Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًاۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
"Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orangtuamu, jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam penjagaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya dengan ucapan yang baik." (QS. Al-Isra': 23).
Pada ayat ini, Allah menggandengkan tauhid dengan bakti kepada orang tua. Amalan ini berkaitan, maka siapa yang merasa kurang dalam tauhidnya tingkatkan bakti pada orang tua dan apabila kurang bakti pada orang tua maka itu akan mempengaruhi tauhid.
Mengatakan "ah" saja sudah tidak boleh, apalagi untuk lebih dari itu.
Allah berfirman dalam hadits qudsi,
أنا عند ظن عبدي بي
“Aku sesuai persangkaan hamba-Ku.” (HR. Bukhari)
Maka, berbaik sangkalah kepada Allah dengan sikap rida. Agar Allah juga meridai.
Sandarkanlah segala ikhtiar serta doa pada keputusan Allah. Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Saya meminta sesuatu kepada Allah. Jika Allah mengabulkannya untuk saya maka saya gembira sekali saja. Namun, jika Allah tidak memberikannya kepada saya maka saya gembira sepuluh kali lipat. Sebab, yang pertama itu pilihan saya. Sedangkan yang kedua itu pilihan Allah."
Rasulullah bersabda,
“Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barangsiapa yang rida (menerimanya) maka Allah akan meridainya dan barangsiapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2396, Hasan)