"Kamu jangan ngomong begitu. Masih banyak yang sayang dan bakal ngejagain kamu juga kakak dan adek kamu, Roy. Masih ada Papa kamu. Kakek dan Nenek kamu. Kamu gak perlu mikirin hal yang gak perlu. Kamu fokus aja sama kesehatan kamu dulu untuk sekarang."
Roy tersenyum lemah. Masalahnya, Roy sangat mengenal Sandra. Jadi Sandra tak mungkin diam saja diperlakukan seperti itu.
"Gue mau istirahat."
Claris mengangguk. "Kamu masih perlu ditemenin?"
Roy menggeleng sambil melangkahkan kakinya ke bangkar. "Lo pulang aja, istirahat. Lo kan, juga abis sakit."
"Ya udah. Tapi kalo ada apa-apa jangan sungkan buat hubungin saya, ya."
Roy yang sudah kembali berbaring, mengangguk. "Lo juga gak perlu mikir hal yang gak perlu lo pikirin, Cla. Lo juga gak usah khawatir, mereka pasti ngehubungin lo kalo ada apa-apa sama gue."
"Saya pulang dulu. Kamu juga istirahat, biar bisa tenang."
Roy mengangguk. "Hati-hati, Cla."
***
Claris baru saja bertemu dengan Indriani saat dia akhirnya melihat Nonce sedang bersama seorang pria di sebuah restoran. Claris tadinya tak ingin memedulikan keberadaan Nonce, tapi setelah melihat pria yang terlihat mesra dengan Nonce itu, Claris memerhatikan keduanya dengan pandangan kaget.
Nonce bersama salah satu rekan bisnis Hendra. Tapi sedang apa mereka? Apa Nonce sudah bekerja?
Claris berusaha berpikir positif karena memang Nonce sudah sejak kemarin mengatakan sedang mencari pekerjaan. Tapi melihat bagaimana mesranya mereka, Claris tahu bahwa mungkin pemikiran liarnya kali ini pun benar.
Apa ini yang dimaksud ucapan Roy kalau ada yang menjaga Nonce? Tapi apa Roy tahu soal pria itu? Apa Roy tahu siapa pria itu?
Claris rasanya ingin menangis kalau pemikiran liarnya benar. Tapi Claris berharap kalau memang pemikiran liarnya benar, semoga pria itu memang pria yang 'sendiri'.
***
Claris dengan cemas berjalan bolak balik. Claris sedang menunggu hasil alat itu yang saat ini sedang bekerja. Sebenarnya hanya sebentar, sekitar 15 menit. Tapi Claris merasa 15 menit itu sangat lama saat ini.
Walau pun sudah bisa menebak apa hasilnya, tapi Claris masih ingin mencoba mengeceknya dan memastikan kalau dugaannya memang benar. Apalagi Indriani juga mengatakan bahwa dia terlihat lebih 'berisi'.
Begitu bunyi timer pada ponselnya berdering, Claris langsung berlari menuju toilet dan ingin segera mengecek apa hasil dari alat yang dibelinya.
Dengan hati-hati, Claris mengambil 3 benda kecil persegi panjang itu. Claris segera melihat hasil dari benda kecil itu. Ketiga benda itu langsung dia lepaskan begitu dia melihat hasilnya.
Positif! Claris positif hamil!
Air mata Claris pun mengalir. Astaga, dia hamil!
Masih mengeluarkan air matanya, Claris tersenyum entah senyum seperti apa.
Claris bahagia? Sangat. Dia bahagia akhirnya bisa memiliki anaknya sendiri. Lalu bagaimana? Bagaimana dengan Gama? Apakah dia juga akan bahagia seperti Claris? Apakah Gama akan senang mendengar berita kehamilannya ini?
Apakah Gama akan menerima anak yang dikandungnya ini?
Senyum Claris surut. Ya, apakah Gama akan menerima janin ini?
Lalu ingatan Claris kembali saat Marissa hamil. Gama menolaknya. Dengan anaknya saja Gama ingin menggugurkan janin tak berdosa itu, apalagi dengan dia yang bukan siapa-siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Mom
Ficción GeneralMenikahi pria yang dicintai ialah salah satu kebahagiaan terbesar bagi Claris. Karena terbiasa tidak diterima, Claris tak merasa hidupnya lebih berat saat dia menjalani hidupnya menjadi seorang istri dan ibu sambung dari 5 anak suaminya. Tidak satu...