"Malam ini Pak RT?" tanya salah seorang warga yang berkumpul entah sedang membahas apa. Ternyata di semua wilayah pasti ada saja yang berkumpul dan dibicarakan, bagus sih agar tidak hilangnya interaksi antar sesama. Sempat saya dengan mereka membicarakan sebuah hal. Jakarta kalau tidak salah.
"Iya. Jangan lupa datang ya, nanti si Diyat bakal diskon dagangannya karena dia dukung Indonesia juga buat tanding sepak bola nanti."
Ya iyalah saya dukung Indonesia, orang saya juga lahir dan tinggal di sini. Darah, tulang dan hidup saya adalah Indonesia dan itu akan selamanya. Akan tetapi kenapa harus bawa diskon-diskon segala, kalau begini caranya saya bisa beneran bangkrut, tapi kalau diskon bisa bikin banyak pelanggan saya harus ikuti. Kenapa? Karena hanya kehadiran mereka yang menjadi tiket saya untuk kembali ke Mandala Sari.
"Memangnya yang tanding Indonesia lawan siapa, Pak?" tanya saya, kok orang-orang malah melotot sambil mengerutkan keningnya sih? Kan cuma tanya. Lagian juga saya nggak begitu ngikutin pertandingan bola, paling suka denger aja kalau ada yang ngobrolin.
"Kau kan yang adain acara, Yat, masa nggak tahu isi acaranya siapa sama siapa?" tukas seorang Ibu-Ibu.
Oke sepertinya saya salah bicara, jadilah terseyum malu-malu saja. Ini bukan ujian kenaikan kelas jadi nggak perlu jawab telat kan. Saya salah wajar manusia, jangan dihakimi atau dicaci maki, oke. Kalau jin salah baru boleh, kan dia makhluk halus.
"Si Diyat ini bercanda, Bu, dia memang suka bergurau orangnya," sahut Pak Tarmin haha-hihi. "Yang bener dong Yat, Indonesia lawan??" Menaikkan sebelah alis.
"Lawan bangsanya sendiri," timpal si Asti yang direspons bingung semua orang. Kayak dia tahu aja. "Bener kan? Seperti kata Bapak Soekarno."
"Pak Soekarno ngomongin bola?" Si Rian memang sebelas tiga belas sama si Asti tingkahnya ada-ada aja.
"Bukan, penjajahan."
"Hubungannya sama bola apa? Coba lo hubungin!"
Si Asti mengeluarkan ponsel. "Halo Pak Soekarno? Yhaa nggak diangkat, haha." Itu mereka kenapa harus tos segala? Dipikir lagi pentas teater apa, sialnya kenapa saya tertawa.
Pengumuman di daerah itu berakhir dengan kesepakatan akan hadir asal ada diskon yang melegakan ditambah saya harus menggratiskan es teh manis hangat karena nanti malam udara pasti dingin. Pake protes harganya mahal segala padahal kata Pak Tarmin harga kebutuhan di Kalimantan ini jauh lebih mahal daripada di pulau jawa. Harusnya mereka nggak protes beli es teh manis saya, maaf kalau sedikit ngomel, habisnya kesel.
"Memangnya kamu nggak tahu Indonesia bakal lawan Thailand nanti malam, Yat?" tanya Pak Tarmin saat mobil melaju di jalanan kampung. Jangan pikir si Asti sama si Rian berhenti menggaungkan pengumuman, mereka terus berbicara dengan pengeras suara.
"Ta-tahu kok Pak. Saya kan suka juga sama Thailand."
"Bisa bahasanya berarti?"
"Bisa. Mau dicontohin?" Dia mengagguk sampai akhirnya mobil mendadak direm, terdengar dua karyawan saya terjatuh di belakang, biarin ajalah nggak udah dipeduliin. Saya katupkan kedua tangan seperti memohon. "Gini .... Sawadikhap, maling kingkong salaneng kongkeng ngongeng-ngongeng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekspedisi Warung Kopi
Humor[SUDAH DINOVELKAN] FOLLOW SEBELUM BACA BIAR GAK DOSA] • [Fantasi, Komedi, Misteri] ============== TERBIT, TERSEDIA DI TOKO BUKU KESAYANGAN KAMU Rank tertinggi : #3 Misteri #1 Kopi (dari ribuan cerita) Warung kopi dengan tulisan besar "Yang Kusayang"...