51

609 37 14
                                    

Jangan lupa untuk :
-vote
-comment
-follow

Nggak capek apa jadi readers yang bisu?:v but it's oke mau baca cerita ini udah terima kasih kok:')

Happy reading, dear♥

•3 hari kemudian•

Masih di tempat yang sama dan suasana yang sama. Pulau Bali yang sering disebut orang dengan 'Pualu Dewata'. Salah satu pulau tercantik di Indonesia. Harusnya Aurellia bisa bersenang - senang di sini dengan fasilitas yang diberikan oleh Melvin. Hotel mewah, pelayanan terbaik, liburan di tempat yang di impikan banyak orang dan gold card milik Melvin yang memang sengaja ditinggalkan untuknya.

Kenyataan yang di dapati Aurellia hanya berdiam diri di dalam kamar hotel, sarapan selalu di dalam kamar dan menikmati pemandangan melalui balkon kamar hotel. Tidak pernah sekali pun Aurellia keluar dari kamarnya semenjak dirinya berada di hotel mewah ini.

Kakinya sudah membaik, demamnya juga sudah hilang sejak kemarin. Melvin benar - benar memilihkan dokter terbaik dan obat - obatan terbaik untuknya. Sesekali dokter Tifany memeriksanya dan memastikan jika luka di telapak kakinya semakin baik.

Hari semakin sore para pengunjung di pantai mulai meninggalkan area pantai dan memilih kembali ke rumah atau penginapan. Dari tempatnya berdiri Aurellia bisa melihat beberapa orang yang sedang berselancar di kejauhan.

Fokusnya kembali pada layar ponselnya yang sejak bangun tidur dia genggam. Sekali lagi dia menekan tombol panggilan untuk menghubungi Melvin.

Aurellia ingin menangis namun entah apa yang harus dia tangisi. Bukankah ini yang sejak dulu dia inginkan? Berdamai dengan masa lalu, tenang dan jauh dari hiruk pikuk kota, memiliki banyak uang dan tanpa Melvin Richardo Dirgantara yang suka membullynya. Lalu apa lagi yang harus dia cemaskan?

Panggilan terputus dengan sendirinya karena tidak diangkat. Aurellia kembali menekan tombol panggilan dan dengan harapan Melvin menjawabnya.

Lagi dan lagi pria brengsek itu tidak menjawab panggilan mau pun pesannya. Aurellia tidak suka seperti ini!

Air mata yang sejak beberapa hari lalu dia tahan sekarang jatuh. Tidak ada yang menguatkannya seperti Melvin. Tidak ada yang mengulurkan tangan untuknya seperti Melvin dan tidak ada yang memeluknya hangat seperti Melvin.

Sekarang Aurellia sadar jika dia merindukan Melvin. Pria brengsek yang suka merecoki kehidupannya, pria brengsek yang hampir membuatnya mati karena terjun dari pesawat, pria brengsek yang menjeratnya dengan kontrak kerja sebagai objek kesenangannya. Pria brengsek yang dia rindukan.

Ini salah. Aurellia tahu itu, tidak seharusnya dia merindukan seseorang yang memiliki cara berfikir bertolak belakang dengan Aurellia. Aurellia sangat tahu dan sadar jika rasa ini dibiarkan lama - lama bisa berubah menjadi cinta. Hal yang dianggap lelucon bagi Melvin.

"I'm sorry..." ucapnya disela isak tangisnya.

Pada nama yang berbeda Aurellia menekan tombol panggilan. Kali ini berbeda, tidak lama panggilan tersambung.

"Hallo..."

"Maaf ini siapa?"

"Ayah..."

"Aurellia? Ini benar kau, nak?"

Aurellia menghirup udara banyak - banyak untuk menetralisir rasa sesak di dadanya. "Iya, ini aku ayah."

"Syukurlah! Kau dimana saja, nak? Ayah mengunjungi club milik Melvin namun kata orang kepercayaannya Melvin bilang sudah lama Melvin tidak menginjakan kaki di sana dan orang itu juga tidak tahu keberadaan kalian sekarang."

MELVIN & AURELLIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang