46 - Mesum! Marah Sekali

6.1K 1.6K 738
                                    

beli permenBawa itikyang spam komenorangnya baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

beli permen
Bawa itik
yang spam komen
orangnya baik

======*=====

Apa yang salah dengan radio ini? Dari tadi suaranya kresek-kresek gitu, apa kemasukan cicak? Sudah ditepuk-tepuk tidak ada juga respon bagus, diusap-usap tidak keluar apa-apa. Dikocok pun tak ada tanda kehidupan. Mentang-mentang sudah cukup usang, mati mendadak sembarangan. Kalau gini caranya saya harus terus dengerin lagu dari Youtube, bukan apa-apa tapi kalau lihat di sana suka tak tahan ingin pencet berita gosip.

"Radionya kenapa dipukul-pukul, Om? Nggak ngasih setoran ya?" tanya si Rian yang habis dari dapur sambil bawa segelas teh.

"Nggak tahu ini tiba-tiba mati, padahal nggak ada yang bunuh."

"Capek kali om, ngomong terus radionya." Bener juga sih mungkin pita suara radionya capek jadinya mati begini.

Ah sudahlah, nanti saya bakal coba ganti pake baterai yang baru. Saya simpan itu benda ke lemari pendek yang letaknya di ujung dekat sebuah figura bergambar mobil yang sudah lama dijadikan hiasan.

"Yan, emangnya gula di dapur habis? Kenapa pake gula buat jualan?" Itu saya penasaran karena si Rian menaburkan gula ke gelas teh di tangannya padahal tadi dia dari dapur.

"Udah abis, Om. Aku juga heran kenapa cepet abis."

"Dimakan semut kali." Saya mau protes sama semut, kenapa dia selalu menghabiskan gula saya? Apa tidak cukup mereka gigit tubuh saya kalau sedang tidur? Memang sih saya dan gula agak susah dibedakan karena manisnya benar-benar menggiurkan. "Lain kali saya namain toples gulanya pake nama 'garam' ajalah. Jangan bilang-bilang ke semut tapi."

"Kenapa gitu, Om?"

"Biar nggak dimakan semut 'kan semut nggak suka garam." Saya buka kulkas depan lalu mengambil larutan, tenggorokan agak sedikit sakit nggak tahu kenapa. Efek teriak di hutan kali ya?

"Emangnya semut bisa baca?"

"Bisa, coba aja."

"Diajarin ini Budi, ini rumah Budi nggak?""

"Nggak tahu saya nggak kenal sama gurunya, tapi pasti berkacamata." Masuk ke dapur untuk melihat gula yang dihabiskan semut. Lho? Bener ternyata udah habis, ini pasti bukan sembarang semut. Ini semut versi titan kalau begini. Pasti si Asti nih yang habisin, soalnya kemarin masih sisa setengahnya kalau nggak salah.

Melihat-lihat ke kotak serba ada, kali saja nemu batrai yang belum dipakai buat di radio. Coba aja kalau dulu belinya radio yang dicolok ke listrik, tidak akan repot seperti ini. Ah tidak ada batrai satupun. Saya jadi kepikiran ubah radionya menjadi bisa dicolok ke listrik, eh tapi nanti radionya jadi transgender dong? Dosa nggak ya ubah gender radio?

"Om Diyat Asti capek ah!" keluh karyawan saya yang datang dari depan area Yang Kusayang, dia dari tadi emang saya suruh jaga depan untuk promosi karena pelanggan masih kurang. Si Rian juga sudah bersiap untuk tampil bernyanyi karena gitarnya sudah dipegang-pegang. "Malu. Asti jadi mirip bonek-boneka yang suka di konter hape kalau jaga di depan mulu."

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang