Claris memejamkan matanya membuat air matanya kembali mengalir.
"Kamu gak akan pernah bisa merubah posisi Riana, Claris. Gak akan pernah. Selamanya, tetep Riana satu-satunya bagi kami."
"Aku," ucap Claris membuka kedua matanya lalu mengambil napasnya dulu sebelum melanjutkan kata-katanya. "Aku nggak pernah sama sekali punya niat buat gantiin posisi Mbak Riana, sama sekali enggak. Maaf kalo sikap aku bikin kamu mikir kayak gitu. Oke, kamu mau aku nggak ikut campur, kan? Kamu mau aku nggak masuk ke dalam keluarga kamu? Aku bakal ngelakuin itu. Aku nggak bakal ngelakuin hal yang aku mau. Aku bakal nunggu perintah dari kamu atau anak-anak kamu. Jadi bisa kamu keluar sekarang?"
Gama menatap Claris lama. Claris baru saja mengusirnya, kan?
"Tolong, Kak, bersikap sebagaimana aku ini cuma pengasuhnya anak-anak Kakak."
Dan perkataan Claris itu membuat Gama merasa marah dan tersentil. Tanpa mengindahkan keinginan Claris, Gama malah menarik wajah Claris lalu melumat bibirnya. Napasnya memburu. Sial, kenapa dia harus lepas kendali?
Sedangkan Claris memilih diam saja. Dia pasrah. Kalau Gama memang ingin melanjutkan ini, Claris pun tetap tak bisa apa-apa. Pelecehan? Mana ada seorang suami melecehkan istrinya? Yang ada Claris menjadi pihak bersalah. Claris bukan siapa-siapa dan Gama seorang yang cukup terpandang. Memang segalanya tidak bisa dibeli dengan uang, tapi uang dapat memecahkan segala masalah, kan?
Gama menjauhkan sedikit wajahnya lalu mencium pelipis Claris. "Bagus kalo kamu ngerti."
Lalu Gama meninggalkan Claris yang masih mematung begitu saja.
***
Claris masih saja mematung. Tak dipedulikan dirinya yang mulai merasa kedinginan, Claris tetap saja berdiri mematung dengan memegang handuk yang menutupi tubuhnya. Walau pun Gama telah pergi dan membiarkan pintu kamar mandinya terbuka, Claris benar-benar tak ingin melakukan apapun.
Namun pintu kamarnya yang kembali terbuka membuat Claris tersadar dan langsung memutar tubuhnya. Marissa masuk dengan membawa 2 gelas susu.
Marissa terpaku melihat wajah pucat Claris. "Mama sakit?"
Claris tersenyum lalu menggeleng.
"Tapi muka Mama pucet banget," kata Marissa yang mengernyitkan keningnya.
"Ah, ini, gak papa. Saya cuci muka dulu ya. Maaf, kamu kebangun tapi saya belum siapin susu kamu."
Marissa mengangguk tak masalah. "Kalo Mama capek gak usah dipaksain, Ma. Kalo Mama sakit, siapa yang bakal jaga dan lindungin aku?"
Claris menghampiri Marissa. Marissa tertegun saat mendapat pelukan dari Claris. Marissa merasa hatinya seperti sedang teriris. Sakit sekali.
"Terima kasih kamu mau perduli sama saya, Marissa."
Marissa membalas pelukan Claris sambil memejamkan matanya. Tanpa sadar, dia telah terisak. "Aku yang harusnya makasih. Aku nggak tau kalo bukan Mama yang jadi ibu tiri aku, aku bakal gimana. Dan aku harap, Mama mau sabar untuk aku. Maaf kalo aku selalu bikin Mama kena masalah dari Daddy."
"Jangan nangis, nanti bayinya ikutan sedih," kata Claris mengalihkan pembicaraan dan hendak menguraikan pelukannya. Tapi Marissa malah makin erat memeluknya.
"Mama harus janji dulu sama aku. Mama bakal tetep sama aku, nemenin aku dan dukung aku."
Claris tersenyum dan mengusap kepala Marissa. "Pasti. Saya bakal jagain kamu gak perduli apapun yang bakal terjadi ke depannya. Tapi kamu juga harus kasih tau saya kalo kamu mau sesuatu atau mau berbuat sesuatu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Mom
Narrativa generaleMenikahi pria yang dicintai ialah salah satu kebahagiaan terbesar bagi Claris. Karena terbiasa tidak diterima, Claris tak merasa hidupnya lebih berat saat dia menjalani hidupnya menjadi seorang istri dan ibu sambung dari 5 anak suaminya. Tidak satu...