BPI [61]

1.9K 147 18
                                    

Assalamu'alaikum wr.wb.

Alhamdulillah, perdana di tahun yang baru 2022, BPI update lagi ya..
Happy reading 🙂

~ o0o ~

Idul Fitri baru saja berlangsung seminggu yang lalu, dan hari ini merupakan sidang mediasi antara Shaka dan Rara. Kedua keluarga telah sama-sama mengetahui, bahwa pernikahan kedua sejoli itu kini berada di ujung pemberhentiannya.

"Mama masih nggak menyangka, Rara akan mengambil langkah ini," ujar Zaza sambil membenahi jilbabnya di depan cermin. Dia akan menemani sang putra datang ke sidang mediasi pertamanya.

Di belakang Zaza, Atha sedang duduk di sofa panjang pada ruang kamarnya. Ia meneguk teh hingga habis sambil menunggu sang istri bersiap-siap. Lelaki memang selalu lebih simpel dalam berpenampilan. Tak butuh banyak waktu saat akan berpergian ke mana pun.

"Putra kita memang bersalah, tapi tetap kini kita akan mendukungnya. Apalagi dia telah menyesali perbuatannya." Setelah dirasa istrinya telah selesai, bersama-sama mereka berjalan keluar. "Yang pasti kita harus mendoakan yang terbaik untuk mereka. Papa sungguh tak ingin pernikahan mereka berakhir."

"Iya, Pah. Mama tak rela melepas menantu kita, Rara itu wanita yang sempurna bagi Shaka."

Shaka telah berangkat terlebih dahulu. Tak ingin sedikitpun dia terlambat datang ke sesi mediasinya bersama Rara. Besar harapannya, melalui sang mediator yang telah disediakan pengadilan, Rara dapat kembali mempertimbangkan keputusannya. Memilih jalan damai dan membatalkan perceraian mereka. Shaka bersedia jika Rara akan mengajukan syarat apa pun, asal mereka bisa tetap bersama.

Di depan ruang mediasi, Shaka memastikan Rara menghadiri mediasi pertama mereka. Kedua pihak harus ada agar mediasi ini tak sia-sia. Agar peluang bagi harapan Shaka mampu bertunas. Dan beruntung, tak lama sosok itu muncul di hadapannya.

Semakin mendekat, kedua manik sejoli itu bersirobok. Hanya beberapa detik, karena Rara segera menundukkan kepalanya. Memutus anak panah pandangan yang terasa menusuk bagi hatinya. Dapat Shaka rasakan, mata itu memancarkan kesenduan. Rasa yang sama seperti yang sedang dia rasakan sekarang.

Bolehkan dia berharap, bahwa sebenarnya Rara juga tak ingin mahligai rumah tangga mereka berakhir? Bolehkan Shaka berangan-angan demikian? Entahlah, walaupun terasa sulit, inginnya harapan itu masih bisa bertunas lalu bertumbuh dan akan menuai kebahagiaan untuk mereka berdua.

"Bunda dan Ayah, sehat?"

Seusai menguluk salam dan mencium tangan kedua orang tua Rara, Shaka menanyakan kabar mereka berdua.

"Alhamdulillah, Bunda dan Ayah sehat. Bagaiaman kabar mama dan papamu? Apa mereka juga datang kemari?" tanya Milea tetap berusaha ramah.

Mengatahui putrinya menempuh jalur persidangan, Milea pun terkejut. Selama ini putrinya yang terlihat kuat, sebenarnya begitu rapuh. Milea bahkan merasa tak yakin, jika pilihan ini tak melukai putrinya semakin dalam.

"Insya Allah, mama dan papa akan segera menyusul kemari." Shaka lalu mengalihkan perhatiannya kepada Rara yang berdiri tepat di samping Milea. "Kamu apa kabar, Ra? Aku harap kamu selalu sehat dan berbahagia."

Rara bergeming dan terus bungkam. Tak sepatah kata pun terucap dari bibirnya, hingga Zaza datang dan memeluknya. "Rara kok kurusan. Kamu sehat, Sayang?"

"Rara sehat, Mah."

"Alhamdulillah, mama senang dengernya. Maafin Shaka ya, Sayang. Andai Mama tahu sejak awal--"

"Semua sudah terjadi. Rara sudah memaafkan Mas Shaka." Rara yang semula menatap Zaza saat mereka berbincang, kini menunduk. "Tapi ... maaf, mungkin kami tak bisa lagi bersama setelah ini."

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang