"JANGAN LUPA HADIRI ACARA NONTON BERSAMA DI WARUNG KOPI OM DIYAT MALAM INI!"
Itu suara si Asti yang memakai toa di bak mobil pick-up saya. Iya toa yang waktu itu pernah dipakai untuk membangunkan dua karyawan tapi malah dikira kebakatan beneran sampai toilet umum menjadi korban. Kalau diingat-ingat lagi kejadian itu bikin ketawa juga sekaligus tidak nyangka bahwa saya pernah melihat dan bertemu orang-orang baru seperti mereka.
Mas-mas yang tidak tahu siapa namanya itu memimpin di depan, saya sama dua karyawan pakai mobil pick-up untuk mengumumkan. Tebak siapa yang menyetir? Iya saya karena si Rian dan Si Asti ada di belakang. Bukan apa-apa, di bak mobil pasti panas sedangkan saya sedikit musuhan dengan panas.
Jangan tanya pesona saya seperti apa saat mengemudikan mobil pick-up ini, menawan pokoknya. Apalagi kacamata hitam yang saya kenakan semakin menarik perhatian orang-orang. Janda anak tiga juga bisa jatuh cinta sama saya, dijamin deh. Cuma masalahnya saya tertarik atau enggak, kata orang sih janda lebih menggoda. Benar tidak ya?
Kampung Jaya Bumi ini ternyata memang berada cukup jauh dari Yang Kusayang, makanya waktu melihat dari sana tidak kelihatan apa-apa. Jaraknya kira-kira sekitar 100 meter antara warung kopi dan kampung terdekatnya---Jaya Bumi.
"Om!" panggil dua orang anak kecil yang tengah duduk di sebuah kursi depan rumah warga. Mereka laki-laki dan perempuan, sangat menggemaskan.
"Ciee pacaran ya??" goda saya saat si cewek memeluk satu tangan si cowok. Kemudian mereka tertawa dengan sesekali menutup mulut menampilkan gigi ompongnya.
Rumah-rumah ujung kampung ini masih biasa saja, maksudnya dari kayu dan sebagian memang ada yang ditembok. Melaju lebih jauh lagi rumahnya malah semakin bagus, berlapis tembok dan pagar besi. Kalimantan tidak seperti apa yang dibicarakan orang-orang Jawa, di sini rumahnya tak kalah bagus juga ternyata.
"Masih jauh nggak Mas rumah Pak RTnya?" tanya saya pada si laki-laki yang kini melaju pelan berdampingan. Kaca jendela sengaja dibuka agar bisa mengobrol dan melihat suasana.
"Bentar lagi, Yat. Kamu 'kan harusnya udah ke sana."
Ah iya juga, orang pindahan pasti akan menemui Pak RT dulu baru pada warga yang lain. Haduuh, keseringan bingung sendiri begini juga malah menyebalkan. Siapa yang salah? Jin-lah, masa saya. Apapun masalahnya, yang salah harus tetap jin karena dia yang memindahkan kami. Pasti dia, pokoknya dia.
Dilihat-lihat jarang sekali warung di sini, tidak seperti di pulau Jawa yang di setiap belokan pasti ada. Beberapa puluh meter kemudian baru ada warung lagi, tempatnya agak sempit tapi cukup ramai. Pantas saja Yang Kusayang sepi, ternyata ke tempat ini. Dilihat dari desain interior dan perpaduannya, warung saya jauh lebih bagus dari ini. Maaf bukan bermaksud warung shamming tapi saya membanggakan apa yang menjadi milik saya.
"KITA NONTON BOLA SAMA-SAMA MALAM INI! JANGAN LUPA DATANG!!"
Kali ini suaranya lebih berat, pasti si Rian yang berbicara. Beberapa orang terlihat keluar dari rumah, ada yang memakai daster sambil makan, ada juga yang fokus memerhatikan kami yang melintas di depan rumah mereka. Ada juga yang ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekspedisi Warung Kopi
Humor[SUDAH DINOVELKAN] FOLLOW SEBELUM BACA BIAR GAK DOSA] • [Fantasi, Komedi, Misteri] ============== TERBIT, TERSEDIA DI TOKO BUKU KESAYANGAN KAMU Rank tertinggi : #3 Misteri #1 Kopi (dari ribuan cerita) Warung kopi dengan tulisan besar "Yang Kusayang"...