Bagian 22.

7K 590 11
                                    

Atau mungkin ada hal lain?

Claris menaruh Bara yang sudah benar-benar tenang ke boks bayinya.

Satu hal yang Claris yakini ialah, saat dia menikah, dia takkan mendatangi dan menghubungi keluarganya lagi. Ya, Claris akan memutus paksa hubungan keluarga mereka. Toh, Gama dan orang tuanya pun tak terlihat keberatan atau mengajaknya untuk mengunjungi keluarga ayahnya itu.

Claris tersadar. Apa mungkin mereka tahu kalau Claris sebenarnya bukan lahir dari rahim yang sama seperti Claretta? Ya, walaupun keluarganya menutupi identitas aslinya pada publik, tapi keluarga Gama dapat dengan mudahnya sebuah informasi, kan?

Claris menatap Mahesa yang matanya terbuka sedikit dan seolah bayi itu sedang menatapnya. Dia mengusap pipi gembul Mahesa, kakak dari Bara itu, dengan pelan dan senyum yang terpatri di wajahnya.

Apapun itu, Claris akan berusaha tak peduli. Selama dia tidak ditanyakan, dia akan diam saja.

***

Adam menghisap rokoknya dengan pikiran yang berpusat pada Claris. Sejak dia memulai menghisap sampai sekarang sudah habis setengah bungkus rokok miliknya, tak sekali pun Adam dapat berhenti memikirkan Claris.

Claris. Kenapa Claris harus datang dengan cara menjadi ibu tirinya? Seandainya Claris istri temannya pun, mungkin Adam takkan segan untuk mendekati Claris. Namun sayangnya, Claris istri ayahnya. Dan Adam mengenal sekali bagaimana Gama. Gama sama keras kepalanya seperti Felly. Sekali pun Gama tidak memiliki perasaan apapun pada Claris, mungkin, namun tetap saja egonya akan terluka kalau istrinya direbut oleh anaknya.

Adam menggelengkan kepalanya. Kenapa dia jadi berpikir untuk merebut Claris? Tidak, tidak, tidak. Dia tidak sedang akan merencanakan untuk benar-benar merebut Claris, kan?

Adam mengumpat begitu pikirannya semakin liar. Oke, sepertinya dia harus mulai berhenti berpikir soal Claris mulai sekarang sebelum masalah benar-benar mendatanginya.

Adam menoleh begitu pintu kamarnya terbuka begitu saja. Claris berdiri menatapnya dari pintu kamarnya.

"Kenapa?" ucap Adam sambil melangkahkan kakinya menuju Claris.

"Marissa mau kamu yang nganter kami ke rumah sakit."

Adam mengernyit lalu bertanya pada Claris ke mana supir yang sering mengantar mereka. Karena setahunya supir yang biasa mengantar adiknya untuk ke rumah sakit itu sama dengan supir yang ditugaskan Gama untuk mengantar Claris.

"Pak Isa ada, tapi Marissa maunya kamu yang nganter."

Kernyitan di dahinya makin dalam. Tumben sekali adiknya itu ingin mengajak orang lain untuk ke rumah sakit bersama anak-anaknya. Biasanya Marissa hanya ingin bersama Claris. Bahkan, Nonce pernah sekali mengajukan diri untuk menggantikan Claris yang sedang tak bisa mengantarnya, Marissa memilih mengubah jadwalnya itu dibandingkan pergi bersama Nonce.

"Ya udah, bentar."

Claris menarik lengannya membuat Adam langsung menatap Claris tajam. Claris langsung melepaskan cekalannya dengan canggung.

"Maaf, Adam, kalo saya lancang. Tapi lebih baik kamu mandi dulu biar bau rokoknya nggak kena anak-anaknya Marissa."

Adam menghela napasnya. "Oke, ada lagi?"

Claris menggeleng. "Ya udah, nanti kamu panggil aja ke kamar Marissa."

Adam mengangguk membuat Claris memilih langsung kembali ke kamar Marissa.

Adam menatap Claris dengan sebelah alisnya yang terangkat. Sial. Hampir saja dia lepas kendali saat Claris menyentuh lengannya tadi.

***

Step MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang