Mata perlahan-lahan membuka untuk memperjelas cara pandangnya sembari sesekali melihat sekekitar, masih setengah terpejam dan pagi ini dingin sekali. Kenapa saya harus tebangun di keadaan gelap seperti ini, padahal rasanya sudah tidur lama tapi kamar yang lampunya sengaja dimatikan ini tak ada sorot matahari sama sekali.
Duuh, digin ....
ASTAGA!
Siapa yang membuka baju saya? Kenapa saya tidur tanpa busana seperti ini? Ya Tuhan menakutkan sekali, tidak mungkin si Rian melakukan hal ini bukan? Melihat ke balik selimut, ternyata masih mengenakan celana. Sebentar, semalam ... oh iya semalam panas sekali jadi saya memang melapas baju agar bisa tidur lebih nyaman lagi.
Kalau tidak salah ... tuhkan benar, si Rian juga begitu karena udara kampung Rambang sangat membuat gerah tapi kenapa sekarang bisa jadi begitu dingin? Tidak bisakah tetap ramah dan jangan berubah, jangan hangat sesaat terus dingin tanpa sebab? Eh, maaf jadi sedikit curhat. Ingatan tentang Marni selalu saja hadir kembali entah kenapa, saya juga tidak ingin mengganggu Marni terus menerus dengan pikiran-pikiran saya ini.
Hufftt! Saya harap saya jatuh cinta lagi.
Melihat ke arah jendela sedikit mengusik penglihatan, banyak cahaya kecil dari sana. Begitu membukanya barulah terlihat jelas kenapa pagi ini terasa gelap sekali. Pantas saja tidak ada cahaya karena jendela ini tertutupi dedaunan, melihat ke arah jam dinding ternyata bukan saya yang bangun kepagian, tapi warung kopi ini PINDAH LAGI!
"Akhirnya!!! Yan, bangun Yan!" Dengan girang saya ganggu anak itu sembari menarik-narik selimut yang melilitnya hingga dia merasa kedinginan dan terbangun dari ketidaksadaran.
"Dingin, Om Bos. Ah ganggu aja! Aku masih ngantuk," racaunya kesal dengan suara berat khas baru bangun tidur.
"Yan, kita pindah! Masa nggak seneng?"
"Senengnya tunda lima menit lagi ya Om, aku masih ngantuk."
Emang bisa ya senang ditawar dan ditunda kayak gitu? Aneh. Padahal harusnya dia jingkrak-jingkrak seperti saya karena berhasil pindah, tak ada lagi ibu-ibu gosip di tukang sayur, tak ada lagi hal-hal menyebalkan. Semoga di tempat ini bisa sedikit memberi rasa nyaman dan kelegaan.
Saya harus membagikan kabar ini ke si Asti karena dia pasti masih tidur, cepat-cepat tangga dilewati sebab kamar yang saya dan si Rian tempati berada di lantai dua, sedang si Asti di lantai satu. Selimut masih menggantung di pundak karena dingin tak bisa ditoleransi.
Belum sempat mengetuk pintu, anak itu sudah membukanya secara mandiri. Dia mengucek-kucek mata lalu keluar dengan wajah datarnya, dia berhenti saat melihat saya dan memperhatikan dari bawah hingga ke atas.
"OM DIYAT JANGAN BUKA AURAT!!" Dia spontan menutup mata dengan melambai-lambaikan tangan, saya juga langsung menyuruh tubuh saya memeluk diri sendiri agar selimut menutupi--- tadinya saya kira sudah pakai baju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekspedisi Warung Kopi
Humor[SUDAH DINOVELKAN] FOLLOW SEBELUM BACA BIAR GAK DOSA] • [Fantasi, Komedi, Misteri] ============== TERBIT, TERSEDIA DI TOKO BUKU KESAYANGAN KAMU Rank tertinggi : #3 Misteri #1 Kopi (dari ribuan cerita) Warung kopi dengan tulisan besar "Yang Kusayang"...