05 - Oi Diyat, Ayolah Joget Dulu!

14.5K 3.3K 372
                                    

--=*=--HAPPY READING------•------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

--=*=--
HAPPY READING
------•------


"OM DIYAT!"

Terkejut, saya buru-buru turun ke bawah padahal baru akan mandi setelah pagi memanggil raga kami dari mimpi-mimpi-kadang-tanpa arti. Si Rian langsung berlari turut mengikuti gundakam anak tangga padahal tadi masih tidur pulas dan menyuruh saya mandi duluan.

Di leher masih ada handuk yang lunglai, si Asti tampak terkejut dari arah pintu warung. Kami berkumpul di titik yang sama, tumben dia bangun duluan. Tunggu, bukan itu permasalahannya!

"PINTUNYA BALIK LAGI!" pekik si Asti sembari mendekati pintu.

Sama kagetnya dan merasa menyesal karena sudah membeli pintu itu di toko aneh, saya menghadap ke tembok untuk memukul pelan lalu kembali melihat pintu berharap saat dibuka sudah kembali ke tempat semula.

"ASTI ... RIAN ... INI DI MANA???"

"HAAAAAA!"

Kami mengambil minum dan langsung duduk di sofa ruang tengah rumah, si Rian sama si Asti duduk sedangkan saya baru duduk setelah mondar-mandir di depan televisi. Air diteguk tanpa kehati-hatian hingga langsung dihabiskan.

"Om Bos, saya takut kalau begini terus," keluh si Rian.

"Astgafirullah, astagfirullah ...." Si Asti refleks beristigfar setelah kemarin dilakukannya juga.

Karyawan saya memang the best, yang satu berdoa penuh harap, satunya lagi diselimuti rasa khawatir seperti saya. Jin kalau masih mau main-main jangan sama kami atulah, SAYA PENGIN PULANG!

"Kita harus tenang. Kayaknya memang harus selesaikan misi dulu." Ini saya yang bilang agar mereka semangat. Kalender lipat di atas meja TV saya ambil. "Sekarang kita kembali ke tanggal tujuh belas, tapi tempatnya beda. Kalian tadi lihat 'kan di depan banyak plang permainan?"

Mereka mengangguk dan mulai fokus pada apa yang saya bicarakan. Si Asti juga menyudahi bacaanya, sepertinya sudah mendapat seribu istighfar.

"Yan, ambil buku besar kemarin." Dia mengangguk dan langsung ngambil apa yang diperintahkan, kemudian kembali lagi karena jaraknya memang tidak terlalu jauh-rumah saya bukan istana negara. Buku besar sudah ada di meja, saya membuka halamannya. "Data ekspedisinya nggak berubah. Nama kampung, Nomor Pak RT, mantra, semua masih sama. Tapi apa ya yang membuat kita pindah?"

Si Asti cepat merubah posisi jadi mendekati meja TOFTERYD high-gloss putih di sini dan menyimpan tangan di sana sama seperti saya. "Mungkin mantranya harus full dulu Om, baru bisa kita pulang ke awal."

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang