"Selamat ya. Aku cukup terkejut, ternyata kalian akan melangkah secepat ini menuju pernikahan."
"Terima kasih, Kak Yusuf."
Rara tidak tahu harus menjawab apa, jadi dia hanya bisa mengatakan terima kasih. Dia sendiri kaget tiba-tiba mendapat ucapan selamat, bagaimana Kak Yusuf bisa tahu? Rara merasa belum memberikan undangan pernikahannya. Entahlah, mungkin dari Ayah atau dari Kak Shaka.
Siang ini Rara mengantar sendiri pesanan lunch milik Shaka. Dia tak menyangka akan bertemu Kak Yusuf di kantor ini. Walaupun sebelumnya sudah tahu bahwa mereka bekerja di kantor yang sama, tapi selama ini Rara belum pernah melihatnya. Ini juga pertemuan pertamanya, sejak menolak Kak Yusuf beberapa waktu lalu.
Rara melihat Kak Yusuf melirik ke arah tangannya. "Bawa makan siang buat Shaka?"
"Iya, Kak. Kak Shaka pesan makan siang di resto dan kebetulan aku juga mau keluar, jadi aku sekalian antar langsung ke sini."
Rara melihat Kak Yusuf tersenyum tipis, "Seneng ya, punya calon istri seorang chef. Kalau aku mau pesan lunch di resto untuk diantar ke sini, apa bisa juga?"
"Bisa, Kak. Nanti bawanya sekalian pas nganterin punya Kak Shaka juga."
"Boleh deh. Nanti aku kabari lagi kalau mau pesan."
"Baik, Kak."
"Ya udah, Kakak mau keluar dulu. Ada meeting dengan client sambil makan siang bareng."
"Silakan, Kak. Aku juga mau ke ruangan Kak Shaka. Assalamu'alaikum," salam Rara pamit menuju ruangan Shaka.
"Wa'alaikumsalam," balas Yusuf sambil tersenyum tipis melihat kepergian Rara, menjauh dari hadapannya.
Rara berjalan menuju lift, hendak menuju ke ruangan Shaka. Shaka telah pesan ke bagian resepsionist agar Rara bisa mendapat akses masuk ke ruangannya saat mengantarkan makan siangnya. Di depan pintu lift dia menunggu bersama karyawan lain yang juga akan menuju ke lantai atas.
Saat sedang menunggu, tiba-tiba indra penciumannya menangkap wangi parfum khas seorang yang sangat dikenalnya. Dia segera melihat ke arah belakang, memandang seseorang yang berdiri tepat di belakangnya.
"Kak Shaka?" tanya Rara terkejut sekaligus senang.
"Sejak kapan Kakak ada di sini? Aku baru aja mau ke ruangan Kakak." Rara kembali bertanya.
Shaka hanya terdiam, tidak menjawabnya pertanyaannya. Cukup lama dia mengamati wajah Rara dari jarak yang begitu dekat. Ini pertama kalinya dia memandang Rara sedekat ini.
"Kak?" Kembali Rara bertanya. Dia bingung melihat Shaka yang hanya terdiam.
"Ayo! Kita ke ruanganku," ajak Shaka saat melihat pintu lift terbuka. Dia lalu berjalan terlebih dahulu, masuk ke dalamnya.
Rara yang melihat itu akhirnya ikut mengekor, berjalan di belakang Shaka. Di dalam lift, dia berdiri tepat di sebelah Shaka. Tidak ada lagi sepatah kata pun yang terucap dari bibir keduanya. Mereka sama-sama terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.
Pintu lift terbuka, Shaka berjalan terlebih dahulu lalu disusul Rara di belakangnya. Shaka membuka pintu ruangannya dan mempersilakan Rara untuk masuk terlebih dahulu. Begitu masuk, Rara segera menaruh box makanannya di atas meja sofa panjang yang ada di sana.
"Kita makan siang bareng." Ini bukan penawaran, Rara mendengarnya seperti perintah. Dunia kerjanya membuat Shaka terbiasa bersikap bossy, dan sekarang Rara merasa dia sedang bersikap seperti itu kepadanya. Beruntungnya dia selalu melebihkan porsi makanan yang dia bawa untuk Shaka, jadi cukup untuk mereka makan berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Pernikahan Impian
Romance"Menikahimu adalah mimpiku sejak dulu. Saat mimpi menjelma nyata, ternyata bukan surga yang kupijak, tetapi laksana neraka yang aku masuki." (Azzahra Putri Adhiatama) "Terkadang kita salah menerjemahkan sebuah rasa, karena begitu tipis batas antara...