Bagian 59.

4.2K 388 45
                                    

Claris membuka matanya dengan berat, seolah ada sesuatu yang menghalanginya untuk membuka mata. Ditambah usapan nyaman pada kepalanya, membuat Claris malah semakin ingin kembali terlelap.

Tersenyum, Claris merasa senang dan bersyukur. Berarti, Gama mau mulai berubah, kan? Setidaknya untuk anak-anaknya?

Claris bahkan merasa bersyukur karena mimpi buruknya akhir-akhir ini tidak menghampirinya. Sepertinya benar kata dokter, dia terlalu stress dan banyak pikiran hingga membuatnya harus mengalami mimpi buruk.

Claris mengernyit, masih enggan membuka matanya, saat merasakan tendangan anaknya yang sangat keras itu. Ah, omong-omong tentang anaknya, Claris belum tahu apa jenis kelaminnya karena dia dan Gama sepakat untuk tidak mengetahui apa jenis kelamin anak mereka ini.

Claris berusaha untuk berbaring miring karena dia merasa perutnya semakin sakit dan punggungnya agak pegal. Claris terkekeh dalam hati saat Gama membantunya untuk berbaring miring. Mencium bau parfum yang tidak familiar, Claris merasa mual.

Dan seketika, ingatan terakhirnya kembali berputar membuat Claris langsung membuka kedua matanya.

***

Pria itu tersenyum saat dia melihat Claris mulai akan membuka matanya. Sejak 5 hari yang lalu, dia membius Claris, akhirnya Claris sadar juga.

Dan begitu melihatnya, Claris mengernyit membuat dia mengusap kerutan yang diakibatkan dari kernyitan Claris.

"Jangan sering-sering kerutin jidat kayak gitu, Sayang."

Claris berusaha bangun. Namun dia menahannya dengan memeluknya semakin erat.

"Oom kangen banget sama kamu. Kamu juga pasti kangen banget sama Oom, kan."

"Maaf, tapi Bapak siapa, ya?"

Pria itu mengecup kepala Claris beberapa kali, masih dengan senyumannya yang memang ada sejak dia akhirnya bisa berhasil membawa Claris kembali ke dalam pelukannya, menjadi miliknya.

"Masa kamu lupa sama Oom? Padahal kita udah beberapa kali ketemu."

Claris menegang, mulai merasa ketakutan dengan pria yang sedang memperlakukannya dengan sangat lembut ini.

Siapa pria ini? Dan kenapa juga dia memperlakukan Claris dengan sangat intim seperti ini? Menatap sekitarnya, Claris sadar bahwa kamar ini bukan kamarnya. Dan dia sama sekali tak mengenali keberadaan dirinya saat ini. Apa dia benar-benar diculik? Walau begitu, Claris berusaha untuk tetap tenang meski pun jantungnya berdetak semakin cepat.

"Bapak temennya suami saya?"

Mendengar itu, pria itu langsung menatap Claris dengan tajam. "Suami? Siapa emangnya suami kamu? Cuma Oom dan selalu Oom yang bakal jadi suami kamu, Sayang."

Tubuh Claris semakin menegang yang dapat dirasakan pria itu, membuat pria itu mengusap kepala Claris, berusaha menenangkan tubuh yang menegang itu. Apalagi Claris sedang hamil, pria itu tak mau mengambil tindakan dulu untuk kandungan Claris-nya itu.

"Maaf, Pak, tapi kayaknya Bapak salah orang."

Pria itu terkekeh. "Oom masih inget kamu, Sayang. Gak pernah lupa sama sekali walau pum waktu itu kita sempet pernah udah dipisahin. Oom gak mungkin bisa ngelupain kamu begitu aja. Itu gak akan pernah terjadi."

Claris mulai merasa ingin menangis. Tapi dia tetap menahannya. Selama pria di hadapannya ini tidak macam-macam padanya, Claris masih bisa berpikir bagaimana cara agar dia bisa pergi dari sini dan lepas dari pria yang sedang memeluknya ini.

"Maaf, Pak, tapi saya bener-bener gak kenal sama Bapak."

Wajah pria itu langsung mengeras. Pria itu menjauhkan sedikit tubuhnya dari Claris lalu menatap dahi Claris dengan dalam dan mengusapnya dengan sangat lembut membuat Claris sedikit tersentak.

Step MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang