12 - Kita Lagi Liburan

7.9K 2.1K 62
                                    

--=*=--HAPPY READING------•------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

--=*=--
HAPPY READING
------•------

...........

"Maaf, ya Mas." Dia mengangkat telepon. "Halo Ma?"

Samar-samar saya dengar apa yang mereka obrolkan.

"Udah belum beli terigu sama gula putihnya? Daritadi ditungguin belum nyampe juga."

"Iya Ma, aku lagi di jalan."

"Buruan!"

"Iya." Percakapan berakhir, jadi sejak awal dia memang tidak seharusnya ada di sini, tapi nggak apa-apa deh, tanpa Mbak Ifah mungkin rumus yang tadi didiskusikan tidak akan terpecahkan. "Saya permisi dulu ya Mas."

"Oh Iya Mbak. Makasiih ya." Ini saya yang ngomong ke wanita berkerudung kuning itu, dia berjalan ke arah toko si Koko. Kopinya ditinggal di sini, mana dari tadi nungguin kopi eh setelah jadi malah diminum satu kali.

"Om diyat! Tante itu kenapa?" tanya si Asti dari depan.

"Salah server! Harusnya ke sana."

"Oh ... haha." Cewek itu kembali promosi di depan. Kasihan juga kalau cuma sendirian, jadinya saya suruh si Rian bantuin. Kebetulan dia tidak sendang melakukan apa-apa. Kini keduanya sama-sama berusaha menarik perhatian di depan.

Senyuman tiba-tiba terbit di bibir manis saya, biasanya suka ada Bu Tita yang menyahut kalau mereka terlalu berisik. Duuh tempat asal memang selalu dirindukan ketika kita berjauhan. Kira-kira, warga Mandala Sari sedang apa ya sekarang?

Oh iya benar juga! Kan ada telepon, mungkin dengan cara itu bisa berkomuniksi dengan warga mandala sari. Kenapa tidak kepikiran dari kemarin-kemarin? Saking sibuknya mikirin cara pulang sampai lupa cari alternatif buat bisa merasa pulang. Saya tebak, Jin memang sepertinya menutupi pikiran kami biar sibuk ke sana ke amari.

Saya cari di mana letak ponsel, ternyata di saku celana. Celana abu-abu yang dibeli sendiri saat belanja kebutuhan Yang Kusayang. Setelah menyala nomor Bu Kos yang saya cari pertama, kenapa bukan Bu Tita? Karena dia suka lupa menyimpan ponsel, daripada lama ya mending Bu Kos yang ponselnya selalu dia pegang.

"Halo, Yati?"

Dapat! Ternyata sistem telepon bisa digunakan. Saya mendadak haru mendengar suaranya yang sekarang ada di telepon, biasanya mengobrol langsung tatap wajah. Anehnya saya juga tidak marah dipanggil Yati karena rindu, perubahan perasaan seseorang wajar kan ya. Tapi jangan salah sangka! Saya nggak cinta Bu Kos.

"Diyat, Bu Kos. Ngomong-ngomong lagi ngapain di sana?"

"Gue abis dari pasar, dari kemarin gue lihat warung lo tutup Yat. Kenapa? Cuti lu ye?"

Berarti Yang Kusayang bangunannya tidak hilang? "Warung saya ada di sana Bu Kos?"

"Ya iya ada. Masa lu pindahin. Sebenernya lu di aman sih?"

"Ini ...." Tiba-tiba jadi banyak orang masuk ke Yang Kusayang. Jadinya terdengar ribut, si Asti sama si Rian berhasil menggaet pelanggan. "Kita lagi liburan Bu Kos." Alasan seperti itu bukan kemauan saya, tapi kalau dijelaskan pasti bayak pertanyaan dan tidak akan ada yang mempercayai.

"Itu siapa Om?" tanya si Asti.

"Bu Kos," bisik saya. Si Rian baru saja mau ikut menimbrung ke percakapan eh malah ada yang pesan jadinya harus melayani. Nggakbapalah Yan, saya nggak akan potong gaji kamu deh sebagai gantinya.

"Asti pengin ngobrol dong Om." Saya langsung kasih ponsel di tangan. "Halo Bu Kos, apa kabar?"

"Bae gue Sti. Lu liburan sama bos lu? Hati-hati lu nakalin si Diyat."

"Liburan?" Si Asti natap saya meminta penjelasan. Ya sudah saya beri anggukan yang untungnya dia langsung paham. "Oh iya Bu Kos, Asti butuh refresing. Iya nih, Om Diyat di sini kasihan banget."

"Kenapa gitu?"

"Banyak yang godain."

"Udah gure bilang cepetan kawin malah nggak kawin-kawin."

"Bu Kos porno!" Si Asti tertawa, tak ada habis-habisnya masalah kawin itu membuat tertawa. Karena diloud speaker yang hanya bisa didengar oleh kita berdua jadi pelanggan tidak akan bisa dengar sebab speakernya lumayan pelan.

"Cariin saya jodoh dong Bu Kos."

"Bukannya lu suka sama si Marni anak Pak Londo yang udah nikah dua bulan lalu itu?"

Sumpah! Saya tidak pernah cerita ke siapa-siapa, kecuali .... "Bu Kos tahu dari siapa?"

"Si Tita, kemarin kan gue mau ke warung lu. Eh tutup, ya udah ke si Tita aja beli buah. Dia cerita gitu. Nggak nyangka gue sama lu Yat."

Tuhkan benar, mulut Ibu-Ibu memang nggak pernah bisa dipercaya keasliannya. "Bu Kos jangan bilang siapa-siapa ya."

"Ngapa? Malu lu ditinggal kawin?"

"Pokoknya jangan Bu Kos. Nanti kalau saya pulang dikasih bonus piscok satu deh."

"Beneran?"

"Iya bener bu Kos."

"Ya udah deh. Tenang aja. Eh gue harus masak dulu nih, udahan dulu ye."

"Iya Bu Kos. Daah," saya sama si Asti barengan bilang.

Tahu apa yang paling menyebalkan? Tatapan si Asti sekarang! Dia pasti akan terus menggoda saya dengan perkataan Bu Kos tadi tentang si Marni yang saya taksir. Ah gawat! Harus tutup kuping setiap hari.

"Ciee Om Diyat ternyata suka sama tante Marni. Pantes waktu kondangan malu-malu gitu."

"Apaan sih Sti, udah ah balik kerja!" Saya berdiri buat menghindari, eh dia malah terus ngikutin sambil nyanyi.

"Harusnya aku yang di sana ... dampingimu, dan bukan dia."

"Mbak! Suaranya mending dipendam saja. Nggak cocok buat nyanyi," celetuk seorang pembeli di meja dekat kami.

Wajah si Asti langsung cemberut. Haha, karma itu namanya. Saya lagsung masuk ke dalam, mau mengolah piscok yang tadi belum sempat diolah sama sekali. Otak kadang aneh, tiba-tiba saja gitu mikir : Besok bakal pindah ke mana lagi, ya?

-= EKSPEDISI WARUNG KOPI =-

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang