Bagian 8.

10.8K 777 62
                                    

Saat ini Claris bersama Marissa sedang berada di kafe menunggu kedatangan mantan kekasih Marissa.

Kevin, mantan kekasih Marissa langsung duduk di hadapan Marissa dan Claris begitu dia sampai. Marissa yang tak tahan dengan rasa tertekannya tak membiarkan Kevin menyapanya atau berbasa-basi lebih dulu.

"Aku hamil."

Kevin langsung menatap Marissa serius. Sedangkan Claris memilih menggenggam tangan Marissa untuk memberikan dukungannya.

"Kamu bercanda, kan?"

Marissa menggeleng lalu langsung menunduk.

Kevin menghela napasnya. "Kamu yakin itu anak aku?"

Marissa menahan diri begitu mendengar hal itu. Claris akhirnya memilih mengambil peran karena merasa Marissa takkan menjawab pertanyaan yang diberikan mantan kekasihnya itu.

"Maaf, Kevin, begini, saya dan Marissa mengajak kamu bertemu cuma mau bertanya apa kamu mau bertanggung jawab dengan menikahi Marissa atau enggak."

Kevin menatap Claris dengan sebelah alisnya yang terangkat. "Kalau saya nggak mau, gimana?"

Genggaman tangan Marissa mengerat sedangkan Claris tersenyum dan mengeluarkan map juga pulpen dari tasnya.

"Ini ada surat perjanjian. Saya dan Marissa yang membuatnya. Marissa nggak akan mengganggu kamu lagi kalo emang kamu nggak mau menikahinya."

Kevin mendengus. "Buat apa surat perjanjian itu?"

"Buat menyatakan kalau anak itu akan sepenuhnya menjadi milik Marissa."

Kevin terdiam menatap kertas itu. "Gimana kalo ternyata itu emang anak saya?"

Claris tersenyum. "Pilihan kamu saat ini cuma menikahi Marissa atau biarin Marissa memiliki hak penuh untuk anak kalian, kalo anak itu ternyata juga anak kamu."

"Itu nggak adil!"

"Nggak adil dari mananya, Kevin? Marissa harus menerima segala resiko dengan dia melahirkan tanpa status yang jelas seperti ini. Atau begini aja, kalo anak itu perempuan, kamu boleh mengakuinya. Hanya mengakuinya dan menjadi wali nikahnya saat anak itu besar nanti. Tapi anak itu tetap jadi milik Marissa, gimana?"

Kevin menggeleng. "Masih nggak adil buat saya."

Claris menghela napasnya. "Kamu tadi nggak yakin kalo janin yang lagi Marissa kandung itu anak kamu tapi kenapa kamu juga nggak mau ngelepas Marissa gitu aja?"

Kevin terdiam. Ya, sebenarnya kenapa dia harus tidak rela?

Sedangkan Marissa hanya bisa menahan tangannya agar tidak mengusap air matanya. Marissa tahu kenapa Kevin berat untuk menikahinya adalah karena Kevin bukan pria pertamanya. Apalagi Marissa pernah mendengar kalau Kevin hanya main-main dengannya, memangnya apalagi yang akan dia harapkan dari Kevin? Toh, Kevin mencintai wanita lain, kan.

"Ayo kita pulang aja, Ma," ucap Marissa dengan lirih.

"Tunggu, maaf, kamu siapa?" kata Kevin langsung menahan Claris.

"Saya mama tirinya Marissa."

Kevin mengangkat sebelah alisnya lalu kembali menatap Marissa yang tetap setia menunduk. "Kamu jawab aku, Risa, apa janin itu anak aku?"

Marissa tetap menunduk saat menjawab. "Kalo kamu nggak yakin, tanda tangan aja, Kevin. Aku nggak bakal ganggu kamu, aku cuma mau hidup tenang. Aku nggak salahin kamu kalo kamu ragu."

Kevin tahu kalau Marissa menangis. Tapi apa salahnya dengan bilang benar atau tidaknya kalau itu anaknya juga?

"Kenapa kamu muter-muter gini, sih, ngomongnya?"

Step MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang