25 - Bisul Tenggorokan Lo?

6.4K 1.8K 336
                                    

"Mas Diyat kata Bapak lagi liburan, ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mas Diyat kata Bapak lagi liburan, ya?"

"I-iya Marni. Kamu apa kabar?"

"Baik alhamdulillah. Ini lagi di rumah Bapak, kangen."

Tiba-tiba tersenyum, jangan bikin ge-er dong. Mau dijawab, "Kangen juga" kan malu kalau salah maksud. Pipi saya merah merona, terasa dibakar cinta yang bukan lagi untuk saya. Sebentar ... memangnya sejak kapan cinta Marni pernah ada untuk saya?

"Sama saya?"

"Sama keluarga."

Tuh 'kan patah hati lagi. Lebih baik mulai sekarang kurangi sikap berbangga hati jika tidak mau mengecewakan diri sendiri. Kalau sudah begini kejadiannya kan tidak ada pembahasan lain lagi, keburu tengsin.

"Sama kamu juga, Mas."

TOLONG PEGANGIN SAYA, CEKEK SAYA CEKEK CEPAT! Damage-nya tidak ada obat. Bisa-bisanya dia gombalin saya sampai meleleh seperti ini. Ternyata begini ya rasanya digombalin, pantas cewek-cewek suka. Pokoknya nyenengin hati dan pikiran.

"Mas? Halo? Kenapa diem?"

Seketika tersadar dari lamunan yang mulai ngawur jalan ceritanya. "Ah tidak, Marni. Mas masih di sini. Oh iya, suami kamu ikut juga?"

"Nggak, Mas. Dia ada tugas dulu jadinya nggak bisa ikut ke sini. Tapi nanti Marni bakal dijemput sama dia ke rumah dinas."

"Marni ... bakal lama di sana?"

"Kayaknya lama, tapi enggak tahu juga. Tergantung suami aja."

"Oh, begitu." Duuh jadi pengin buru-buru pulang ke Mandala Sari.

"Tante Marni, Om Diyat senyum-senyum!!" kata si Asti membuat salah tingkah sendiri. Apa yang dikatakan memang benar adanya.

"Eh, enggak Marni. Jangan percaya."

Kali ini serius pengin pulang, tidak peduli di sini lagi ada acara amal atau ramai pelanggan, pokoknya saya pengin ketemu Marni. Terlalu egois memang, tapi rasa rindu akan membunuh siapa saja yang tidak mengobatinya. Marni terlalu abadi di ingatan saya sampai punya tempat sendiri.

Salah saya yang sudah mencintainya dan tetap mencintainya meski dia sudah dimiliki orang lain. Mencintai memang tidak harus memiliki tapi cinta sejati seharusnya saling memiliki. Saya sama Marni memang tidak sejati, tapi mencintai bukan hanya milik mereka yang punya wewenang tinggi dan jabatan besar, kan?

Aksi teleponan diakhiri dengan ucapan semoga bertemu lagi. Dia menunggu saya pulang, dia bilang mau mampir ke warung, dia juga bilang mau bercerita hal-hal kecil selama menjadi istri seorang TNI. Saya bersedia mendengarkan ceritanya, tapi mungkin hati saya tidak akan kuat merasakan apa yang Marni rasakan.

Si Asti mulai tampak mengerti kalau saya memang masih mencintai, wajahnya tersenyum penuh arti sedari tadi. Sampai tidak sadar sudah ada pembeli yang tengah berdiri memperhatikan kami.

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang