Bagian 51.

4.6K 431 21
                                    

"Kamu Kakaknya Sandra, hm?"

Tian diam saja. Bahkan seringaiannya pun menghilang.

Melihat itu, Claris tersenyum. "Saya bisa buktiin kalo saya ini emang cuma ibu tirinya Roy dan anak yang saya kandung ini murni anak saya dengan papanya Roy. Lalu gimana sama kamu? Kamu siapa? Siapanya Sandra sampe kamu bisa bikin badan Roy biru-biru begitu, eh?"

"Cla—"

"Kenapa kamu diem, Tian? Gak bisa jawab?"

"Kenapa lo jadi mojokin gue gini?"

"Karna Roy udah gak mau sama Sandra tapi Sandra yang terus dateng ke Roy, Tian."

Tian mendengus. "Gak mungkin. Roy itu cinta mati sama Sandra. Yah, kecuali emang ada orang ke-tiga yang dateng buat ngedeketin Roy."

"Oh, ya? Apa kamu pernah mikir kenapa Roy bisa sampe semudah itu berpaling?"

"Itu karna emang dianya aja yang brengsek. Dia emang bajingan, kan?"

"Kenapa harus selalu pihak cowok yang disalahin kalo dia selingkuh?" Claris tersenyum. "Apa kamu pernah nanya kenapa sampe Roy gampang digoda padahal kayak yang kamu bilang, dia itu cinta mati sama Sandra?"

"Gue nggak pernah selingkuh, Yan."

Claris mengangkat sebelah alisnya begitu mendengar Roy ikut dalam percakapannya dengan pria bernama Tian itu.

"Gak selingkuh, lo bilang?"

"Gue emang gak selingkuh. Sama sekali gak pernah. Lo pikir kenapa selama ini gue pasti selalu diem aja lo gebukin gue kayak gini? Itu karna gue udah capek sama sikap Sandra dan gue gak mau lo kecewa sama orang yang udah lo bela mati-matian selama ini."

Roy menatap Tian dengan senyum lemah. "Gue rela lo pukulin karna gue gak mau lo punya luka yang sama kayak luka yang gue punya."

Claris hendak keluar untuk memberikan waktu bagi Roy dan Tian. Tapi Roy malah menarik tangannya lalu Roy menggenggamnya dengan erat.

"Gue selalu kasih Sandra kesempatan. Walau pun gue udah dikecewain berkali-kali, walau pun gue udah diselingkuhin berkali-kali, walau pun dia cuma mau mainin gue, gue selalu ngasih dia kesempatan waktu dia minta dan bilang kalo dia bakal berubah."

Roy menatap Claris setelah mengatakan kata-katanya untuk Tian. "Menurut lo, gue harus gimana kalo pada kenyataannya Sandra gak pernah berubah?"

"Maksud lo."

Roy menatap Tian dengan senyum yang membuat Claris mulai berkaca-kaca. "Gue pikir, pas gue milikin Sandra, gue gak bakal kesepian lagi, gue bakal punya temen buat gue kalo mau keluh kesah, gue kira, beban gue akhirnya bakal sedikit lepas dan bisa bikin perasaan gue lega. Tapi ternyata, gue bahkan udah gak bisa tau gimana perasaan gue lagi, Yan."

Roy membuang pandangannya. Walau begitu, genggaman tangannya pada Claris justru semakin menguat.

"Akhirnya, gue nyerah, Yan. Gue milih buat ngelepas Sandra asal Sandra bisa bahagia dan gue bisa ngelanjutin hidup gue yang udah ancur-ancuran ini. Tapi apa yang dilakuin Sandra sama gue? Dia malah mulai ngancem gue dan selalu gunain lo buat ngancem gue."

Tian menghampiri Roy dan langsung mencengkeram bahu Roy. "Bilang sama gue kalo lo boong, Roy! Sandra gak mungkin begitu!"

Roy menarik napasnya dengan berat dan menatap Tian. "Dia bahkan kemarin bisa ngedorong nyokap tiri gue yang lagi hamil ini sampe jatoh, Yan. Coba liat mata gue, menurut lo apa yang gue bilang ke lo ini boong? Apa gue selemah itu buat fitnah cewek yang gue sayang banget? Fitnah cewek yang gue cinta mati banget?"

"Tapi kenapa lo baru bilang hal ini ke gue sekarang, Roy? Kenapa gak dari dulu?"

"Gue tau lo sayang banget sama Sandra sampe lo gak mau ada orang yang nyakitin dia dan percaya banget sama dia. Kayak yang gue bilang tadi, gue gak mau lo punya luka yang sama kayak gue dari orang yang sama pula."

"Kenapa, Roy?"

"Karna gue tau luka lo bakal lebih besar daripada luka yang gue punya, Yan."

Claris mengusap pipinya yang basah dengan satu tangannya yang bebas dari genggaman tangan Roy. Mengingat bagaimana sikap Sandra kemarin saat mendorongnya, Claris percaya dan yakin kalau yang Roy katakan adalah kebenarannya. Dan memikirkan Roy mengalami ancaman-ancaman itu cukup lama, air matanya malah tak mau berhenti.

"Gue gak minta lo percaya sama gue, tapi bisa lo suruh Sandra buat move on dari gue, Yan? Gue takut gue lepas kendali."

Claris mulai terisak. Claris bahkan juga masih ingat bagaimana Roy mencekik gadis bernama Sandra itu. Claris akhirnya mengerti kalau saat itu Roy sudah sangat putus asa.

Claris langsung memeluk Roy. "U-udah, ja-jangan diterusin, hiks."

Roy menatap Tian dengan mata yang memang sudah memerah. "Gue harap, lo mau bantu gue biar Sandra bisa ngelepasin gue, Yan."

***

Roy membalas pelukan Claris dan ikut menangis bersama ibu tirinya itu. Roy tak pernah merasa perasaannya ternyata bisa selega ini setelah dia menceritakan segala kegelisahannya.

Sedangkan Tian yang melihat itu memutuskan untuk pergi.

Claris masih saja menangis dalam pelukan Roy. Claris memikirkan bagaimana dulu saat Roy merasa tertekan dan dia hanya sendirian. Tangisannya malah semakin susah untuk berhenti walau pun sesegukannya mulai terasa menyakitkan untuknya.

"Ja-jangan nangis, Cla," kata Roy dengan susah payah.

Claris menganggukan kepalanya. Namun tangisannya tak kunjung reda. Hormon kehamilannya memperparah suasana hatinya saat ini.

"I-ini, hiks, su.. sah," katanya lalu kembali menangis.

Roy mendekap Claris makin erat dan mulai mengusap punggung Claris. Sambil menenangkan dirinya sendiri, Roy juga berusaha menenangkan Claris. Roy tak ingin ada yang masuk ke kamar inapnya lalu bertanya-tanya apa yang terjadi padanya dan Claris.

Akan lebih canggung kalau Gama yang masuk ke kamarnya. Roy sama sekali tak punya alasan di kondisinya saat ini kalau Gama benar-benar melihat kondisinya sekarang. Mengingat Gama mulai protektif pada Claris sejak Claris hamil, rasanya Roy ingin bertanya pada Claris apa Gama ikut dengannya seperti biasa atau Claris datang sendiri.

Tapi tangisan Claris lama-lama memelan. Roy pun yang lebih dulu sudah merasa tenang membiarkan Claris yang masih memeluknya. Roy tanpa sadar juga sudah menumpukan kepalanya pada kepala Claris dan memejamkan matanya.

Untuk pertama kalinya, Roy merasa keheningan dan kesunyian yang dia rasakan tidak membuatnya merasa kesepian hingga dia bisa berpikiran buruk.

Dan ketukan pintu membuat Roy tersadar bahwa dia dan Claris sudah terlalu lama berdiri dalam posisi intim seperti itu. Apalagi saat mengingat kondisi Claris yang sedang hamil, Roy segera menjauhkan dirinya dari Claris takut Claris merasa lelah. Namun yang tak Roy sangka sama sekali ialah karena Claris ternyata sudah tertidur.

Roy dengan hati-hati membopong Claris dan menempatkan Claris di brankar tempatnya tidur selama beberapa minggu ini. Roy tersenyum lemah menatap wajah Claris yang masih ada sisa air matanya dan napasnya yang terkadang masih sesenggukan. Ketukan pintu kembali Roy dengar. Roy segera mengusap wajahnya lalu menuju pintu untuk melihat siapa yang mengetuk pintu.

Belum sempat Roy melihat siapa yang mengetuk pintu, sebuah tinju mendarar pada wajahnya dan langsung membuatnya tak sadarkan diri.

***

Maaf, kemarin gak sempet up hehe soalnya ada sesuatu yang bikin saya masih senyum2 sampe sekarang dan agak kaget.

By the way, saya masih harus isoman di rumah, masih sendirian wkwk, tapi ya demi kebaikan juga sebelum minggu depan buat swab lagi biar mastiin kalo si corona ini udah gak ada di tubuh saya.

Terima kasih lagi juga buat yang udah doain kesembuhan saya dan support semua cerita-cerita saya.

Thank you! Thank you so much! 💙🤗

Step MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang