44 - Lemas Setelah Mengeluarkan Banyak

6K 1.6K 688
                                    

Beli koyaDi warung si MamatSpam komen yaBiar saya semangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beli koya
Di warung si Mamat
Spam komen ya
Biar saya semangat

-= HAPPY READING =-

"Kenapa sih cowok kalau punya pacar suka nggak mau posting foto ceweknya di sosmed mereka?" keluh si Asti saat bermain ponsel. Kali ini pelanggan sedang berkurang jadi bisalah santai-santai, saya sedang memotong kuku biar rapi bersih dan terawat seperti wajah ini.

"Kayak lu punya pacar aja nanya gituan," sahut si Rian dengan sebuah minuman rasa jeruk yang diambil dari lemari pendingin. "Lagian takut direbut sama temennya kali, atau pacarnya ada banyak. Ngapa emangnya?"

"Penasaran aja, Yan. Gue sering tuh dapet curhatan kayak gitu, ini juga di Whatsapp temen gue bikin status nyindir-nyindir pacarnya yang nggak pernah post foto dia."

"Menurut saya ini mah ya. Mungkin si cowoknya nggak mau dibilang pamer, Sti. Kalau pamer kan artinya ria, kalau ria berarti perbuatan tercela terus dapet dosa. Kalau udah berdosa nanti masuk neraka. Jadi, kalau post foto cewek mungkin takut masuk neraka." Benerkan apa yang saya bilang? Logika aja sih, tapi kalau Marni belum punya suami, saya mau posting foto Marni di facebook saya.

"Cocolmologi dari siapa itu, Om? Ngarang ya?" Si Asti menyipitkan mata curiga.

"Cocokologi, Sti. Hadeeh, gue cocol juga nih."

"Mau dong dicocol."

Kali ini giliran saya yang menyipitkan mata, tingkah mereka membuat saya curiga. Mana waktu dipandangi keduanya malah pura-pura bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa. Ada kabar apa yang sebenarnya tidak saya ketahui dari mereka? Bikin penasaran saja.

Saya ambilah itu pisang coklak dari dalam karena potong kuku sudah selesai, kemudian dibuka plastiknya lalu dimasukkan ke dalam mulut. Ah, dingin terasa di dalam. Melihat ke arah pelabuhan membuat mata sejuk dan tenang, entah kenapa saat seperti ini saya seperti diberi harapan yang akan dikabulkan.

Saya memejam. Tuhan, seandainya memang Marni bukan jodoh saya. Buatlah dia bahagia dengan pilihannya dan pertemukan saya dengan seseorang yang bisa saya cintai melebihi Marni.

Tersenyum. Hufft! Lega rasanya. Ombak, semilir angin dan cuaca yang cerah seolah  turut mengaminkan doa saya. Jika bumi dan seisinya mengaminkan, maka segalanya akan jadi sebuah keseriusan. Saya nggak sabar bisa menikmati kopi bersama di pagi hari, berbagi kisah-kisah konyol tentang perjalanan ini dengan sang istri. Menyenangkan kali ya kalau kekasih hati bisa dimiliki.

Ah. Saya jadi tiba-tiba galau gini.

"Om Diyat, itu ada Mbak Neneng sama bapak-bapak ke arah sini."

Si Asti membangunkan lamunan saya. Setelah dilihat ternyata memang mereka berdua. "Mampus kita, Yan, Sti." Saya berdiri sembari menelan piscok sampai tersedak untuk menyambut keduanya.

Mbak Neneng tampak tak mau lepas dari lengan si laki-laki yang terus digandengnya, mungkin dia yang dipanggil Bapak. Perawakannya ramping tapi wajahnya terlihat berada kira-kira lima tahun di bawah Pak Londo. Ramping di sini maksudnya tidak gemuk dan tidak kurus, malah tampak berisi dan terkesan menyeramkan dengan sebuah tato di tangan.

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang