Bagian 25.

6.9K 580 34
                                    

Gama mengepalkan tangannya erat-erat. Berarti selama ini Claris dan Marissa memilih diam soal pria yang menghamili Marissa.

Sedangkan Claris berusaha menenangkan Marissa melalui sambungan teleponnya. Claris terus mengabarkan di mana posisinya berada pada Marissa yang selalu bertanya sudah sampai di mana posisinya.

"Sabar, Sayang, kamu harus tenangin diri kamu dulu."

Gama menepikan mobilnya membuat Claris mengernyitkan keningnya. Claris menatap Gama dengan bingung.

"Siniin handphone kamu."

Claris memberikan ponselnya membuat Gama langsung berbicara pada Marissa dengan ponsel Claris yang menempel di salah satu telinganya.

"Marissa, ini Daddy. Udah, kamu tenang dulu, Daddy usahain biar Daddy sama Mama cepet sampe rumah. Kamu tunggu kami di rumah, oke?"

Lalu setelah mendengar ucapan Marissa, Gama menutup sambungan teleponnya dan memberikan ponsel Claris pada pemiliknya.

Claris langsung menaruh ponselnya ke tasnya. Namun Claris menatap Gama lagi saat Gama hanya memandanginya dengan intens.

"Kenapa?" kata Claris karena Gama hanya memandanginya.

"Jadi kamu selama ini tau pria yang ngehamilin Marissa, Cla?"

"Eh?" Claris langsung bingung dan berusaha membuang pandangannya. "I-itu—"

"Aku cuma mau kamu jawab aku kamu tau apa enggak, Cla?"

Claris mengangguk membuat Gama menghela napasnya. Gama mencoba menahan dirinya agar tidak emosional dan memarahi Claris saat ini karena situasinya yang tidak memungkinkan.

"Kenapa kamu nggak bilang sama aku, Cla?"

"Aku cuma mau menghargai privasinya Marissa, Kak."

"Tapi aku ayahnya, Cla. Kamu bahkan bukan siapa-siapanya Marissa, aku yang lebih berhak."

Claris menatap Gama dengan matanya yang berkedip beberapa kali. Claris pikir, setelah kebersamaan mereka beberapa saat lalu, Gama tidak akan membahas soal 'posisi'nya lagi. Tapi ternyata Claris salah. Tak peduli bahwa beberapa waktu sebelumnya dia dan Gama memadu kasih, dia akan tetap menjadi Claris yang bukan siapa-siapa.

Claris membasahi kerongkongannya dengan susah. "Justru karna aku tau aku bukan siapa-siapa, aku juga nggak berhak buat kasih tau siapa yang ngehamilin Marissa saat Marissa bilang sama aku supaya aku nggak ngomong ke siapa pun, Kak."

Claris mengalihkan pandangannya lalu menghela napasnya, mencoba menahan sesak yang kembali menghimpit dadanya. Dia kembali mulai berharap hanya karena Gama menyentuhnya. Tidak seharusnya dia berharap. Memang, siapa dia sampai bisa berpikir kalau Gama akan memikirkan dirinya? Memikirkan perasaannya?

"Aku rasa kita harus cepet sampe rumah sebelum Marissa nekad buat jemput Bara sama Mahesa sendirian, Kak," ucap Claris begitu melihat dari sudut matanya Gama akan berbicara.

Claris tak siap kembali merasakan betapa sesak dadanya karena apa yang Gama katakan mau pun yang dituduhkan padanya. Rasa sesak yang sebelumnya bahkan belum hilang sepenuhnya. Alasan lainnya, Claris benar-benar tak ingin berdebat dengan Gama saat ini. Marissa sedang membutuhkannya. Dia harus cepat sampai rumah untuk menenangkan Marissa. Marissa lebih penting saat ini.

Claris kembali memainkan ponselnya. Di kepalanya, seperti ada nama seseorang yang terngiang.

Indah.

Ya, Indah, ibunya Kevin.

Claris segera mencari kontak Indah lalu menghubungi ibu dari Kevin itu.

Step MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang