CHAPTER 59

884 71 1
                                    

Happy Reading🎉

"Gal."

Regal yang baru keluar dari kamarnya itu menghentikan langkahnya ketika Rigel menghadang jalannya. Regal menatap Rigel tajam, namun Rigel tak gentar. Dia berusaha untuk berbicara dengan Regal. Karena sejak putusnya Regal dan Starla, Regal selalu menghindari Rigel.

"Mau apa lagi, lo?!" sentak Regal. Entah kenapa emosinya selalu memuncak ketika melihat Rigel.

"Gue mau minta maaf," lirih Rigel.

"Gue ... gue nggak tau kalo Starla ternyata suka sama gue," lanjutnya.

"Gue nggak peduli," ketus Regal.

Rigel tercekat, dia menatap penuh sesal kearah Regal. "Tolong maafin gue, Gal. Umur gue udah nggak lama lagi, gue cuma mau lo jangan benci gue. Gue sayang sama lo," ucapnya parau.

Regal menggeram, dia tak suka Rigel berkata seperti itu. "Lo jangan asal bicara!? Lo nggak bakalan mati sebelum gue duluan yang mati," bentaknya.

Mata Rigel memerah, menahan tangis. "Emang kenyataannya gitu, keadaan gue semakin parah. Gue cuma mau menghabiskan waktu terakhir gue sama lo, Gal."

Regal memalingkan wajahnya, dia tak sanggup melihat Rigel yang putus asa itu. Sebenci-bencinya Regal terhadap Rigel, dia sebenarnya masih sayang terhadap adik kembarnya itu.

"Minggir," ucap Regal dingin.

Rigel menggeleng, dia tetap menghalangi jalan Regal. "Gal, please. Kali ini aja, Gal. Gue mau peluk lo," lirihnya parau.

"Lo apa-apaan, sih?! Nggak cukup apa, lo ngambil semua kasih sayang mama dan papa?! Nggak cukup lo ngambil kebahagiaan gue?! Hah?!" bentak Regal.

"Gue cuma mau peluk lo, Gal. Please, gue udah nggak tahan sama penyakit ini," ujar Rigel dengan air mata yang mengalir dipipinya.

"Cukup ya, Gel. Gue benci liat lo yang putus asa kayak gini!? Lo pasti sembuh, lo nggak bakalan mati!?" Regal berteriak murka. Dia tidak kuat melihat wajah dan ucapan putus asa dari kembarannya itu.

"Gal," Rigel menatap Regal penuh harap.

Dengan nafas yang memburu, Regal menarik Rigel kedalam dekapannya. Air matanya mengalir seiring dengan eratnya pelukan Rigel, namun dengan segera dia mengusapnya.

"Gue kangen pelukan yang lama nggak gue dapatkan, Gal," ujar Rigel terisak.

"Gue sama menderitanya dengan lo, gue menderita dengan penyakit sialan ini," lanjutnya sesenggukan. "Kalau gue bisa milih, gue nggak bakalan mau punya penyakit ini, Gal. Dulu gue punya kekuatan buat gue bisa bertahan hidup, yaitu lo. Gue berusaha buat sembuh itu karena lo, Regal. Tapi, sekarang lo benci sama gue. Jadi, buat apa gue bertahan hidup? Gue mendingan mati aja, kalau gue hidup malah bikin lo menderita."

Regal mati-matian menahan air matanya agar tidak menetes, dia sangat tertohok dengan ucapan Rigel. Jadi, selama ini dia adalah kekuatan Rigel?

Regal semakin mengeratkan pelukannya terhadap Rigel, dia menutup matanya menahan sesak di dada-nya. "Jangan mati, biar gue aja yang mati," bisiknya parau.

Regal melepaskan pelukannya, dia memegang kedua pundak Rigel. "Lo harus sembuh, oke? Lo harus hidup, lo nggak boleh mati," ujarnya dengan suara serak.

"Gue takut, gue takut kalau Tuhan ambil nyawa gue disaat gue belum terima maaf dari lo," ujar Rigel.

"Nggak ada yang perlu di maafin, lo nggak salah. Gue yang salah, selalu berpikir bahwa lo perebut siapapun yang gue punya. Gue egois, gue nggak berguna jadi kakak buat lo," jawab Regal.

REGAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang