Tentang: Ihsan (8)

1 0 0
                                    

Kita merasa perlu belajar melepas kemelekatan karena kita merasa memiliki. Kita merasa berhak ini-itu. Bukankah kita lahir ke dunia bukan pilihan sendiri, tapi kuasa Allah? Allah menghadirkan kita lewat orang tua dan saat kecil diasuh lewat orang-orang di sekitar kita, mengajari kita tahap demi tahap, memberi jaminan rezeki. Semua pemberian Allah. Jika semua hakikatnya adalah titipan, mengapa perlu melepas kemelekatan? Terimalah fakta sebagai berkah-Nya. Pertanyaannya: apakah kita jadikan semua itu untuk semakin mendekat kepada Allah dan menjadi berkah pada sesama kita atau tidak?Allah Ta'ala berfirman,۞ لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."(QS. Al-Baqarah [2]: 177)


Kisah Nabi Ibrahim bisa dijadikan tauladan untuk kita.

Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya:

وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى ٱلْءَاخِرِينَ (١٠٨) سَلٰمٌ عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ (١٠٩) (الصافات ١٠٨ـــ١٠٩)

"Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (108) (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim"(109). (QS As-Shaffat [37]: 108-109)

Menurut para mufassir, ayat di atas menegaskan bahwa umat manusia dari berbagai agama samawi (Islam, Nasrani dan Yahudi), mereka mencintai Nabi Ibrahim sepanjang masa. Bahkan kaum musyrik Arab pun mengakui bahwa agama mereka juga mengikuti agama Nabi Ibrahim Alaihi salam.

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan penghargaan kepada Nabi Ibrahim dengan memberikan salam sejahtera kepadanya. Salam sejahtera itu terus berlangsung lestari hingga saat ini di tengah-tengah umat manusia, bahkan juga di kalangan para malaikat.

Begitulah Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan ganjaran yang terus-menerus mengalir kepada hamba-hambaNya yang berbuat kebaikan. Semua ganjaran itu sebagai balasan atas ketaatan dan keikhlasan dalam melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala karena dorongan iman yang kuat. Bagi umat Islam, Nabi Ibrahim Alaihi salam senantiasa kita sebut dalam shalat, yaitu dalam doa tahiyat akhir sebelum salam.

Ibrahim Alaihi salam adalah suri tauladan abadi. Ketundukannya kepada nilai-nilai dan tata aturan ilahiah selalu menjadi contoh yang hidup sepanjang masa. Nama Ibrahim disebut sebanyak 69 kali di 24 surat dalam Al-Quran. Nama Ibrahim juga diabadikan menjadi nama sebuah surat dalam Al-Quran, yaitu surat ke-14. Ibrahim adalah Bapak Para Nabi (Abul anbiya), karena sebanyak 19 keturunannya menjadi rasul, dari 25 rasul yang disebut dalam Al-Quran.

99 Catatan IlmaWhere stories live. Discover now