BPI [28]

1.7K 143 9
                                    

Laki-laki terkenal sebagai makhluk paling rasionalis, dengan kecenderungan visual yang kerap mendominasi pemikirannya. Begitu mobilnya tepat terparkir di halaman restoran, manik coklat terang milik Shaka segera bergerilya mencari keberadaan sosok istrinya. Bangunan resto yang sebagian di dominasi oleh dinding-dinding kaca sebagai pembatasnya, memudahkan netra itu leluasa melihat ke dalam ruangan.

Dengan langkah cepat, jejak kaki itu mantap menapaki lantai keramik putih sebagai alas pijakannya. Riuh ramai pengunjung lain dan derap langkah tergesa miliknya ternyata tak sanggup mengalihkan perhatian sejoli teman makan itu.

Shaka hanya dapat melihat dari bagian belakang, tapi dia telah hafal setiap inci lekuk raga makhluk ciptaan Tuhan yang dipuji dengan kecantikan. Sebagai arsitek, matanya terbiasa memandang detail segala sesuatu. Apalagi saat objek tersebut pernah berada sangat dekat dalam jangkauannya. Begitu dekatnya, hingga dua epidermis dari kedua DNA berbeda saling bersentuhan.

"Maaf, mengganggu kesenangan lunch kalian," ucap Shaka begitu jarak di antara dirinya dengan pasangan kawan itu terkikis.

Terlalu hafal pada suara suaminya, membuat Rara menoleh. "Mas Shaka?!"

Yusuf yang sebenarnya telah menyadari kehadiran Shaka, turut memusatkan atensinya pada sumber suara. "Hai, Ka."

"Maaf mengganggu, tapi ini mendesak. Saya harus segera membawa istri saya ke suatu tempat," suara Shaka terdengar begitu tenang, tapi jelas ada emosi yang menyelimutinya. Apalagi saat menyebut istri saya dengan penuh penekanan.

"Bukannya Mas sedang ada rapat di Puncak?"

"Iya, rapatnya terpaksa ditunda."

Ingin Rara bertanya alasannya, tapi dia tak paham tentang pekerjaan sang suami. Jadi, diurungkannya niat itu. Mata tajam lelaki yang tinggal seatap dengannya itu, tampak mengintimidasi. Merasa tak enak pada Yusuf, dia segera mengikuti permintaan suaminya.

"Kak Yusuf, maaf aku harus pergi sekarang. Nggak pa-pa, kan, kalo aku tinggal?" tanya Rara dengan wajah sungkan karena harus meninggalkan, partner makan siangnya sebelum aktivitas itu berakhir.

"Ya, nggak pa-pa. Shaka lebih membutuhkanmu saat ini."

Tidak mengulur waktu lagi, Shaka segera meraih telapak tangan istrinya. Mereka menuju ke ruangan pribadi Rara, mengambil barang-barang milik wanita itu.

"Aku belum lunch, bawa bekal makan siang untuk diperjalanan."

Rara mengangguk, lalu meninggalkan Shaka menuju kitchen. Mengambil menu makanan kesukaan suaminya. Dia juga membawa tumbler yang diisi es jeruk dengan campuran madu sebagai pemanisnya.

Saat menuju ke luar restoran, Yusuf sudah tidak berada di tempat semula. Begitu telah berada di dalam mobil, Rara meminta izin untuk mengabari ayahnya bahwa beberapa hari ke depan dia tak bisa ke restoran.

"Mas, apa nggak sebaiknya kita ke rumah dulu? Mengambil pakaian dan keperluan pribadiku."

"Nggak perlu, kita bisa beli di sana. Rapatnya hanya ditunda, bukan dibatalkan. Jadi, secepatnya kita harus sampai di sana."

"Berapa lama kita akan berada di sana?"

"Dua hari."

Rara mengangguk, dia hendak bertanya tentang alasan Shaka mengajaknya. Namun, belum sampai pertanyaan itu terlontar, Shaka lebih dulu menginterupsinya.

"Daripada kamu sibuk bertanya-tanya hal yang nggak penting, lebih baik suapi aku makan." Rara terkejut. Tingkah suaminya hari ini, begitu aneh.

Pagi-pagi Shaka pamit ke luar kota sambil membawa koper kecil. Dia menyiapkan keperluannya sendiri, tanpa bantuan Rara. Shaka hanya menyampaikan tempat tujuannya tanpa memberitahu berapa lama kepergiannya. Beruntung, mobil Rara yang sebelumnya berada di rumah keluarganya, kini telah di antarkan ke rumah baru mereka. Membuat Rara bisa mandiri pergi kemana pun, dengan kendaraannya sendiri.

"Ra?! Suapi aku!" Shaka mengulang perintahnya. Membuat kesadaran Rara segera pulih. Tersenyum, tangannya terulur mengambil kotak bekal makan siang Shaka, dan menyuapinya.

Setengah mati, Rara menahan debaran di hatinya. Namun, Shaka justru tampak biasa saja. Tanpa canggung dia menerima setiap suapan yang disodorkan oleh tangan Rara.

Saat makanan masih tersisa separuh dari porsi yang disiapkan, Shaka menyetopnya. "Udah, Ra. Aku dah kenyang."

"Lho, masih banyak ini, Mas. Nggak dihabisin aja? Mubazir loh."

"Aku dah kenyang, Ra. Sisanya, habisin kamu aja. Lagian tadi pas di resto, aku liat makanan kamu masih banyak. Pasti kamu belum kenyang, kan?"

"Tapi, Mas ...."

"Nggak ada tapi. Lagian kata kamu, mubazir kalo nggak dihabiskan."

Shaka dan sifat bossy-nya yang mendominasi, membuat Rara lagi dan lagi hanya bisa menurut. Lagi pula memang benar, saat bersama Yusuf dia baru menyuapkan dua sendok nasi ke mulutnya hingga ternyata sang suami datang menjemputnya. Menurut, Rara kembali mengisi lambungnya dengan makanan berat. Menuntaskan rasa kenyang yang tadi sempat tertunda.

Shaka melirik ke arah Rara dan tempat bekal lunch-nya yang telah bersih, tak bersisa makanan sedikitpun. Segaris senyum asimetris terbit di bibirnya.

"Lain kali nggak usah pakai tapi kalo nyatanya kamu bisa melakukan itu," ujar Shaka membuat Rara mengernyit bingung.

"Maksud, Mas?"

"Kalo masih lapar, tak usah gengsi menghabiskan makanan sisaanku."

Rara menunduk sambil menutup kotak makanan yang isinya telah ditandaskan. Jika ada cermin, mungkin dia kini dapat melihat semburat merah terlukis di wajahnya. Merah yang tidak selalu berarti marah, tapi karena perasaan malu yang menguasai.

Setelah, manaruh tempat bekalnya, cepat, Rara menjangkau tumbler yang permukaannya terasa dingin. Berbekal ingatan tentang pelebaran dan penyempitan pembuluh darah, Rara segera menepuk-nepukan tangan yang ikut mendingin -- setelah menyetuh tumbler, ke bagian pipinya. Berharap rona merah yang sempat terlukis segera menghilang.

Tiba-tiba hangat telapak tangan Shaka menahan gerakannya. Membuat Rara berjengit kaget.

"Hentikan! Jangan menghilangkan apa yang menjadi kesukaanku," ucap Shaka sambil melepaskam genggamannya dan justru mengelus lembut pipi Rara. "Biarkan dia hadir dan menghilang dengan sendirinya."

Blush!

Semburat merah di wajah Rara bukannya menghilang justru semakin luas menyebar. Kadar endorfin di tubuhnya melonjak drastis, sejalan dengan meningginya andrenalin yang menjadikan jantungnya berpacu cepat.

.
.

Alhamdulillah, BPI bisa kembali update 😄😍
Kali ini Rara dan Shaka hadir dengan cover baru yang menemani malam Jumat kalian.

Selalu tinggalkan jejak kehadiran dengan vote dan komentar 😙😘

Jangan lupa membaca Al Kahfi di malam Jumat, bagi yang Muslim.
" ... maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dan baitul atiq (Ka'bah)."

~ Jadikan Al Quran sebagai bacaan utamamu. ~

Tegal, 25032021

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang