66 - Dimasukin Laki-Laki

4.5K 1.4K 1.6K
                                    

batu akikyang punya kudetauthor baikakhirnya update

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

batu akik
yang punya kudet
author baik
akhirnya update

Spam komen ya!!
Biar aku updatenya cepet
Asti ini mh sob, kalau udah 1,5K komentar aku bakal langsung update next part. Mantap nggak? Mantap dong.

---= SELAMAT MEMBACA =---

"Serius, Pak. Saya dengar langsung dari si Nina kalau kosan ini suka ada suara-suara aneh. Bapak masih inget kan suara yang saya contohin waktu itu? Atau perlu saya contohin lagi?" Pak RT menarik saya keluar kosan dengan kesalnya.

"Jangan ngarang Doyat!"

"Diyat, Pak."

"Iya itu! Nina yang situ bilang rumahnya di sebelah masih anak kecil. Masih kelas empat SD, bukan anak SMA," jelasnya penuh penekanan dan Bapak-Bapak berkumpul penasaran menatap kami dari pintu kosan.

"Demi Allah, Pak, saya sama si Asti saksinya. Kita dikasih minuman di rumah itu sama si Nina." Saya juga yakin si Nina tidak sedang menghipnotis. Saya menghampiri karyawan. "Sti, kamu harus bilang kalau si Nina yang waktu itu udah gede."

"I-iya, Pak. Dia rambutnya pendek. Masa bukan sih? Waktu itu kalau nggak salah juga ada Ibunya kan, Om?"

Ah iya juga, dia kan disuruh ibunya beli makanan waktu itu. Ya walaupun saya tidak melihat seperti apa wajah ibunya, tapi saat itu si Nina jelas masuk ke dalam rumah dan mengganti pakaiannya. Haduh, jadi semakin bingung. Tidak mungkin 'kan si Nina kecil itu jelmaan tuyul?

"Bu Lili maksudnya?" Mana saya tahu orang tidak kenalan. "Ayo kita buktikan. Kalau sampai salah, situ bakal saya kasih pelajaran!" tegasnya mendelik dengan berjalan menuju rumah si Nina yang ada di samping kosan Mbak Janda.

Sekalipun benar saya tidak yakin ibu itu akan tahu saya yang datang karena dia tidak keluar. Pun apa mungkin si Nina punya adik dan dia sengaja pakai nama adiknya buat bohongin saya? Kalau berbohong untuk apa juga tujuannya? Di misi ini saya diceritakan sudah membuka warung selama tujuh hari, dan tidak mungkin juga si Nina tahu kalau kami baru datang kali ini. Benar-benar membingungkan.

Pintu hanya butuh diketuk satu kali agar wanita berdaster kuning dengan rambut terikat itu keluar, tak lama disusul seorang pria paruh baya seusia Pak RT yang bisa dipastikan adalah suaminya.

Mereka terkejut, bukan terkejut seperti ekspresi mendapat hadiah, tapi terkejut takut melihat kami semua yang sudah seperti akan mengusirnya. Sabar Bu, saya juga sama terkejutnya hanya karena perkara si Nina.

"Ada apa ini, Pak?" Dia langsung memeluk anak kecil yang katanya si Nina itu. "Kok rame-rame?"

"Yat, kapan situ ke sini?" tanya Pak RT membuat saya gugup saja.

"Si-siang tadi, Pak."

Pak RT kembali fokus pada keluarga di depannya, Bu Lili membiarkan bocah kelas empat SD itu ada di belakangnya. "Bu, apa benar Diyat dan karyawannya ini ada mampir siang tadi?"

Dia memicingkan mata, lalu menggeleng. "S-saya dan suami saya pergi ke luar kota sedari kemarin untuk menunjungi neneknya Nina yang lagi sakit, Pak. Jadi saya tidak menerima tamu siapa-siapa karena baru pulang beberapa jam yang lalu. Memangnya ada apa?"

Bunyi "wahh" tak percaya terdengar dari semuanya. Saya sudah pasti terkejut, bagaimana mungkin rumah ini kosong tapi si Nina yang kami temui begitu tampak sebagai penghuninya?

"I-ibu tidak punya keponakan perempuan? Atau siapapun itu yang seusia dengan karyawan saya?" Sedikit mendorong si Asti. "Saya dengan sadar duduk di kursi itu dan diberi minuman oleh seorang gadis bernama Nina di sini. Dia bahkan masuk ke dalam rumah Ibu."

Lagi-lagi dia menggeleng, kali ini giliran suaminya yang mendekat. Mungkin kesal sebab saya keras kepala. "Maksud Anda seseorang berpura-pura menjadi anak saya begitu? Kami tidak punya keponakan perempuan seusia gadis ini, tidak ada juga saudara seusianya. Kunci rumah saya bawa dan kami baru pulang sekitar satu setengah jam yang lalu."

Menelan ludah.

"Hah?" Hanya itu yang bisa saya keluarkan, jawaban dan alasan keluarga Ibu Lili sangat masuk akal, tapi siapa yang kami temui siang tadi? Siapa wanita yang mengaku sebagai Nina? Ini bukan ulah jin dan Nenek kayu bukan? Apa tujuan dari ini semua?

"Waduh, jadi siapa yang bener nih?"

"Kalau salah sasaran bisa-bisa istri saya marah nih Pak nggak ada bahan gosip!" seru Bapak Melon.

"Bapak bilang istri dulu?" bisik Bapak Bapak di sebelahnya.

"Iya. Katanya kalau beneran kabarin biar bisa cerita ke ibu-ibu yang lain."

"Oh iya."

"Pak RT gimana sih ini?"

Bapak-bapak yang berkumpul mulai emosi, Bapak Melon apalagi sampai keningnya mengkerut-kerut segala. Pasti dia ada dendam sebab teh manis gratis yang dijanjikan tidak jadi dibuatkan. Dasar Bapak melonteh!

"Semuanya tenang dulu. Kita bisa dibicarain baik-baik," ucap si Rian berdiri di samping saya dan si Asti. "Ini pasti ada kesalahpahaman."

Seketika semuanya diam, tapi tak bertahan lama sebab beberapa orang memulai kembali bisik-bisik obrolannya. Ini kalau saya salah bagaimana?

"Memangnya gadis yang mengaku sebagai Nina itu ngomong apa?" tanya suami Ibu Lili.

"Di-dia ... dia bilang kosan sebelah selalu ada suara-suara aneh." Menoleh ke Arah Mbak Dela saya tidak tega karena sepertinya ini tidak benar.

"Suara aneh? Suara aneh kayak gimana?" Si Janda menyahut dengar panik dan penasarannya.

Saya menelan ludah. Apa harus dicontohkan? "Katanya banyak suara desahan dari tempat Mbak Dela. Maaf saya tidak maksud menuduh tapi si Nina bilang begitu. Atau ... Mbak Dela punya musuh seusia karyawan saya?"

Jadi kasihan, si janda itu menutup mulutnya tak percaya. "Enggak. Teman-teman saya seusia saya semua, siapa yang berani beraninya memfitnah seperti ini?"

Tiba-tiba terdengar sebuah benda jatuh dari arah belakang tapi entah di mana letak pastinya. Kami semua berusaha mencari sumber suara dengan mata sebab itu keras sekali bunyinya.

"Hati-hati, Mas," ucap seseorang yang keluar dari gang sempit samping kosan, sepertinya pria itu sudah berjalan lebih dulu lalu sebuah kejadian terjadi di belakangnya. Tak lama dia terkejut begitu kami semua ada dalam pandangannya. "Eh, Pak RT? Lagi pada ngapain rame-rame?"

"Itu tadi suara apa?"

"Kayu, Pak. Laki-laki itu kayaknya buru-buru jadi nabrak."

"Laki-laki siapa?" Pak RT semakin mengerutkan keningnya.

"Lho? Bukan dari kumpulan ini ya?" Pria dengan kopiah hijau bulat mencetak kepalanya itu kebingungan. "Berarti kalau bukan dari sini ...." Si laki-laki mundur untuk mengecek keadaan lebih jelasnya. "Mbak Dela, pintu dapurnya kok kebuka?"

"Lho?"

Kami semua kontan langsung menoleh pada si janda yang kini membelalakkan matanya tak percaya.

Jika perkataan si Nina adalah sebuah tuduhan palsu belaka, lantas siapa pria yang menjatuhkan kayu dan keluar dari pintu dapur kosan Mbak Dela?

"Mbak janda masukin laki-laki ya? Atau dimasukin laki-laki?" tanya si Asti begitu saja hingga membuat orang-orang berpikiran curiga--- termasuk saya.

"E-enggak," jawabnya panik.

......

-= EKSPEDISI WARUNG KOPI =-

WOOO ternyata penggerebekan ini tidak cukup part 2, lanjut part 3 ya Sob.

Kali ini Part 3 bakal diupload kalau udah 1,5K komentar. So, spam komen "PART 3" buat buka chapter berikutnya!!!

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang