47 - Mendesah Kesakitan

6.6K 1.5K 936
                                    

Beli durenDi apartemenYuk spam komenBiar keren

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beli duren
Di apartemen
Yuk spam komen
Biar keren

=====*=====

Saya hitung itu jumlah pelanggan berulang-ulang agar bisa memenuhi target ekspedisi hari ini, sudah dapat dua puluh lima belum ya? Kayaknya sudah tapi saya ragu makanya belum berani tutup warung. Jika tidak memenuhi target dan harus mengulang di tempat ini saya tidak mau, apa yang dilakukan Neneng begitu mengecewakan. Bagaimana kalau karyawan saya hilag kesadaran selamanya? Untung si Rian bisa berenang dan cepat mengangkat anak itu.

"Kayaknya udah," lirih saya sembari menggigit bibir bagian bawah harap-harap cemas perkiraaan sesuai dengan kenyataan. Saya datangi mereka-mereka yang masih nongkrong di Yang Kusayang. "Terima kasih sudah mampir hari ini, tapi maaf kami harus menutup warung lebih cepat."

"Oh, gitu? Tapi karyawan Mas yang tadi baik-baik saja kan?"

Saya tidak tahu pastinya kayak gimana selain si Asti tetap sadar setelah hampir tenggelam. "Ba-baik- kok, Mas. Terima kasih. Maaf ya."

Akhirnya orang-orang itu memberi pengertian karena mungkin iba melihat bagaimana respons kami saat insiden itu terjadi, bagusnya mereka bukan pemesan baru datang jadi membubarkan mereka sekarang tidak terlalu bermasalah setelah diberi waktu duduk di sana cukup lama. Semengesalkannya karyawan saya tidak boleh ada yang berani melukai mereka, bahkan saya sebagai bosnya sendiri tidak kepikiran melakukan apa yang Neneng lakukan.

Bagaimanapun juga saya ini bos mereka yang harus memastikan keadaan terkendali tanpa ada masalah apalagi bermasalah. Tidak peduli kursi belum diangkat atau barang-barang masih ada di luar, saya tarik pintu geser Yang Kusayang agar tidak ada siapapun yang masuk ke dalam. Sialnya aksi itu tertahan karena kehadiran seseorang.

"Ma-maafin Neneng ya Bang." Dia berdiri kuyu penuh kesedihan. Neneng tampak takut mendatangi saya setelah tadi diberi tatapan penuh kekecewaan. "Neneng tadi nggak sengaja dorong---"

"Kamu dorong karyawan saya tadi! Gimana bisa kamu bilang itu nggak sengaja?" Muak sekali mendengar pernyataannya setelah melakukan banyak ulah. Insiden kebakaran masih bisa dimaafkan tapi urusan nyawa karyawan tidak bisa diberi pengecualian.

"Oke Neneng salah! Neneng marah sama dia karena Abang nggak bakal nikahin Neneng. Waktu Neneng kembali dari toilet dia juga bilang Neneng sakit jiwa 'kan? Neneng denger semua itu, Bang!"

"Cukup!" Saya tarik lagi pintu sekuatnya sampai menyentuh batas tengah. "Sekarang kamu pulang!"

"Abang ganteng beneran nggak bakal maafin Neneng?" tanyanya sambil bercucuran air mata. "Pasti dia 'kan yang udah bikin Abang benci sama Neneng?"

"Cukup, Neng, cukup! Kamu yang udah buat saya benci dengan tempat ini." Mundur, menarik sebelah pintu lagi sebelum akhirnya benar-benar tertutup. "Kamu cepat pergi sebelum saya benar-benar marah, Neng. Saya mohon, kamu pergi. Sekarang."

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang