Bagian 39.

4.6K 441 15
                                    

Claris hari ini akan kembali mengunjungi Roy di rumah sakit. Setelah kemarin dia mencoba memberi pengertian pada Gama soal Roy, Gama diam saja, tak merespon apa pun. Dan Claris tak tahu apa yang sedang suaminya itu pikirkan saat Claris mengatakan kondisi Roy dan bagaimana Roy bisa terjerumus sejauh itu.

Bukannya Claris ingin menyalahkan Gama sebagai orang tuanya, tapi Gama harus mengerti, bahwa dengan memberikan uang kepada anak-anaknya begitu saja tidak selalu baik bagi anak-anaknya.

Claris memang tidak tahu bagaimana mereka bersikap saat mereka masih kecil, tapi Claris yakin, mereka adalah anak-anak yang baik. Namun karena kurangnya perhatian dan pelajaran yang seharusnya mereka dapat dari orang tua mereka, mereka jadi mencari pelajaran dan perhatian itu di luar rumahnya. Dan celakanya, bukan hal baik yang mereka dapatkan hingga kepolosan mereka pun secara perlahan berubah dan membuat mereka terlihat seperti anak yang tidak dididik.

Faktanya, mereka memang kurang dididik oleh Gama, selaku orang tua mereka.

Karena balik lagi. Apa yang menurut orang tua baik, belum tentu itu baik juga bagi anak mereka.

Tapi dibalik itu, Claris berharap agar Gam setidaknya tidak menyalahkan Roy karena telah mengkonsumsi barang haram itu. Karena awal-awal rehabilitasi itu memang hal yang paling berat bagi pasien dan keluarga pasien. Dan kalau Gama masih tetap bersikap keras pada Roy, itu malah akan membuat Roy makin depresi di tengah rasa sakit yang dia rasakan.

Dan Claris sama sekali tak tahu apa yang akan Roy lakukan.

Karena pada saat itu Roy akan berada di dua pilihan. Menyerah atau bertahan dengan sikap yang sesuai dikehendakinya.

Claris sangat berharap, Roy tidak harus memilih. Ya, dia berharap Roy mendapat dukungan dari keluarganya. Biar bagaimana pun, Roy berbeda dengan Marissa. Kalau Marissa meledak-ledak dan dengan mudah menunjukkan emosinya pada orang lain, tidak dengan Roy.

Roy terbiasa diam saat dia memiliki masalah dan berpikir kalau dia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Bahkan Claris dapat menebak, bahwa Roy merasa percuma kalau dia menceritakan masalahnya pada orang lain.

Claris menghela napas. Semoga, hari ini keadaan Roy tak separah kemarin. Dan Claris sebisa mungkin benar-benar akan menjenguk Roy setiap hari. Nanti mungkin dia akan mengajak Marissa, sekalian mengedukasi Marissa apa yang akan terjadi kalau sampai terjerumus terlalu jauh seperti Roy.

***

"Gimana kondisi pasien, Sus?"

"Pasien udah lebih tenang, Bu. Dari semalam pasien tidur."

Claris merasa lega mendengar itu. Dan tiba-tiba dia berpikir, apa sebaiknya kalau Roy sedang dalam kondisi seperti kemarin mereka menghubunginya daripada menghubungi Gama?

Claris berdeham. "Sus, boleh nggak kalo pasien lagi butuh temen atau apa pun itu, kalian hubungin saya?"

Perawat itu tersenyum. Bukannya ingin bersikap tidak sopan, tapi perawat itu tahu kalau Claris ini istri dari wali si pasien yang mana mereka sudah menghubungi Gama tiap kali Roy sakau.

"Hm, begini. Suami saya sibuk. Saya takutnya pas kalian ngehubungin suami saya, dia gak sempet buat ngehubungin saya lagi."

Claris diam. Ucapannya itu memang terkesan membenarkan bahwa Gama tak peduli pada anaknya. Maka dari itu Claris buru-buru menambahkan.

"Suami saya dan keluarganya masih kecewa sama yang dilakukan pasien. Saya harap Suster bisa mengerti. Karna saya juga nggak mau pasien merasa sendiri di kondisinya saat ini."

"Ah, baik, Bu. Maaf kalo saya terlalu lancang."

Claris tersenyum. "Gak papa. Saya bisa ngerti. Gimana pun kamu juga kerja sesuai peraturan yang ada."

"Kalo begitu nanti saya akan membicarakan hal ini pada Dokter yang menangani pasien ya, Bu."

"Terima kasih, Sus."

"Silakan, Bu. Saya permisi dulu."

Claris tersenyum dan mengangguk.

Begitu perawat itu pergi, Claris menghela napasnya, merasa lega luar biasa. Ya, setidaknya, dia bisa tahu kondisi Roy kalau sedang sakau. Dan Claris bisa dengan cepat pergi ke rumah sakit untuk menemani Roy.

Claris memilih masuk ke dalam ruang perawatan Roy. Walau pun perawat tadi mengatakan bahwa Roy sedang tidur, tapi Claris ingin memastikan kalau Roy memang sudah dalam kondisi yang benar-benar baik.

***

Roy menoleh begitu mendengar suara pintu terbuka. Tertegun mendapati Claris berjalan ke arahnya dengan senyum canggung khas milik Claris.

"Gimana kabar kamu?"

Roy memilih menatap Claris saja. Bukannya dia tak tahu bahwa kemarin Claris menemaninya melewati rasa sakit yang dia rasakan. Roy dapat mengingat dengan jelas bahwa yang menemaninya di antara ketidak-sadarannya kemarin itu adalah Claris, ibu tirinya. Dan melihat bagaimana Claris menemaninya, Roy merasa kalau ibu tirinya itu seperti pernah menemani orang yang sedang sakau. Claris terlihat berpengalaman menangani orang sakau.

Tapi siapa? Siapa yang pernah Claris temani? Atau mungkin itu Claris sendiri yang mengalaminya? Tapi, Roy sangsi kalau Claris pernah mencoba barang yang dia gunakan itu.

"Ada luka gak di tubuh kamu, Roy? Kemarin kamu agak keras waktu jatoh soalnya."

"Gue gak papa," kata Roy lalu seketika teringat bahwa kemarin dia sempat menggigit bahu Claris. "Bahu lo sendiri gimana? Masih sakit?"

Claris mendekat dan memberanikan diri untuk mengusap bahu milik Roy. "Saya gak papa. Kamu udah makan, Roy? Atau mau sesuatu?"

Roy mengalihkan tatapannya dari Claris. "Kenapa? Kenapa lo harus seperhatian kayak gini sama gue yang jelas-jelas gak suka sama lo?"

Claris tersenyum dan duduk di kursi di samping bangkar yang Roy tempati. "Saya harus perhatian sama semua anak-anak saya, Roy."

"Gue bukan anak lo."

"Kamu udah saya anggap kayak anak saya sendiri, Roy."

"Karna lo nikah sama Daddy?" kata Roy yang langsung menatap Claris lagi. Dan Roy agak kecewa melihat Claris mengangguk.

"Ya. Salah satunya karna saya nikah sama Papa kamu."

"Terus ada alesan lain?"

Claris mengangguk tapi dia takkan memberitahu alasan lain dia menganggap Roy seperti anaknya sendiri.

"Saya punya rencana mau ngajak Marissa ke sini. Kamu gak papa kalo saya ajak Marissa ke sini?"

Roy mendengus. "Waktu lo mau ke sini kayaknya lo gak ada ijin sama gue, deh."

"Kamu gak seneng saya datengin?"

Roy diam. Sejujurnya di dalam hatinya dia merasa sangat senang dan bersyukur karena Claris masih mau menemaninya. Di saat keluarganya sendiri terkesan tak peduli padanya, Claris tetap datang tanpa menghakiminya. Claris bahkan mendukungnya. Roy sadar bahwa apa yang dia lakukan ini memang salah. Dia tidak akan membenarkan perbuatannya yang mengkonsumsi barang haram itu. Hanya saja, sepertinya bagi ayah dan kakek juga neneknya itu tidak demikian.

Mereka merasa bahwa ini hanya salah satu kenakalan Roy yang salah pergaulan.

Padahal, sejak dia mencaritahu soal narkoba, dia sudah sadar bahwa dirinya salah karena memilih narkoba untuk jalan keluar dari masalahnya.

Dan Roy takkan menampik kenyataan bahwa dirinya memang bersalah. Sangat. Tapi saat Gama mendatanginya di penjara lalu memukulinya dan Lisa juga Tio hanya menatapnya, Roy tahu bahwa mereka salah paham dengan alasan dia memakai narkoba.

"Gue seneng lo mau datengin gue. Makasih."

Dan Claris sama sekali tak menyangka bahwa Roy akan mengatakan itu padanya.

***

Selamat makan siang yang telat wkwkwkw. Gak sadar banget kalo ini udah lewat jam makan siang dan saya baru mau makan siang.

Semoga nanti malem bisa up lagi.

Step MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang