28 - Lincah dan Mempesona

5.6K 1.7K 112
                                    

Cepat-cepat saya ambil salah satu dari pelanggan yang berkumpul untuk bantuin jawab misi di buku besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cepat-cepat saya ambil salah satu dari pelanggan yang berkumpul untuk bantuin jawab misi di buku besar. Buku itu sudah dibuka dan catatannya masih ada, duuh untung keburu ingat meski sudah malam begini.

Laki-laki berkaus putih dengan celana pendek bersedia membantu dan kini duduk di kursi untuk diintrogasi--- sudah sepeeti di kantor polisis saja--- mendadak saya jadi cemas seperti menunggu istri yang akan melahirkan padahal tengah menanti jawaban.

"Mas asli orang sini?" tanya si Asti.

"Saya?" Menunjuk dirinya sendiri. "Bukan."

Aduh! Kacau!

"Tapi tahu tentang kampung ini?" tanya saya berusaha sebisa mungkin.

Sialnya dia menggeleng. "Enggak juga. Saya ke sini karena diajak teman saya yang orang sini."

Sulit memang mengetahui mana orang sini asli, ada banyak sekali manusia yang sama. Seandainya orang sini memliki ciri khas sudah pasti bisa dibedakan, kalau begini 'kan tidak tahu yang mana karena sejak pagi yang ditemui hanya orang-orang pembangunan yang katanya relawan.

"Kalau gitu tolong bawa teman Mas ke sini!"

Ide yang bagus, karena saya dan si Asti tidak tahu mana teman si laki-laki jadinya mending dia saja yang cari. Kalau bisa jawab secara lengkap saya traktir kopi deh, seriusan.

Mas-mas berbaju putih tampak mengajak seseorang tapi tidak pada kumpulan temannya yang tadi, dia mengarah ke kiri dan membawa seorang perempuan yang kemudian dibawa ke sini.

"Cieee pacaran, ya," tebak si Asti secara spontan, padahal bukan itu masalhnya.

"Maafin karyawan saya, Mbak. Kita cuma mau tanya, Mbak asli orang sini?"

Setelah sedikit seringaian ditunjukkan, dia menganguk. "Kenapa gitu?"

"Gini Mbak, kita kan masih baru di sini jadi nggak begitu paham soal daerahnya. Kalau boleh tahu nama kampung ini apa ya?"

"Kampung Jayatinggi. Emangnya Bang Diyat nggak ke RT dulu waktu buka warung di sini?"

Hampir lupa lagi bahwa setiap tempat yang dikunjungi mereka tahunya saya sudah buka warung satu minggu, pantas mereka bertanya-tanya. Orang bodoh macam apa yang tidak mengunjungi RT dulu sebelum menetap di suatu kampung yang ditinggalinya apalagi saya baru. Maaf Mbak, Mas, ini semua salah jin dan nenek kayu jadi saya nggak tahu.

Kekehan malu ditunjukkan. "Kalau RT-nya Mbak tahu?"

"Tahulah Bang, kan orang asli sini. Sering juga ke rumahnya karena anaknya satu kelas sama saya."

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang