--=*=--
HAPPY READING
------•------"Ditunggu kunjungannya lagi Bapak-Bapak, Ibu-Ibu." Si Asti tumben menyapa dengan baik hati pada para pelanggan yang pergi. Sekarang Yang kusayang sudah sepi lagi karena hampir semua pembeli barusan itu kalangan ibu-ibu dan bapak bapak senam hari ini. "Pelanggannya kocak ya, masuk barengan pulang kayak selesai pengajian."
"Emangnya kenapa?" sahut si Rian yang menyeruput kopi bikinannya sendiri.
"Bagus aja gitu, kayak Bebek mau nyebrang. Kompak."
Haha, bisa saja. "Yan, tumben bikin kopi diminum sendiri."
"Iri aku Om Bos, kayaknya orang-orang suka banget sama kopi bikinan Rian. Eh ternyata emang seenak itu."
"Oh gitu, bikinin saya satulah. Mocchiato, ya."
"Oke Om Bos, bentar." Entang ingin menunjukkan skil yang semakin terasah atau memang bagitu caranya, pokoknya teknik dan penggunaan alatnya enak sekali dipandang seperti melihat wajah sendiri.
"Om bisa nggak nanya kenapa Asti ramah kayak tadi?"
Lha? "Oh iya, kenapa ramah kayak tadi?"
"Soalnya kata mereka Asti baik, cantik, ramah, makanya—"
"Bohong tuh Om Bos, orang mereka tadi bilang lo lucu doang. Nggak ada tuh yang bilang cantik." Sembari membikinkan kopi si Rian tetap menginterupsi. Emang ya tangan dan mulut kadang tak sejalan sama halnya dengan pikiran dan perbuatan.
Lupa, saya belum menaruh pisang ke belakang. Jadinya saya taruh dulu buah itu tapi tidak dimasukkan ke dalam kulkas dulu biar teksturnya tidak rusak. Tiga belas ribu adalah harga akhir dari yang katanya harga teman, syukurlah berarti saya dianggap teman oleh si Koko. Meski begitu, tetap saja saya kepikiran perihal bagaimana cara mengundang dia ke nikahan saya seandainya memang benar akan terjadi.
"Widiih, Mas, kakinya kenapa?" tanya seseorang yang mampir dan berdiri di dekat kami. Baru juga saya duduk, si Ifah sudah mampir ke sini.
"Kaki saya?" Iyalah menunjuk diri sendiri, masa orang lain.
"Dia siapa Om Bos?" bisik si Asti.
"Pelanggannya si Koko," sahut saya bisik-bisik juga.
"Mas, kakinya beneran nggak apa-apa?"
Aneh, padahal jelas-jelas betis saya mampu menopang tubuh sempurna ini sekarang, masih saja dipertanyakan kenapa. Ya karena izin Tugan lha Mbak, ya ampun. Eits! Sabar, harus tetap berkarisma. "Ngak kok, Mbak Ifah. Saya baik-baik aja."
"Berarti bisa jalan?"
"Bisa."
"Yuk Kapan ... hehe." Dia menutup mulutnya dengan dompet kemudian duduk di kursi yang agak dekat dengan kami. "Baper ya Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekspedisi Warung Kopi
Humor[SUDAH DINOVELKAN] FOLLOW SEBELUM BACA BIAR GAK DOSA] • [Fantasi, Komedi, Misteri] ============== TERBIT, TERSEDIA DI TOKO BUKU KESAYANGAN KAMU Rank tertinggi : #3 Misteri #1 Kopi (dari ribuan cerita) Warung kopi dengan tulisan besar "Yang Kusayang"...