35 - BO? Itu Ide yang Bagus

5.9K 1.5K 242
                                    

[Maaf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Maaf. Tidak ada niat menyudutkan pihak tertentu. Nikmati ceritanya ya.]

***

Air hangat dari dispenser saya tekan untuk dicampurkan dengan teh yang sudah ada dalam gelas. Perempuan yang entah siapa namanya itu pasti kedinginan apalagi bajunya kekurangan bahan tak pemunut seluruh badan. Barangkali saja teh hangat bisa memberi sedikit rasa nyaman.

Tadi perempuan itu saya ajak ke warung kopi karena jika dibiarkan juga tidak tega, ditanya mau ke mana tidak menjawab sebab sedih karena kejambretan. Jadilah saya bawa saja ke Yang Kusayang, siapa tahu bisa tenang dan mau cerita agar bisa meredakan masalahnya.

"Om Bos repot-repot banget, aku jadi ngerasa tersentuh. Kalau gini caranya mah aku sakit terus juga nggak apa-apa."

Siapa yang ngomong itu? Oh, si Rian, baru bangun ternyata. Enak saja, dia pikir teh ini untuk dia apa ya? Pake merasa tersentuh segala lagi, kalau dia sakit terus saya yang repot. Argh! Jadi emosi. "Ini bukan buat kamu."

"Terus buat siapa?"

"Buat pelanggan di depan." Saya mengaduk teh manis dengan sendok. Ketika dihirup; Hmmmmm bau teh.

"Om Bos udah buka warung? Tumben."

"Bujangan seperti saya jangan bangun siang, nanti rezekinya dipatok dinosaurus." Sendok disimpan dan teh manis sudah bisa diberikan.

"Emang dinosaurus ada di sini?" tanya si Asti yang baru datang dengan rambut singa dan suara chipmunk-nya.

"Ada, kan kamu." Kabuur! Daripada dia mengamuk lebih baik saya pergi, ketika berlari si Rian terdengar ketawa puas sekali.

Begitu tiba di halaman Yang Kusayang perempuan itu masih di sana menutupi wajah, suara tangisnya entah dibuat-buat atau memang sudah lelah dengan keadaan ini. Kalau bicara keadaan saya juga lelah Dek, lelah di-ghosting nenek kayu dan jin seperti ini.

Untungah di dekat tempat si Asti kerja ada tisu jadi saya ambil saja untuk dibawa pada mbak BO itu, panggilnya gitu saja apa ya soalnya nggak tahu namanya. Eh, tahu nggak? Kakek-kakek itu masih ada di sana, entah mau mendekat atau bagaimana pokoknya melirik ke arah warung kopi sedari tadi.

"Ini, Dek, minum dulu," ucap saya sambil menyodorkan tisu. Dia ambil satu dan langsung meminum tehnya, tangisan dia jeda sampai habis setengah gelas. Ngomong-ngomong saya memang buat teh manisnya dalam porsi gelas besar karena kayaknya dia suka yang besar.

Sroot!

Ingus dikeluarkannya ke tisu, itu kalau saya lagi makan sudah langsung pengin muntah karena dorongannya kuat sekali. Minumnya juga cepat, pasti sedotannya kuat--- tarikan mulutnya, nggak tahu ah apa itu namanya.

"Makasih ya, Om." Tisu baru dia ambil untuk mengusap matanya, dilihat-lihat kasihan juga Mbak BO ini.

"Iya sama-sama." Duuh mau bertanya jadi sungkan karena bajunya itu memaksa saya untuk melihat ke sana. "Uhmm... kalau Om boleh tahu, adek kenapa bisa jalan ke sini tadi? Rumahnya di sekitar sini ya?"

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang