Bagian 53.

4.5K 400 5
                                    

Buat yang bertanya2 atau mungkin lupa, Reyn itu sepupunya Claris ya hehe.

Selamat membaca! 😊

***

Pria sialan yang sudah membopong Claris dalam keadaan tidak sadar itu menyeringai.

"Ah, Reyn, sebelumnya saya mau bilang makasih dulu sama kamu karna selama saya di penjara, kamu ngejaga Claris dengan sangaaaaat baik," katanya sambil terkekeh.

Reyn mengepalkan tangannya erat-erat. Sialan, dia takkan membiarkan pria itu membawa Claris, lagi, begitu saja.

"Kenapa kamu nanya saya mau bawa Claris ke mana, Reyn? Kamu tau sendiri sejak dulu cuma saya yang bisa bahagiain Claris. Dan kamu juga setuju, kan?"

Reyn makin mengepalkan tangannya. "Sekarang bukan saat yang tepat buat Oom ngambil Claris. Claris masih lupa ingatan, Oom."

Pria itu menatap Reyn tajam. "Ya. Dan kenapa kamu biarin mereka bikin Claris kayak gini, Reyn? Kamu harusnya bisa nyegah Hendra buat ngelakuin hal keji itu sama Claris, Reyn!"

"Maaf, Oom, saat itu saya masih gak punya power apa-apa sampe hal keji itu harus terjadi. Saya juga gak mau hal keji itu terjadi pada Claris."

Pria itu terbahak. "Ya, kamu masih bocah kuliahan saat mereka, keluarga kamu itu, dengan teganya misahin saya dan Claris. Bahkan mereka sampe bikin Claris gak inget sama saya. Menurut kamu, harus kita apakan keluarga kamu itu, Reyn?"

Reyn tersenyum. "Oom gak usah sok nanya aku gitu. Aku tau apa aja yang udah Oom lakuin sama keluarga aku dan Claris."

"Emang susah banget kayaknya ya, nyembunyiin sesuatu dari kamu, Reyn." Pria itu menggelengkan kepalanya. "Ah, kenapa kita malah terlalu asik ngobrol di sini? Ayo, kita pergi, Reyn. Kita cari tempat lain buat ngobrol."

Reyn tersenyum. "Saya gak bakal biarin Oom buat bawa Claris. Ah, maksud saya, gak sekarang, Oom."

"Kenapa? Kenapa kamu nggak ngebolehin saya buat bawa Claris sekarang? Kamu tau kan, Reyn, kalo saya udah terlalu lama pisah dari Claris?"

"Saya tau. Justru itu, Oom, saya punya rencana yang lebih baik lagi. Oom mau denger dulu rencana saya?"

***

Reyn tak pernah menyangka kalau ternyata pria sialan itu mau saja dia bodohi dengan rencana 'omong kosong' yang dia katakan. Reyn telah memanggil beberapa perawat, meminta untuk mengangkat Roy ke atas brankar sedangkan dia menggantikan posisi pria sialan yang tadi membopong Claris.

"Maaf, Pak, kalo boleh saya tau, kenapa pasien dan tamunya sampai gak sadarkan diri begini ya?"

Reyn tersenyum. "Maaf, Sus, saya juga gak tau. Tapi tadi pas saya masuk posisinya pasien udah geletak di depan pintu dan malah sepupu saya ini yang ada di atas brankar dalam keadaan gak sadar juga."

***

Claris mengulet saat merasakan bahwa posisi tidurnya saat ini tak nyaman dan tak seperti biasanya. Saat membuka kedua matanya dan tersadar bahwa tadi dia sedang bersama Roy, Claris langsung mencicit, merutuki kebodohannya yang bisa sampai tertidur di saat Roy sedang berkeluh kesah padanya.

"Roy? Roy mana?"

Reyn yang sadar bahwa Claris sudah sadar, membantu Claris berdiri walau masih tetap dia pegang sampai Claris benar-benar mendapatkan kesadarannya.

"Ya ampun, Sus, maaf tadi saya ketiduran. Roy mana?" ucap Claris begitu melihat seorang perawat menatapnya bertanya.

"Mbak ketiduran?"

Claris mengangguk. "Iya. Tadi setelah tamunya Roy pergi, saya gak inget apa-apa lagi."

"Maaf, Mbak, boleh saya nanya?"

"Ya, silahkan, mau nanya apa?"

"Apa tadi Roy dalam keadaan gak sadar pas tamunya pergi? Apa mereka terlibat cekcok? Karna saya liat ada lebam, Mbak."

"Lebam? Gak sadar?" Claris langsung menatap Roy dan dia sedikit terkejut karena mendapati lebam di pipi kiri Roy. "Lebamnya di mana aja, Sus?"

"Di wajahnya aja, Mbak. Apa ada luka lain?"

Claris dengan cepat menggeleng. Reyn yang melihat itu menatap Claris dalam. Semakin Claris diam, itu tanda bahwa Claris sedang menyembunyikan sesuatu. Berbeda dengan orang lain yang biasanya malah mengalihkan perhatian.

Claris merasa lega karena tidak ada yang melihat luka lain di tubuh Roy. Tapi tunggu. Kenapa ada lebam juga di wajah Roy? Kenapa juga Roy harus tidak sadarkan diri?

"Kejadian terakhir yang saya inget kita lagi deket kasur, Sus. Emang Roy pingsan di mana?"

"Saya yang liat. Saya liat dia di deket pintu dan pintunya udah kebuka lebar."

Claris langsung menatap Reyn dan terkejut. Sejak kapan ada Reyn di sini?

"Kalo begitu kami permisi dulu ya, Mbak?"

Claris mengangguk. "Nanti kalo Roy sadar biar saya tanyain, Sus."

Lalu begitu para perawat itu telah meninggalkan ruangan, Claris kembali menatap Reyn.

"Ngapain kamu ke sini, Reyn?"

Reyn tersenyum. "Mau ketemu kamu, kenapa? Gak boleh?"

"Bukannya gak boleh, tapi aneh aja ngeliat kamu di sini. Kamu tau dari siapa Cla di sini?"

"Saya nanya sama Gama."

"Nanya sama Gama? Emang sejak kapan kamu bisa sesantai itu sama orang lain?"

"Bisa, Cla, kalo orang itu orang terdekat kamu."

Claris meringis. "Kamu gak seharusnya baik sama Cla begini, Reyn. Cla gak mau kalo suatu saat nanti orang lain tau kalo kita itu sebenernya deket. Cla gak mau jadi masalah buat kamu."

"Kamu gak pernah jadi masalah buat siapa pun, Cla. Lagian saya gak bersikap kayak gini sama kamu aja. Sama yang lain saya juga diem tapi di belakang sama aja kayak sikap saya ke kamu. Jadi kalo pun nantinya ada yang gak sengaja ngeliat kita lagi bareng kayak sekarang, gak ada yang perlu ditakutin sama ditanyain. Saya masih sepupu kamu."

"Tapi Cla, kan—"

"Apa? Mau bilang kalo kamu beda sama Retta?" Reyn memegang kedua bahu Claris. "Bagi saya mau kamu, mau Retta, sama aja. Tetep sepupu saya."

Claris akhirnya mengangguk saja. Dia tak pernah menang kalau berdebat dengan Reyn. Yang ada malah Reyn memberinya nasehat-nasehat seperti orang tua.

Walau pun Claris senang kalau Reyn bersikap begitu, tapi untuk sekarang di saat mood-nya yang entah seperti apa maunya lebih baik dia tidak mencari celah agar Reyn menasehatinya.

"Gimana kandungan kamu, Cla? Kenapa gak ngabarin saya kalo kamu udah hamil?"

"Puji Tuhan, baik-baik aja. Emang kenapa Cla harus ngabarin kamu? Emang Papa gak bilang sama yang lain kalo Cla hamil, Reyn?"

"Kamu udah bilang sama Oom Hendra?"

Claris mengangguk. "Bahkan Kak Gama juga udah bilang sama Papa," kata Claris tersenyum walau pun hatinya merasa pedih. "Mungkin kamu gak denger berita itu dari Papa. Kamu ke mana aja, sih? Kok kayaknya aku jarang banget ketemu kamu?"

Reyn mendengus. "Kamu yang ke mana aja? Kenapa gak pernah dateng acara keluarga? Gama gak mau nganter kamu? Apa kamunya yang gak dibolehin sama Gama, hm?"

"Nggak gitu, Reyn." Claris tertawa. "Cla aja yang emang gak bisa dateng. Kamu tau sendiri sekarang Cla udah harus ngurus keluarga Cla sendiri. Nah sekarang Cla tanya sama kamu, kapan kamu nikah?"

"Aku bakalan nikah kalo kamu udah bahagia. Jadi, kamu bahagia, Cla?"

Step MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang