BPI [49]

2.3K 154 31
                                    

"Ini fotonya." Sandy masuk ke dalam ruang kerja Harist sambil menyerahkan beberapa foto. "Aku dan Bang Gatan yakin 100 persen dialah pelakunya. Wajahnya tampak tak asing. Apa Kak Harist mengenalnya?"

"Kau yakin bahwa dia pelakunya?" tanya Harist tak percaya. Matanya jelas tak salah mengenali pemilik wajah di foto itu.

"Iya. Menurut informasi dari bagian yang mengurus transportasi perusahaan, ada seorang bernama Yanuar Hadinata yang menggunakan mobil itu sejak pukul 1 siang. Seharusnya pukul 5 sore kendaraan itu sudah dikembalikan lagi di tempatnya. Tapi, Yanuar mengatakan bahwa mendadak dirinya ada keperluan dan lanjut meminjam mobil itu hingga pagi. Malamnya saat Bang Harjo, Bang Gatan, dan Bang Firman beraksi, sang pelaku ikut datang ke lokasi kejadian menggunakan mobil itu. Mobil yang sama dengan yang Bang Gatan lihat saat awal mereka mendapat perintah pembunuhan."

"Siapa Yanuar Hadinata dan ada hubungan apa antara dirinya dan pelaku?" tanya Harist sambil memusatkan seluruh atensinya kepada Sandy. Sebuah nama asing yang tak dikenalkan muncul sebagai orang penting juga dalam kejadian itu.

"Yanuar Hadinata itu rekan kerja pelaku. Menurut info yang aku dapat selain sebagai rekan kerja, Yanuar juga dibayar mahal sebagai tangan kanan pelaku untuk melancarkan segala aksinya. Yanuar memiliki seorang istri yang sedang koma akibat kecelakaan dan sepasang anak kembar yang masih berumur setahun. Sejak istrinya koma, anaknya dititipkan kepada saudaranya yang tinggal di Surabaya. Yanuar sendiri sudah resign dari pekerjaannya sejak beberapa bulan yang lalu setelah membantu pelaku mencelakai Pak Arshaka di tempat proyek kerjanya."

"Kak Shaka?"

"Iya, Yanuar pernah menyabotase mobil yang digunakan Pak Arshaka hingga akhirnya terjadi kecelakaan saat menuju proyek. Pernah juga saat meninjau lokasi, sebuah balok kayu jatuh dan hampir melukai Pak Arshaka. Seorang saksi mata menyaksikan itu, tapi bungkam karena takut pada ancaman yang Yanuar layangkan."

"Jadi, tangan pelaku selama ini bersih tanpa noda. Hanya otaknya terlalu licik untuk merencanakan semua ini dan uangnya terlalu licin untuk memuluskan segala hasrat kejahatannya. Kira-kira motif apa yang dia miliki?"

Sandy tampak ragu menjawab, "Pastinya dia tak menyukai Pak Arshaka. Iya kan, Kak?"

"Iya, tapi aku rasa ada motif lain yang lebih kuat dari sekedar membenci Kak Shaka. Keluarga kami saling mengenal baik. Rasanya aku tak percaya jika dia pelakunya."

Harist memejamkan mata sambil memijat pelipisnya pelan. Pikirannya melayang pada beberapa saat lalu saat sang kakak meminta agar penyelidikan ini dihentikan. Pasti ada sesuatu yang Rara tahu, tapi dirinya tak tahu. Namun, apakah itu? Harist tak juga bisa mendapatkan jawaban pertanyaannya.

"Sebaiknya aku hubungi Kak Rara," gumam Harist sambil mengambil ponsel dari dalam saku celana bahannya.

* * *

"Bagaimana mungkin tak terlihat apa pun di CCTV? Aku yakin banget malam itu ada orang lain yang memukulku dan menculik Rara."

Seseorang telah memukulnya dengan benda tumpul hingga tak sadarkan diri. Saat terbangun, lehernya begitu sakit dan tak didapatinya Rara di mana pun pada setiap penjuru rumahnya. Asisten rumah tangganya pun tak mengetahui apa-apa. Shaka mencoba menghubungi ibu mertua dan mamanya pun sama saja, dirinya yakin Rara tak ada bersama mereka.

"Seseorang telah menyadap CCTV di rumah ini. Tapi, siapa dia? Dan, di mana Rara berada saat ini? Apakah aku harus menghubungi polisi untuk mencari keberadaan Rara? Tapi, bagaimana jika melibatkan polisi justru akan semakin membahayakan nyawanya? Aaarrggh!" Shaka menjambak rambutnya frustasi.

Berkali-kali dirinya memikirkan itu, tapi tak juga Shaka bisa menemukan jawabannya hingga deringan ponsel miliknya memecahkan konsentrasinya. Doni menginformasikan bahwa ada perkembangan terbaru dari penyelidikannya.

"Segera kirim datanya kepadaku," ucap Shaka kepada Doni.

Tak lama sebuah surel masuk. Namun, saat akan membukanya Shaka mendengar ponsel milik Rara berdering. Tergesa kakinya beranjak, segera meraih ponsel yang terletak tak jauh dari posisinya kini. Sejak Rara menghilang, Shaka berusaha mencari tahu pesan apa saja yang pernah masuk ke alat komunikasi istrinya. Jika beruntung, maka dia yakini akan ada informasi penting yang akan diketahuinya dari gawai itu.

Begitu berada dalam genggamannya, netra mata Shaka dapat melihat nama Harist terpampang di layar persegi itu.

"Rara tak ada di rumah," jawab Shaka saat Harist menanyakan keberadaan kakaknya.

"Tapi apa Kak Rara baik-baik saja?" tanya Harist di seberang ponsel.

"Kenapa kau tanya begitu? Apa kau mencemaskannya?"

Shaka tak ingin gegabah dengan mengatakan bahwa dirinya kehilangan jejak sang istri. Shaka tahu seberapa dekat Rara dengan Harist, sehingga dirinya pikir mungkin dengan sedikit pancingan pertanyaan akan ada info yang dapat diperolehnya.

"Aku hanya khawatir kepadanya. Tolong jaga Kak Rara baik-baik, Kak."

"Apa ada seseorang yang ingin mencelekainya?"

"Kurasa tidak." Cukup lama Harist menjeda ucapannya, hingga akhirnya dia kembali berujar, "Tapi, ada yang ingin Kak Shaka celaka dan Kak Rara mungkin berusaha melindungimu."

Mendengar ucapan Harist, Shaka mengepalkan tangan. Ada seseorang yang mengincar nyawanya, tapi kenapa justru Rara yang menjadi korban di sini? Shaka tak habis pikir dengan fakta-fakta yang mulai terkuak.

"Siapa yang ingin aku celaka?" tanya Shaka dingin.

Lama tak ada jawaban, hingga rasanya kesabaran Shaka telah habis sudah. "Katakan siapa dia jika kau tak ingin menyesal. Semalam ada yang memukulku dan membawa Rara pergi dari rumah ini."

"Apa?" pekikan Harist terdengar kencang. Dia pasti terkejut mengetahui kakaknya dalam bahaya. "Aku segera ke sana."

"Katakan saja, Harist! Kata--."

Tuuut ...!

"Shit!" maki Shaka geram.

Bukannya tinggal menyebutkan nama, Harist justru mematikan jalur komunikasi mereka. Tak kehilangan akal, Shaka mulai menjelajahi seluruh isi ponsel Rara. Dia tak mungkin hanya duduk menunggu Harist tanpa mengusahakan apa pun.

"Aku ingin Shaka membencimu dan membatalkan perjodohan itu. Cih ... tapi sayangnya, dia terlalu serakah dan justru semakin gigih menikahi wanita yang dianggapnya telah membunuh sang adik. Aku benci tindakannya itu, Ra."

"Kenapa selalu dia yang berhasil mendapatkan apa yang ingin kudapatkan? Kenapa selalu dia yang lebih unggul dariku? Kenapa, Ra? Kenapa?!"

"Oh iya, sebagai info, aku juga yang berusaha membuat Shaka celaka sebelum pernikahan kalian. Sayangnya, dia justru selamat. Harusnya dia mati saja saat itu, sehingga pernikahan kalian tak akan pernah terlaksana."

"Kamu penjahat! Penjahat!"

Deg!

Degup jantung Shaka berdetak kencang. "Suara ini?"

.
.

Alhamdulillah, Shaka & Rara update yach 😄
Semoga suka.
Selalu tinggalkan jejak kehadiran dengan tekan vote dan tinggalkan komentar kalian.

Terima kasih,
Jazakumullah khair 😙😘😚

Tegal, 03072021

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang