Bagian 20

9K 670 13
                                    

Mereka telah sampai. Dan Adam sedari tadi memerhatikan Claris yang kerap menatap ponselnya namun kembali menyimpannya. Apa? Kenapa? Itu pesan dari siapa? Gama kah? Lalu apa isi pesannya?

Adam menghela napasnya. Sial sekali. Ini salahnya. Salahnya karena memiliki perasaan lebih pada Claris.

Adam kembali memerhatikan Claris yang sedang mengajari Marissa untuk memasangkan popok pada kedua bayinya setelah tadi Claris mengajarkan adiknya itu cara membuat susu dan takarannya untuk kedua bayi kembarnya itu. Claris begitu telaten seolah Claris memang memiliki bayi juga.

"Kamu harus pastiin ya, kalo bersihin poop mereka pantat mereka harus bener-bener bersih. Takutnya jadi gatel atau gak jadi ruam. Kalo kamu masih geli, atau takut, kamu bisa panggil saya."

Adiknya itu mengangguk dengan patuh dan mencoba mengikuti gerakan yang tadi telah ditunjukkan oleh Claris. Claris tersenyum yang membuat perasaannya hangat. Jantungnya kembali berulah karena mulai berdetak dengan cepat.

Adam mengumpat dalam hati.

Kenapa senyuman Claris bisa begitu membuat perasaannya terombang-ambing seperti ini?

Adam menoleh begitu merasakan tatapan lain. Nonce, berdiri tak jauh darinya sambil menatapnya. Adam menghela napasnya sebelum menghampiri adiknya itu.

"Jujur gue lebih seneng kalo denger Claris jadi istri lo," kata Nonce langsung membuat Adam sedikit terkejut karena tak menyangka adiknya akan berbicara seperti itu. "Lebih bisa diterima aja walau pun nantinya dia lebih tua dari lo."

Adam kembali menatap Marissa dan Claris.

"Hati-hati kalo ngomong, Dek."

Nonce berdecak. "Kenapa emang? Takut Daddy denger?"

Adam mengangguk. "Mungkin kalo Daddy denger, imbasnya itu bukan ke kita. Tapi ke Claris."

"Jadi lo beneran punya perasaan sama ibu tiri kita, Kak?"

Adam memilih mengangkat bahunya begitu saja. Dia tak ingin membenarkan atau membantahnya. Biar saja adiknya itu bertanya-tanya soal perasaannya.

"But, I meant it. Gue prefer dia jadi kakak ipar gue daripada ibu tiri gue."

Adam terkekeh lalu mengacak rambut Nonce membuat Nonce memekik dengan pelan. "Apaan, sih!"

"Gimana kuliah lo, Dek?"

Nonce mengangkat kedua bahunya. "Gitu-gitu aja. Kenapa? Tumben banget lo kepo."

Tersenyum, Adam mengusap kepala Nonce. Walau pun Nonce tak pernah bermanja-manja padanya seperti Marissa dan Felly, tapi dia tahu kalau Nonce sering kali harus mengalah dengan kedua saudarinya itu.

"Gue nggak mau kecolongan, lagi."

Nonce langsung menatap Adam. Dia paham maksud Adam. Dan dia yakin, kakaknya itu tak ingin agar dia harus merasakan dan mengalami seperti apa yang adik bungsu mereka rasakan dan alami saat ini.

"Gue ancur banget begitu denger Marissa hamil tanpa gue tau siapa yang hamilin dia," kata Adam membuat Nonce langsung menggenggam tangannya. "Gue, ngerasa gagal. Ngerasa, kalo selama ini ternyata gue nggak seperduli itu sama adek-adek gue. Dan gue mau rubah hal itu. Gue, nggak mau ngerasa gagal lagi dalam hal ngejagain adek gue. Gue mau lebih care lagi. Nggak cuma lo, Dek, tapi buat Roy sama Felly juga."

Nonce langsung memeluk Adam. Dia tahu, tak mudah menjadi anak pertama. Dan dia juga tahu masalah Adam banyak makanya dia lebih banyak mengerti dan memaklumi kakak tertuanya itu yang harus menambah masalahnya karena kedua saudarinya itu.

Step MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang