--=*=--
HAPPY READING
------•------......
"Tanggal tujuh belas pengeluaran senilai delapan ratus ribu, pendapatan lima ratus ribu."
"Mantra apaan? Ini mah laporan keuangan, Mas. Bohongin saya ya?"
"APA?" Kami ambil lagi buku besar dari tangan Mbak Afifa. Setelah dilihat datanya masih ada dan lengkap. "Seriusan sama Mbak Ifa nggak kelihatan mantranya? Sti datanya ini ada kan?" tanya saya memastikan.
"Iya ada Om Bos" jawab si Rian. "Apa jangan-jangan cuma kita aja ya yang bisa lihat?"
"Masuk akal sih, kan kita yang dikutuknya juga. Ya udah Yan, simpen lagi bukunya."
Sekarang buku besar sudah tidak lagi ada di tangan. Pinter juga Jin membuat kami susah supaya tidak ada yang bantu sepertinya. Bisa-bisa saya disangka gila sama orang-orang kalau begini caranya.
"Om Bos, kayaknya ini masih belum jelas, kok belum ada tanda ceklisnya?"
Sebentar, saya pikir-pikir dulu ceklis apa. Ah lupa, jadinya menghampiri si Rian dan ternyata keterangan di buku besar itu hari ini belum ada centangnya. "Bukannya harusnya sudah ada ceklisnya ya?"
"Nunggu besok kali, Yan. Kan waktu itu juga begitu."
"Iya Yan, kemarin juga gitu kan?" Saya membenarkan perkataan si Asti karena memang masuk akal.
"Kayaknya enggak juga. Sti tadi yang datang ke sini ada lima belas orang nggak?" Saya malu kalau si Rian lebih pintar gini, apa anak SMK dilatih analisisnya bagus ya? Kok dia sering banget mikirin kemungkinan-kemungkinan. Si Asti yang dulunya IPA aja cuma main logika.
"Harusnya sih ada. Sama tante-tante ini jadi lima belas pas kayaknya."
"Panggil Mbak Ifah dong, Tante ketuaan," protes wanita itu.
Si Asti tak menghiraukan lagi, paling dipikirannya : Suka-suka sayalah!
"Berarti lima belas di sini emang berpengaruh. Kali ... tambah ... Bener juga!" Si Rian langsung mencari letak kalender dan melihat tanggal. "Sekarang tanggal delapan belas berati kalau ..."
"Apa? Delapan belas?" Saya kaget sekaget kagetnya, bukannya harusnya ada di tanggal tujuh belas ya?
"Iya, kenapa?"
"Itu artinya kita pindah tanggal! Harusnya kita ada di tanggal tujuh belas bodoh!" Si Asti bangkit berdiri menghampiri.
"Ah iya juga. Berarti kalau kita gagal kita nggak ngulang hari, tapi nambah."
"Jadi kalau kita nambah terus warga Mandala sari pasti heran dan curiga!" Pendapat dan dugaan saya tidak kalah keren kan? Iyalah, saya tahu bakat analisa saya juga nggak kalah bagus. Cuma terpendam saja.
"Bener Om, makanya kita harus selesaikan misi ini segera."
"Mohon maaf Mas, ini saya kapan kopinya ya?" Mbak Ifah protes di tengah diskusi. Keasyikan soalnya jadi lupa.
"Sebentar ya Mbak lagi konferensi meja bundar.'
"Bundar apanya berdiri depan kalender gitu."
Ah! Tidak usah didengarkan, kami harus fokus memecahkan rumus dari misi ini. Saya coba putar otak sampai kayang dan hasilnya, "Waktu tanggal tujuh belas di ekspedisi pertama, jumlah orang yang mampir ke Yang Kusayang ada berapa ya Sti?"
"Iya Om, mungkin nomor rumah sama tanggal sekarang dijumlah dan pelanggan Yang Kusayang jangan kurang dari itu. Masuk akal kan?"
Saya setuju. Maaf Yan waktu itu saya meremehkan, keren juga bakatmu ternyata. Nggak ah saya nggak mau ngomong langsung, begini saja juga dia pasti sudah geer. Sekarang si Asti lagi mikir keras, ingatannya memang kuat dan bagus.
"Empat puluh lima orang kalau nggak salah. Dari jumlah gelas sama menu yang terjual sih begitu. Yang ada BTSnya kan?"
"Nah iya si BTS itu. Mungkin ada ceklis karena jumlahnya mrmeng melebi. Tujuh belas ditambah empat belas berarti tiga puluh satu. Itu tandanya misi ekspedisi satu berhasil. Sekarang baru ada empat belas orang. Jumlah pelanggan belum sesuai, makanya nggak ada centang di sini."
"Ribet juga ya ternyata." Eh keceplosan sampai diperhatikan dua karyawan saya. "Tapi saya setuju sama analisa kamu. Masuk akal."
"Tidur dulu di sini enak kali ya?" sindir Mbak Ifah yang tampak lelah menunggu.
Saya memberi isyarat mata pada si Rian untuk segera membikinkan dan langsung dimengerti. "Iya Mbak sebentar ya."
"Ah iya Mas apa sih yang enggak buat Mas."
Kami semua langsung duduk di kursi kayu, si Rian membuat kopi. Sengaja tidak bertanya mau kopi apa karena seleranya pasti tidak beda-beda, sebenarnya sih malas saya nanyanya takut diberi gomblaan yang apa ya... semacam ditolak sama tubuh saya gitu.
"Berarti kita tinggal mancing delapan belas orang lagi biar ada ceklis. Sti, gunakan teknik promo kamu."
Dia mengangguk dan langsung berkunjung ke depan. Aneh, padahal saya promosi kok malah malah sepi, padahal sejak tadi ada sja orang yang lalu lalang di depan sana.
"Mari mampir kami ada diskon! Beli dua bayarnya cuma seharga dua produk yang dibeli. Yuk beli yuk!!!" Haha, sebenarnya itu tidak ada promosi karena harus bayar sesuai harga pesanan yang dibeli, tapi biasanya orang-orang salah fokus dan mampir ke sini, ya paling tidak menambah jumlah pelanggan.
"Ini Mbak kopinya, latte aja ya."
Mbak Ifah menerima dan langsung menyeruput, tapi tiba-tiba tersedak sebab ponsel yang ada dalam pouch di tangannya bergetar. Mungkin dia terkejut, pasti tenggorokannya sakit sekali sekarang sampai matanya berair.
"Maaf, ya Mas." Dia mengangkat telepon. "Halo Ma?"
......
-= Ekspedisi Warung Kopi =-
Lanjutannya di next chapter ya beb!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekspedisi Warung Kopi
Humor[SUDAH DINOVELKAN] FOLLOW SEBELUM BACA BIAR GAK DOSA] • [Fantasi, Komedi, Misteri] ============== TERBIT, TERSEDIA DI TOKO BUKU KESAYANGAN KAMU Rank tertinggi : #3 Misteri #1 Kopi (dari ribuan cerita) Warung kopi dengan tulisan besar "Yang Kusayang"...