BPI [42]

2.1K 154 13
                                    

"Jadi, Sandy itu anak SMA?"

"Mas Shaka nyelidikin Sandy diam-diam?"

"Pertanyaan itu untuk dijawab, bukan malah balik ditanya," dengus Shaka sambil menghempaskan diri di sofa yang terletak tepat di depan layar televisi 55 inch.

Sejak rasa penasarannya kian menggebu dan menyedot seluruh konsentrasinya, Shaka memutuskan untuk pulang tepat waktu ke rumah. Padahal pekerjaannya di kantor masih ada beberapa yang terbengkalai, karena sejak pagi raga dan pikirannya tak berada dalam satu dimensi yang sama. Namun biarlah, dia pikir akan lebih baik lembur esok hari lagi.

Hal ini terkesan tidak profesional dan bukan tabiat alamiahnya. Namun sejak bersama Rara, ada hal-hal tertentu yang tanpa disadarinya berubah demi dan karena wanita itu. Dan kini, yang dibutuhkannya hanyalah sebuah jawaban kepastian dari sang istri.

"Iya, Sandy itu masih SMA. Dia tulang punggung keluarga. Kakaknya belum lama ini meninggal."

"Itu alasan dia kerja di tempat Harist?"

"Iya. Harist juga sudah mengenal keluarganya."

"Alasan kalian? Aku yakin bukan hanya sekadar kasihan pada orang asing. Siapa dia sebenarnya?"

Deg!

"Dia ...," Lama Rara berpikir, akan jujur atau memberi alasan lain yang masuk akal.

"Dia??" tanya Shaka tak sabar.

"Dia ...."

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu menginterupsi perbincangan mereka sore itu. Hal ini lalu dimanfaatkan Rara untuk menghindar. Dia segera beranjak dari posisinya dan bersiap membukakan pintu.

"Biar aku yang bukakan pintu," sergah Shaka membuat Rara berhenti di posisinya.

Dengan langkah lebar Shaka menuju ke ruang tamu. Membukakan pintu bagi tamu yang menurutnya berkunjung tak tepat waktu. Jujur, konsentrasinya untuk menginterogasi sang istri sontak terpecah karena suara ketukan itu.

"Ada paket bunga, Pak. Untuk Bu Azzahra Putri Adhiatama."

Seorang kurir lelaki dari sebuah florist menyerahkan sebuket bunga mawar merah ke hadapan Shaka. Setelah sang kurir pergi, Shaka segera membaca kartu ucapan yang terselip di antara kelopak bunga berduri tajam itu.

Aku dengar kau akan segera menjadi seorang ibu, selamat yach.

~ Dari lelaki yang tak akan berhenti mengagumimu ~

Ingin rasanya dia meremas dan membuang bunga itu jauh dari jangkauannya saat ini, tapi Shaka segera mengurungkan niatnya. Bunga itu belum sampai pada tujuannya.

Brak!

Melihat bunga yang dilempar keras ke atas meja oleh Shaka, membuat nyali Rara seketika menciut. Alarm ancaman segera menyala dalam benaknya.

"Dari lelaki yang tak akan berhenti mengagumimu," ujar Shaka ketus, "siapa dia?"

"Ak-aku tak tahu," jawab Rara tergagap. Dia terlalu takut menerima respon suaminya setelah ini.

Shaka memejamkan mata dan menarik napas dalam untuk meredakan sedikit emosinya. Bagaimanapun dia mulai percaya, bayi yang dikandung Rara adalah darah dagingnya. Jadi, dia tak ingin lepas kendali dan menyakiti janin itu.

"Yakin kamu tak tahu siapa dia?"

"Demi Allah, Mas. Aku gak tau," Rara menghela napas berat, "sudah beberapa kali aku mendapati kiriman bunga. Tapi, sungguh aku tak tahu siapa orang itu."

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang