sabar kemudian syukur, rasanya itu lebih baik baginya.

"Dini hari tadi, Firman sudah diketemukan. Sayangnya, dia meninggal."

"Innalillahi. Bagaimana bisa?"

"Entahlah, mayatnya ditemukan di area CBL, Tambun. Pagi tadi Sandy yang mengabariku. Aku rasa, kematiannya disengaja oleh orang yang menyuruhnya melakukan kejahatan kepada Kakak dan Kak Syilla."

"Berarti mereka tahu tentang rencana penyelidikan yang kita lakukan?"

"Bisa jadi. Dan, kabar baiknya Gatan sudah mau diajak bekerja sama. Begitu mengetahui kabar meninggalnya Firman, dia mulai mau memberikan informasi kepada kita."

"Dia menyebutkan nama orang itu?"

"Tidak. Penjahat selalu rapi menyimpan keamanan identitasnya."

"Lalu? Informasi apa yang bisa kita ketahui darinya?"

"Ini," ujar Harist sambil mendekatkan ponselnya ke arah Rara.

"Plat nomor kendaraan?"

"Iya. Aku sudah meminta orang untuk melacak, siapa pemilik kendaraan itu. Sore ini kita akan mendapatkan hasilnya."

"Segera kabari aku, begitu kau mendapat informasi itu."

"Of course, Kak."

Harist lalu pamit balik ke showroom miliknya. Sementara Rara, segera menghubungi Maisha. Dia butuh seseorang yang bisa mengalihkan sedikit rasa sedihnya beberapa hari ini.

"Duuuh ... enaknya. Lama gue gak perawatan begini. Kulit sehat, perut kenyang," ucap Maisha selesai menghabiskan dessert miliknya.

Saat ini dirinya dan Rara sedang berada di salah satu kafe Mall. Selesai melakukan spa treatment, mereka mampir ke mall terdekat untuk memanjakan perut dan mengosongkan isi uang cash di dompet.

"Lagi sok sibuk ya, Sha?"

"Hehe ... ya gitulah, lo tahu sendiri."

Rara hanya mengangguk. Maisha sudah mulai bekerja sebagai asisten di klinik kesehatan hewat "Pet Care Family". Maisha malu, lama menjadi pengangguran. Alasan yang pernah diungkapkan kepada Rara itu, sontak membuatnya tergelak geli.

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang