BPI [68]

2.2K 151 15
                                    

Shaka:
Alhamdulillah, semuanya baik, Ra. Pagi tadi baru aja check up ke dokter.
Kamu sendiri, lagi sibuk di resto ya? Kok gak pernah main lagi ke rumah, sih?

Rara:
Iya, Ayah dan Bunda lagi main ke rumah baru tante Diana di Aussie. Jadi, aku full di resto. Lagi banyak yang booking juga buat acara.

Shaka:
Istirahat yang cukup dan jangan lupa minum vitamin, biar kamu tetap fit.

Rara:
Iya, Mas. Makasih dah ngingetin.
Besok aku anterin makanan ke rumah ya, mau gak?

Shaka:
Boleh. Aku kangen masakan kamu. Boleh request?

Rara:
Pengin aku masakin apa?

Shaka:
Aku kangen Tom Yam Seafood buatan kamu, Ra.

Rara:
Oke, besok aku anterin ke rumah ya.

Shaka:
Aku tunggu. makasih, Ra.

Rara:
Sama-sama, Mas.

Menjelang jam makan siang, Tom Yam Seafood pesanan Shaka telah selesai dimasak. Rara kembali tersenyum saat membaca chat mereka, kemarin. Shaka masih begitu perhatian kepadanya. Rara pun tahu, bahwa bodyguard yang Shaka sewa masih mengawasinya. Saat Shaka di rumah sakit, Rara sempat bertatap muka dengan lelaki itu. Jadi, kalau dia boleh Ge-eR, mereka sama-sama belum move on dari perasaan masing-masing.

Seharusnya ini bisa menjadi alasan bagi Rara untuk bertemu sang mantan, tapi ia telanjur malu. Dulu ia yang ngotot minta bercerai, tapi sekarang malah seolah tak ingin melepaskan Shaka jauh darinya. Jadi, rencananya Rara akan meminta salah seorang pegawai resto saja untuk mengantarkan Tom Yam tersebut. Dan, sebelum itu Rara ingin mengabarinya terlebih dahulu. Namun hingga panggilan kedua, Shaka tak juga mengangkat panggilannya.

"Jadi, Mas Shaka dah mulai kerja lagi, Mah?" Akhirnya Rara menghubungi Mama Zaza untuk mengetahui kenapa Shaka tak mengangkat panggilannya.

"Iya, padahal Mama dah larang dia. Tapi katanya ada masalah di tempat proyek, jadi tadi Jeje datang ke sini buat jemput Shaka pergi bersama ke tempat proyek."

"Ya udah, kalo gitu aku coba hubungin Jeje aja. Makasih, Mah. Assalamu'alaikum."

Seusai Mama Zaza membalas salam dan mengakhiri panggilan mereka, Rara segera menghubungi sahabat Shaka tersebut.

"Assalamu'alaikum, Rara?"

"Wa'alaikumsalam, iya ini aku, Je. Kamu lagi sama Mas Shaka?"

"Iya, tadi kami ke proyek bareng. Tapi sekarang Shaka lagi di rumah sakit karena tadi ada kecelakaan kerja."

"Kecelakaan kerja?" Sekali lagi Rara bertanya, memastikan bahwa ia tak salah dengar. "Rumah sakit mana?"

"Rumah sakit Medical Center."

"Oke, makasih infonya, Je. Aku ke sana sekarang. Assalamu'alaikum."

Dengan tergesa Rara segera meninggalkan restoran dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit yang Jeje sebutkan. Beruntung jalanan siang itu cukup lenggang, karena waktu makan siang masih satu setengah jam lagi.

Begitu mobilnya berhasil mendapatkan tempat parkir di basement, Rara bergegas turun dan menuju lobby rumah sakit. Ia bertanya kepada perawat yang berjaga di bagian informasi.

"Apa ada pasien bernama Arshaka Hamizan Erlangga? Saya baru dapat kabar ia mengalami kecelakaan kerja dan dibawa ke rumah sakit ini?"

"Tunggu sebentar, Bu. Saya cek dulu."

Rara menunggu dengan gelisah. Baru saja tiga hari yang lalu Shaka keluar dari rumah sakit dan kini harus kembali masuk. Ia begitu takut jika harus kehilangan Shaka.

"Bagaimana, Sus? Ada pasien yang bernama Arshaka Hamizan Erlangga?" Sekali lagi, Rara kembali bertanya. Ia tak sabar menunggu informasi yang terlalu lama.

"Maaf, Bu. Tidak ada pasien atas nama Arshaka Hamizan Erlangga."

"Mana mungkin, Sus. Teman saya bilang dia ada di sini. Coba cek sekali lagi, Sus!"

Seorang suster sekali lagi melihat layar monitor di hadapannya. Ia kembali mengecek.

"Benar, Bu. Tidak ada pasien atas nama Pak Arsakha Hamizan Erlangga."

Rara merasa bingung, dengan tergesa ia mengambil ponsel di dalam sakunya. Namun, karena tergesa-gesa ponsel itu pun jatuh ke lantai. Rara segera berjongkok, mengambilnya. Ia mencari nomor ponsel Jeje dan men-dial kombinasi angka tersebut.

"Please, Je. Angkat teleponnya." Suara Rara terdengar begitu putus asa saat dipanggilan kedua masih juga tak diangkat.

"Mas, kamu di mana, sih? Aku khawatir banget sama keadaan kamu, Mas," ujar Rara dengan mata yang telah berkaca-kaca. Ia masih berusaha menghubungi Jeje, tapi belum juga diangkat.

"Je, please. Angkat teleponnya!"

Hingga panggilan keempat, hasilnya masih tetap nihil. Rara hendak berlari menuju ruang IGD. Ia berinisiatif mencari sendiri Shaka ke sana.

Mungkin saja kejadiannya belum terlalu lama, sehingga nama Mas Shaka belum tercantum di bagian informasi. Itulah pikiran positif yang Rara dengungkan di benaknya sambil langkah kakinya berjalan cepat.

"Rara."

Suara itu ...

Rara yakin mengenal suara yang memanggil dari belakangnya. Ia membalikkan tubuh dan segera maniknya menatap sosok tersebut.

"Ra."

.
.

Alhamdulillah, BPI update lagi ya 😍
Coba tebak, siapa yang memanggil Rara?

Atharizz, mantan ayah mertuanya yang seorang dokter?

Atau

Jeje?

Atau justru,

Arshaka, lelaki yang sedang Rara khawatirkan?

Jangan lupa pagi-pagi olahraga ya,
olahraga jempol buat vote & komentar 🤭😁

Terima kasih,
Jazakumullah khairan katsir

💕💕💕

Tegal, 210222

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang