15 - Ibu Bundaran HI, Eh Bu Dara

7.9K 2.1K 257
                                    

(Ditulis spesial untuk kalian, terutama warga tiktok yang datang karena fyp-nya)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Ditulis spesial untuk kalian, terutama warga tiktok yang datang karena fyp-nya)

***

"Kita pindah lagi!"

Saya terbangun, mendengarnya saja sudah tidak semengagetkan biasanya saking sudah biasa Yang Kusayang pindah tempat. Yang mengherankan adalah kenapa yang teriak suaranya jadi agak lebih besar?

Menoleh ke samping, lhaa si Rian sudah tidak ada di sini. Pantas saja yang teriak suaranya lebih berat, soalnya kalau si Asti kan agak cipmunk begitu, eh bukan cipmunk, cemprenglah kalau sederhananya.

Turun ke bawah, mereka berdua sudah menyalakan televisi sembari menunggu saya sampai. Pakaian hari ini tidak banyak perubahan, tidak perlu yang aneh-aneh soalnya apapun yang dipakai saya pasti terlihat bagus, serius. Tidak percaya? Tanya orang-orang di Mandala Sari, mereka pasti setuju.

"Kita buka hari ini Om Bos?" tanya si Rian.

"Iyalah, kenapa? Malas?"

"Bukan, bahan-bahannya udah habis."

Saya ambilah itu air di dispenser kemudian meminumnya. "Sti memangnya kamu nggak beli di online shop?"

"Gimana mau beli Om kalau warungnya aja pindah-pindah, bisa-bisa menjerit kurirnya kalau salah tempat. Gue di mane nih, gue di mane nih," ujarnya mencontohkan nada bicara. Sisir di tangan Asti masih digenggam sebab dia tengah menyisir rambutnya.

"Oh iya juga. Kalau begitu kita beli langsung ajalah." Duduk di sofa mengikuti mereka sembari melihat berita di televisi.

"Emang Om tahu ini di mana?"

Menggeleng, benar kan saya memang belum tahu. "Memangnya di mana? Kan saya belum lihat ke luar."

"Nggak tahu, di depan ada penjual bubur. Ibu-ibu. Sama kayak Om ngejadiin rumahnya sebagai tempat jualan."

"Serius?" Penasaran saya cek ke depan, benar atau tidak apa yang dikataan si Rian. Pintu ruang tamu—bukan pintu warung yang menyebalkan itu—saya buka dan memang benar adanya.

Di seberang sana ada sebuah rumah bercat kuning yang menjual bubur ayam saja, saya rasa kalau ditambah jualan bakso dan mie ayam kayaknya bagus. "Yan, buatin saya kopi ya. Yang biasa aja. Kalau belum balik anterin aja ke sana, mau ngobrol sebentar sama si Ibunya."

Si Rian yang ada di belakang saya langsung menyetujui dan sepertinya menutup pintu karena saya juga langsung pergi. Melihat-lihat sekitar jalanannya luas tapi aspalnya cukup rusak, kayaknya jalan utama dari kampung ini. Rumah-rumahnya juga rapi, warna-warni kayak LG... nggak jadi deh.

Kalau ada ajang banguna yang bisa jalan-jalan, saya akan langsung mendaftarkan Yang Kusayang karena sudah pindah-pindah ke banyak tempat dan merakyat. Pasti menang, orang pemiliknya saja percaya. Kira-kira kalau perjalanan ini didaftarkan ke rekor muri bisa tidak ya? Kayaknya belum ada yang begitu, tapi ribet deh kalau nanti ditanya apa buktinya. Mana saya tidak merekam setiap kejadian

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang