BPI [6]

1.9K 127 6
                                    

"Tadi siang kamu kemana, Sayang? Bunda telepon ke restoran, katanya kamu nggak ada di sana. Setelah dari rumah Syilla, kamu mampir lagi ya?" Rara terkejut, tetapi sebisa mungkin dia tetap bersikap tenang manjawab pertanyaan Bundanya.

Saat ini Rara sedang berkumpul dengan kedua orang tua dan adiknya Hanif di ruang makan, sedangkan adik lainnya, Harist sedang ada pekerjaan di luar kota. Karena ini bukan weekand, jadi Rara bisa pulang cepat dari restoran dan berkumpul dengan keluarganya untuk makan malam bersama. Kebetulan malam ini bundanya memasak nasi kebuli dan Rara sangat menyukai itu. Dia menyukai nasi kebuli, uduk, nasi liwet, dan jenis olahan nasi lainnya. Sungguh sangat indonesia sekali.

"Enggak kok, Bun. Aku cuma di rumah Syilla aja. Cuma agak lama di sana, bantu Bi Ela masak." Rara berusaha menjawab jujur.

Dia memang berusaha tidak pernah berkata bohong kepada siapa pun, karena menurutnya kejujuran adalah pangkal dari kebaikan. Demi mendapatkam kebaikan untuk dirinya, dia berusaha bertutur kata dan berperilaku yang baik, karena setiap orang akan menuai benih yang dia tabur.

"Tumben bantuin Bi Ela masak, mau ada acara apa di rumah Syilla?" Milea mengernyit bingung dengan jawaban putrinya. Sedangkan Rayhan masih menyimak sambil bergantian melirik dua wanita yang sedang duduk di depannya. Kalau Hanif, dia masih sibuk dengan makanannya yang belum habis.

"Ehm ... enggak ada acara, Bun. Cuma tadi ketemu Kak Shaka. Dia pulang cepat dari kantor karena sedang sakit. Jadi, Rara buatin makan siang dulu buat Kak Shaka." Sebenarnya Rara malu untuk menceritakan itu, tetapi dia tidak bisa membuat alasan apa pun lagi saat ini.

Mendengar penuturan putrinya, Mile tersenyum penuh arti.

"Oh ... jadi karena Shaka kamu sampai masak di rumah Syilla? Shaka sakit apa?" Nada suara Milea terdengar seperti menggoda putrinya membuat Rayhan melihat Rara intens. Memperhatikan ekspresi dan setiap gerak gerik sang putri.

"Iya, Bun. Kak Shaka sepertinya akan flu. Tadi wajahnya terlihat pucat."

"Apa Shaka suka hasil masakan kamu?"

Dari pertanyaan tentang sakit kini beralih pada masakan. Pertanyaan random, tetapi merupakan tanda bundanya begitu detail saat menginterogasi seseorang. Rara rasanya ingin kabur dari sana.

"Alhamdulillah suka, Bun."

"Baguslah. Kalau laki-laki sudah cocok dengan masakan seorang wanita, itu artinya sudah ada sedikit ruang di hatinya bersedia menerima perhatian lebih dari wanita itu. Dan sang wanita dapat menggunakan itu untuk mencapai tujuannya."

Uhuk ... uhuk ... uhuk ...

Rara yang sedang minum tersedak saat mendengar argumen bundanya. Argumen macam apa itu?

Hanif yang berada di sebelah Rara, langsung membantu sang kakak. Dia menepuk-nepuk pundak Rara untuk menenangkan.

"Makasih, Dek," ucap Rara kepada Hanif begitu batuknya mereda.

"Memang apa tujuan wanita itu?" Kali ini Rayhan yang bertanya.

"Ya ... mana Bunda tahu, Yah. Kan setiap orang punya tujuan masing-masing. Yang bunda tahu, pastinya salah satu tujuan itu agar si wanita bisa lebih dekat pada si laki-laki. Iya kan, Ra?"

Ditanya begitu Rara hanya bisa tersenyum kaku.

"Kalau menurut Ayah, Shaka itu bagaimana?" lanjut Milea kepada suaminya tanpa menunggu jawaban pertanyaan sebelumnya yang dia ajukan kepada Rara.

"Shaka baik. Dia sopan dan tipe pekerja keras," jawab Rayhan sambil sebelumnya melirik kepada Rara terlebih dahulu.

"Kalau jadi menantu cocok nggak, Yah?"

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang