"Jadi, kamu menikahinya karena ingin membalaskan kebencianmu atas meninggalnya Syilla?" Zaza tak habis pikir dengan tindakan sang putra. "Mama menyesal, dulu merestui hubungan kalian."
Dengan napas yang memburu dan wajah yang memerah, Zaza bangkit dari posisi duduknya. Kekecewaan terlihat jelas dari raut wajahnya. Dengan langkah lebar, Zaza keluar dari kediaman sang putra. Namun, begitu sampai di depan pintu Zaza kembali menoleh ke arah sang putra sambil tersenyum miring. "Selamat kamu berhasil. Berhasil menyakiti wanita selembut Rara. Selamat! Setelah ini Mama akan kirimkan hadiah untukmu."
"Maaf, Mah. Maaf." Shaka meluruhkan diri di lantai lalu berteriak sambil meremas rambutnya kencang, "Aaarrggg!"
Inginnya Shaka menyesal, tapi rasanya semua terlambat. Kepergian Rara kali ini, seolah turut membawa sebagian jiwanya. Firasatnya berkata, Rara tak akan kembali lagi untuknya.
"Aaaarrrrggg! Ra, maafin gue, please! Kembali, Ra!"
Setetes air mata turun mengaliri pipinya. Shaka merasa bodoh, sangat bodoh karena telah menyia-nyiakan Rara selama ini. Menciptakan neraka dalam pernikahan mereka.
Begitu menyadari kepergian Rara, Shaka segera mencari ke rumah mertua dan orang tuanya. Namun, nihil, Rara seolah hilang dari radar yang bisa dijangkau olehnya. Mengetahui, perginya Rara, jelas membuat murka Zaza dan juga Atha. Merasa ada yang janggal, Zaza segera mengintrogasi orang-orang yang selama ini dekat dengan kehidupan pribadi sang putra. Bi Inah dan suaminya dengan perasaan takut, menceritakan segala kejanggalan rumah tangga sang majikan. Shaka tak bisa mengelak dan memang tak bermaksud menghindar. Dia lelah dengan kepura-puraannya selama ini. Kini, dirinya ingin mengakui segala dosa yang pastinya telah tercatat oleh malaikat Atid. Pun mengakui kepada mertuanya.
Bugh!
"Saya menyesal pernah mempercayakan Rara pada lelaki sepertimu," ujar Rayhan sambil kembali menghadiahi pukulan pada sang menantu bejatnya. Kepercayaannya sebagai seorang ayah telah didustai dan amarahnya membutuhkan tempat pelampiasan.
"Selama ini Bunda percaya kepadamu, Ka. Apalagi sejak lama Rara menyukaimu. Bunda kira, pernikahan kalian adalah impian terindah bagi Rara. Tapi, sepertinya Bunda salah. Pernikahan kalian bukanlah impian tempat di mana Rara ingin singgah, sehingga dia memutuskan untuk pergi darimu."
Masih teringat jelas kemarahan, kekecewaan dan kesedihan yang nyata ditampakkan oleh kedua mertuanya. Rasa sakit akibat pukulan ayah mertuanya bukanlah apa-apa jika dibandingkan luka yang telah dirinya goreskan di hati Rara.
Bangkit dari posisinya dengan tergesa, Shaka segera menuju ke sebuah ruangan di sudut belakang rumahnya. Ruang kendali di mana Shaka dapat melihat segala rekaman CCTV rumahnya.
* * *
Brak!
Suara gebrakan meja lantang terdengar dari dalam ruang kerja Shaka. Sudah menjadi hal biasa sejak kepergian Rara, emosi Shaka mudah meledak-ledak.
"Cari terus sampai dapat! Kalau perlu kalian balik kelilingi setiap sudut ibu kota dan Yogyakarta sekali lagi. Selain itu, tetap tempatkan orang di kediaman Rayhan Adhiatama. Amati terus pergerakan keluarga itu."
