22 - Emang Blackhole Bisa Nyedot Dosa?

6.7K 2K 248
                                    

Menengok kanan-kiri, jelas di ingatan bahwa pelanggan sudah mencapai dua puluh tiga orang hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menengok kanan-kiri, jelas di ingatan bahwa pelanggan sudah mencapai dua puluh tiga orang hari ini. Bisa dikatakan sekarang adalah ekspedisi paling sepi sekaligus ekspedisi yang membuat semangat mudah sekali pergi.

Orang-orang di warung dan suara ponsel di atas meja tak lagi terdengar rimanya. Laju kendaraan di jalanan tak juga kedengaran. Benar-benar sepi seperti ruang dalam hati.

"Sepi banget ya Om Bos."

"Bikin rame dong Yan. Joget atau apa gitu."

"Aku kan nggak suka joget, Om. Nggak ahli."

"Bisa nyanyi tapi, kan? Waktu cuci piring saya sering dengar kamu nyanyi kopi dangdut."

"Om Bos suka ngintip? Nanti matanya bintitan. Bisa-bisa jadi titan."

"Ngintipin kamu mah bintit juga malas dekat-dekat. Lagian mana ada titan ganteng seperti saya. Kalau ada berarti saya titan paling tampan di dunia." Kalau ada ajang wajah titan tertampan saya akan ikutan, ta-tapi takut jadi rebutan. "Udahlah, gitar ada di atas, kamu ambil gih."

"Males ah, Om. Mana nggak ada penontonnya."

Hadirnya orang yang mengapresiasi memang bukan tujuan akhirnya, tapi kalau saat melakukan sesuatu ada yang menghargai rasanya senang sekali. Bisa menambah semangat dan berusaha melakukan yang terbaik. Kenapa sih kampung ini harus sepi? Di depan juga Bu Dara sudah menutup jualannya.

"Kan ada si Milea yang dengerin."

"Milea? Kita kan lagi di Sumedang Om, bukan di Bandung."

Menunjuk dengan dagu pada sosok gadis yang tengah bermain ponsel, "Tuh ada Milea lagi main hp."

"Si Asti? Nggak ada cocok-cocoknya."

Begitu saya bilang si Asti adalah Milea, wajah dia berubah menjadi sok cantik karena perkataan kami berdua cukup keras. Mending kalau wajah dia mendukung untuk berpose seperti ratu sejagat, jadi ratu se-Mandala Sari saja masih jadi misteri ilahi. Ponselnya dia simpan lalu fokus pada obrolan kami. Setahu saya Milea tidak mengedipkan mata cepat-cepat kayak orang sawan.

"Tuh, Yan. Milea-nya nunggu digombalin."

Mungkin karena dasarnya memang suka bercanda, si Rian memperbaiki posisi duduknya bergaya pemain film. "Kamu ... Milea, ya?"

"Iya," jawab si Asti dengan menipiskan bibirnya sembari diangkat sampai hampir menyentuh mata.

"Boleh aku ramal?"

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang