58 - Pelan-Pelan, Nanti Tambah Sakit

7.4K 1.6K 1.3K
                                    

badak cemenDitonjok bonyok1k komenYok bisa yok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


badak cemen
Ditonjok bonyok
1k komen
Yok bisa yok

btw yang nggak komen pasti bakal jomblo terus. A-

=====*=====

Syukurlah Yang Kusayang masih aman, dua karyawan saya menutup tempat itu dengan sangat baik. Kalau tidak salah di sana harusnya ada kaca atau toples selai tapi ternyata sudah tidak ada, pasti seseorang telah membersihkannya.

Hmmm tumben sepi.

Oh iya masih tutup. Turun dari mobil sedikit membuat kepala sakit, sampai nyuuut itu bunyinya, saya hampir kehilangan momen-momen di mana kepala damai bekerja menyelesaikan tugasnya. Kalau sudah terluka seperti ini otak akan mengerjai saya tidak ya? Ya kayak si Asti waktu itu, nadahin air ke piring padahal mau ambil nasi.

Dokter Toni mengantar saya sampai ke depan Yang Kusayang, dia membukakan pintu mobil tadi dan dua karyawan saya turun atas kemauannya sendiri. Malu sebenarnya dituntun berjalan seperti ini, seperti nenek-nenek yang sudah renta, padahal saya bujang tampan tak ada dua. Huft, mas belalang sembah merepotkan saja.

"Yan, pinjem hp lu bentar dong. Hp gue kan di dalem nggak dibawa," ucap si Asti sesaat keluar dari mobil.

"Buat apaan?" Laki-laki itu mengasongkan ponselnya lalu menenteng buah-buahan yang diberikan dokter Toni.

"Buat ngaca, kayaknya wajah gue kecapean deh agak berminyak gitu."

"Peres terus masukin botol buat goreng akhlak lu!" ketusnya sambil melewat berjalan duluan. Kelakuan dua karyawan memang tak ada habisnya, bertengkar dan bertengkar tapi bagusnya tidak pendendam seperti mas belalang sembah.

Dikarenakan saya berjalan pelan jadi si Asti kini sejajar dengan saya, ia memerhatikan wajahnya di kamera depan ponsel . "Ini wajah dipakein skin care ngabisin duit, nggak pake malah kayak gorengan oncom," gumamnya mengusap-usap wajah. "Iew. Om, kalau kita beneran pulang nanti, gaji Asti langsung dibayar 'kan?"

Ya Tuhan, baru juga sampai dia sudah menanyakan gaji. Tidak lihat apa kepala saya sudah seperti culen Bandung diperban begini. "Bisa. Bisa saya potong gaji!"

"Ma-maaf, Om. Jangan gitulah."

"Pelan-pelan, Yat. Nanti tambah sakit kalau marah-marah." Itu Dokter Toni yang berbicara sambil membawa saya menuju depan Yang Kusayang, saya kalau sudah emosi kadang lupa apa yang sedang dirasa.

Si Rian tengah membuka-buka warung, pintu bagian depan dia geser-geserkan agar terbuka. Ya, pintu sialan yang membawa kami ke tempat-tempat ini masih bertengger gagah setelah membuat saya berdarah. Tidak merasa bersalah apa ya itu pintu sudah banyak melukai tapi masih menetap di sini.

Saya duduk di kursi yang biasa selalu ditempati--- dekat kasir. Dua karyawan langsung bersiap memakai celemek hijau matcha untuk kembali bekerja menuntaskan hari ini, kami sepertinya memiliki pemikiran yang sama : tidak mau menunda-nunda misi.

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang