29 - Fakta Tukang Sayur

5.8K 1.7K 196
                                    

"Aduh!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aduh!"

Kaget sebab kompor yang baru saja dinyalakan menyemburkan api berlebihan seperti yang keluar dari mulut naga, kalau dilihat dari film-film yang pernah saya tonton sih begitu 'kan belum pernah ketemu naga aslinya. Paling baunya aja yang sering keluar dari mulut si Asti.

Ngomong-ngomong komodo itu turunan naga ya?

Pasti kalian berharap paragraf ini dimulai dari saya bangun tidur lagi seperti sebelum-sebelumnya, kenapa sih suka banget kayaknya kalau mendeskripsikan bangun tidur? Ada apa?

Alasan utama saya tidak menjelaskan dari bangun tidur karena sudah keseringan, setiap bangun pasti begitu-begitu saja, tidak ada hal yang spesial kalau si Rian yang ada di samping saya, beda lagi kalau Marni. Mungkin sampai akhir akan sering diceritakan bagaimana saya bangun tidur dengannya. Saat malam akan tidur juga sepertinya akan saya ceritakan.

Tuhkan jadi banyak berhayal tentang Marni lagi, sudah ah masih pagi.

Niatnya mau goreng telur untuk sarapan pagi ini, tapi waktu mau ditambah toping sayuran ternyata tinggal sedikit lagi. Padahal habis belanja di pasar sama Ibu bubur, eh jadi keinget sekarang kabarnya gimana ya? Bu Dara sama si Rehan maksud saya.

Sembari menuangkan minyak secukupnya ke teflon dan menunggu panas, si Rian keluar dari dalam kamar mandi. Jangan tanya habis ngapain, tidak mungkin habis nanam tomat di sana. Kalau saya sih sudah mandi dan harum mewangi seperti taman-taman bakti.

Aroma telur yang baru dituangkan ke teflon menguar, gurih sekali pasti. Kali ini omletenya dalam porsi besar sebab untuk dua karyawan juga. Saya kira yang kini duduk di kursi meja dapur itu si Rian, ternyata si Asti dengan segelas susu yang diminumnya.

"Sti, memangnya sayuran kita stoknya tinggal segitu lagi? Banyak banget ya yang beli seblak?"

"Banyak Om. Tapi stoknya masih banyak kok."

"Itu kan buat jualan, ini buat konsumsi kita aja. Jangan disamain ah, nanti suka kebablasan habisnya."

Dari dulu saya memang tidak suka bahan buat jualan dipakai buat konsumsi pribadi, memang sih masih banyak sayur untuk seblak tapi kan kalau sembari dipakai buat sehari-hari pasti habis juga. Ditambah lagi akhir-kahir ini bahan-bahan jarang berubah sendiri, tidak seperti waktu Mbak Ifah pesan pizza.

Omlete sudah jadi, saya gulung dengan spatula lalu dipotong menjadi beberapa bagian, setelahnya ditaruh di piring untuk disajikan. Terlihat menggoda dan menggemaskan, jadi semakin lapar.

"Om, kita tetep di tanggal 18 ternyata." Kalender yang ada di atas meja diperhatikannya.

"Syukur deh berarti kita nggak gagal ekspedisi. Ambil nasinya Sti." Maksudnya bawakan nasi yang sudah matang di dalam penanak itu ke atas meja, sementara saya ambil piring dan sendok. Kebetulan si Rian juga sudah kembali dan memakai bajunya.

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang