"On behalf of The Airlines and the entire crew, I'd like to thank you for joining us on this trip. We are looking forward to seeing you on board again in the near future. Have a nice day!" terdengar ucapan terima kasih oleh flight attendant, yang menandakan pesawat telah mendarat dengan selamat.
Rara dan Shaka segera bersiap turun dari singgasana burung besi. Setelah melakukan perjalanan kurang lebih selama dua jam di udara, akhirnya kini mereka bisa menapakkan kaki di pulau yang terkenal dengan julukan Pulau Seribu Pura. Julukan yang disematkan karena jumlah penganut agama Hindu menjadi mayoritas penghuni di sana.
Setelah melakukan dua jam perjalanan udara, mereka akan lanjut melakukan perjalanan darat menuju daerah Kintamani. Saat keluar dari bandara, ada seorang supir yang datang menjemput. Tampak Shaka mengenalnya, karena mereka langsung nyambung berbincang saat awal bertemu.
Dari sudut matanya, Rara melirik ke arah Shaka. Saat ini mereka berdampingan duduk di kursi penumpang bagian belakang. Entah benar atau hanya perasaannya saja, sejak mereka berada di pesawat Shaka tampak berbeda. Ekspresinya begitu datar tak terbaca. Sangat berbeda dengan saat pagi sebelum mereka pamit ke bandara.
Aura yang dipancarkan Shaka, membuat Rara segan untuk membangun interaksi mereka agar lebih hangat sebagai pasangan pengantin baru. Akhirnya hanya keheningan yang menemani sepanjangan perjalanan menuju homestay milik keluarga Shaka. Hanya sesekali Shaka kembali terlibat perbincangan dengan Pak Dayat, supir yang saat ini mengantar mereka ke tujuan.
"Kita mampir ke Wedang Sari Coffe dulu. Ada yang mau aku beli di sana," ucap Shaka kepada Rara lalu meminta Pak Dayat mengantarkan ke tempat tujuannya.
"Ada selain kopi di sana, Mas?"
Sejak kemarin, Rara telah memanggilnya dengan panggilan Mas, sesuai saran dari ibu mertuanya. Shaka tidak mengomentari tentang panggilan itu. Dia tak masalah Rara akan memanggilnya dengan panggilan apa pun. Apalagi kali ini mamanya yang menyarankan panggilan itu.
"Ada banyak pilihan lain di sana selain kopi. Nanti kamu bisa pilih sendiri."
Setelah obrolan singkat itu, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga mereka sampai di tempat tujuan. Shaka membeli jenis kopi luwak dan Rara memilih rosella dan ginger tea serta Bali coconut coffee.
Setelah menghabiskan secangkir kopi yang langsung dinikmati di sana, mereka segera melanjutkan perjalanan menuju homestay. Pemandangan selama di perjalanan begitu asri, terlihat hamparan sawah terbentang luas. Rasanya Rara akan betah walaupun harus berada lama di sini.
Begitu sampai, mereka disambut oleh sepasang suami istri, Bli Surya dan Mbok Galuh yang sengaja dipekerjakan untuk merawat rumah tersebut saat tidak ada yang menempati. Selain sang pemilik, homestay ini juga biasa disewakan kepada wisatawan yang berkunjung kemari.
Dari Homestay yang ditempatinya Rara dapat melihat pemandangan gunung dan danau batur secara bersamaan. Baginya, ini laksana surga dunia. Dia bahagia, Shaka telah memilihnya sebagai tempat honeymoon mereka.
Bukan Rara tidak pernah ke Bali, tetapi saat mengunjungi Pulau Dewata ini keluarganya lebih sering memilih pantai sebagai tujuan wisata mereka. Daerah pegunungan yang pernah di kunjunginya hanyalah gunung Agung, itupun hanya sekali. Jadi, pilihan tempat ini dirasa sangat tepat bagi Rara.
Malam harinya mereka jalan-jalan di dekat area homestay. Mampir ke sebuah warung tenda, mereka menikmati dinginnya semilir angin malam ditemani seporsi sate lilit dan hangatnya minuman ginger tea.
"Bli, saya mau dua porsi sate lilit yang dibungkus ya!" ucap Rara kepada seorang pelayan di dekat mereka.
"Baik, Dayu." Dayu merupakan sapaan untuk wanita di Bali yang merupakan kepanjangan dari ida ayu.
"Mas, nggak pa-pa kan kalo aku belikan juga untuk bli Surya, istri dan anaknya?"
Shaka hanya mengangguk sebagai jawaban. Begitu pesanan Rara sampai, mereka segera jalan kaki pulang menuju ke rumah. Mbok Galuh terlihat senang saat Rara datang membawakan makanan untuk mereka.
Selesai menemui mbok Galuh, Rara segera menuju ke kamarnya. Sesampai di kamar, dia melihat pakaian Shaka telah berganti menggunakan kaos singlet putih tanpa lengan. Dia sedang duduk menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, sambil matanya fokus menatap macbook yang ada dipangkuan.
Shaka menoleh sekilas ke arah Rara yang sudah berada di depan cermin sambil melepas jilbab dan menyisir surai hitam panjangnya.
"Makasih ya, Mas. Malam ini kamu dah ngajak aku jalan-jalan."
"Sama-sama," balas Shaka singkat lalu dia menanyakan sesuatu yang membuat Rara tersipu malu. "Ra, boleh malam ini aku meminta hakku sebagai suami?"
Rara tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban. "Aku mau ganti dan wudhu dulu di kamar mandi."
Rara berjalan ke arah lemari pakaian, lalu tubuhnya menghilang dibalik pintu kamar mandi. Sementara Rara bersiap-siap, Shaka melepas kaca mata yang bertengger gagah di hidung mancungnya. Pelan dia memijat area pelipisnya. Apapun niatnya menikahi Rara, dia merasa berhak mendapatkan haknya sebagai lelaki yang telah sah menyandang gelar suami.
Shaka segera mematikan macbook-nya dan menaruh di atas nakas. Dia lalu bergerak turun dari ranjang, bersiap menyambut Rara di depan pintu kamar mandi.
Selesai dengan aktivitasnya, Rara segera keluar dari kamar mandi. Begitu pintunya terbuka, dia terkejut hingga menutup mata. Seseorang merengkuh tubuhnya, membuat Rara seolah melayang seketika. Kedua kaki jenjangnya tak lagi menapak di lantai. Saat membuka mata, wajah tampan Shaka langsung membius perhatiannya. Dengan bridal style, Shaka menggendongnya menuju ranjang, membuat setiap sudut hati Rara dipenuhi gelombang rasa bahagia. Senyum di wajahnya merekah lebar, membuat Shaka ikut menyunggingkan senyum.
Jangan terlalu senang, Ra. Sesuatu yang berlebihan tidak baik, karena bisa saja kesenanganmu memancing terciptanya bulir bening di pelupuk mata.
.
.Alhamdulillah,
Shaka & Rara update kembali
😍😍😍Semoga kalian suka
Jangan lupa tinggalkan jejak
Vote & KomentarTerima Kasih Readers
😙😘😙Tegal, 24012021
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Pernikahan Impian
Romance"Menikahimu adalah mimpiku sejak dulu. Saat mimpi menjelma nyata, ternyata bukan surga yang kupijak, tetapi laksana neraka yang aku masuki." (Azzahra Putri Adhiatama) "Terkadang kita salah menerjemahkan sebuah rasa, karena begitu tipis batas antara...