Waktu tiga bulan yang telah berlalu, seperti nihil. Tak ada sedikit info pun yang Shaka peroleh. Hal ini membuat Shaka frustasi, hingga lebih memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan setelah sebelumnya hidupnya dihabiskan di jalanan Jakarta dan Yogya untuk mencari keberadaan sang istri.
Demi terus mencari keberadaan Rara yang seolah menghilang ke negeri entah berantah, Shaka rela menyewa detektif swasta. Namun, ternyata tak semudah itu untuk mengetahui keberadaan istrinya. Shaka yakin ada campur tangan keluarga Adhiatama untuk menyembunyikan keberadaan putri sulungnya. Semua seolah bersekongkol untuk menjauhkannya dengan Rara.
"Akhirnya gue tahu, kenapa dulu Kak Rara getol banget pengin nyari siapa pembunuh Syilla, ternyata begini. Dia tersiksa menikah sama lo, Kak." Harist kecewa, marah dan merasa kecolongan. Sebagai saudara yang paling dekat dengan Rara, dirinya tak bisa membantu saat sang kakak menderita. "Ini untuk sakit hati kakak gue."
Bugh! Bugh!
Harist berulang kali menghajar dirinya hingga babak belur. Shaka tak sekalipun berusaha mengelak atau melawan, dia merasa pantas mendapatkan semua kesakitan itu.
"Aku yakin Mama tahu tentang keberadaan Rara. Please, Mah, beritahu Shaka. Shaka menyesal dan ingin meminta maaf kepadanya."
Kedua orang tuanya pun kini seolah tak peduli kepadanya. "Dulu Rara memilihmu sebagai tempat melabuhkan hati dan raganya, tapi kamu sia-siakan. Sekarang saat dia memilih untuk pergi, Mama tak bisa menahan karena Mama malu memiliki putra sepertimu."
"Aaaarggg!"
Prang!
Shaka menampik kasar vas bunga di meja kerjanya hingga jatuh dan pecah berkeping-keping. Ingatan tentang penolakan atas permintaan bantuannya seolah menegaskan, kini tak ada lagi satupun yang mendukungnya kembali bersama Rara.
"Dulu gue sering bilang sama lo, untuk nggak menyakiti Rara. Dia wanita yang lembut dan baik. Sekarang lo nyesel 'kan?"
Jeje yang sejak tadi berada di ruangan yang sama dengan Shaka, akhirnya berkomentar. Melihat betapa kacau sahabatnya itu, sebenarnya dia tak tega.
"Silakan lo maki gue, bodoh-bodohin gue. Gue gak peduli. Lo tau gue nyesel dan akan gue cari ke mana pun dirinya kini berada."
Jeje mendekat dan menepuk pundak Shaka. "Selamat berjuang. Kalo memang Rara masih jodoh lo, dia pasti akan kembali."
"Thank's, Je."
Walau hanya seorang yang kini tetap mendukungnya dengan Rara, Shaka tak akan menyerah. Bahkan jika tak ada seorang pun yang mendukung, dia tetap tak akan menyerah. Setidaknya untuk sebuah kata maaf yang bisa langsung didengarnya dari indra wicara sang istri.
"Aku gak akan nyerah untuk mendapatkan maaf darimu, Ra. Akan aku cari di mana pun keberadaanmu saat ini."
.
.Alhamdulillah, BPI kembali update.
Semoga suka & jangan lupa tinggalkan jejak kehadiran dengan vote & komentar yach.Terima kasih
Jazakumullah khair
❤💜❤Tegal, 06092021
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Pernikahan Impian
Romance"Menikahimu adalah mimpiku sejak dulu. Saat mimpi menjelma nyata, ternyata bukan surga yang kupijak, tetapi laksana neraka yang aku masuki." (Azzahra Putri Adhiatama) "Terkadang kita salah menerjemahkan sebuah rasa, karena begitu tipis batas antara...