02 - Sekarang Tuh Jangan Makan Kelepon, Nggak Islami Katanya

33.3K 4.9K 1.3K
                                    

--=*=--HAPPY READING-------•------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

--=*=--
HAPPY READING
-------•------

Duk!

Duk!

Secara bergantian bunyi palu yang menghantam paku terdengar, itu si Rian pelakunya sedang pasang pintu yang baru dibeli dari toko aneh tadi. Sepertinya dia sedikit kesal karena saya suruh pasang pintu waktu dia lagi makan mi bareng si Asti, lagipula suruh siapa merusak pintu Yang Kusayang. Motornya sudah disimpan di bagasi rumah saya, takut dimarahin Bapak katanya, padahal sudah disuruh buat alasan nggak sengaja nabrak pintu biar sekalian ada uang ganti rugi begitu.

"Jangan marah-marah gitu dong, Yan!" singgung saya yang dibalas decihan kesal tapi tidak bisa mengelak. "Kalau pintunya rusak lagi, kamu beli sendiri ke toko kayu itu."

Duk! "Iya, Om Bos. Masih diungkit-ungkit aja, aku kan udah minta maaf."

"Maafmu kalau bisa dijadikan uang sih nggak apa, Yan." Saya jadi agak kesal kalau dipancing-pancing begini. Mana tangan masih sakit, ini juga lagi dikompres sama si Asti pakai air es. "Pelan-pelan Asti, kulit saya nggak setebal kulit kamu." Saya protes karena karyawan yang satu ini kadang menggunakan tenaga yang berlebihan.

"Maaf, Om," jawabnya memelankan usapan kain. "Lagian tubuh segede itu angkat pintu mahoni aja bisa sampe merah."

"Kamu pikir saya Hulk apa? Udah ah jangan ledekin saya, potong gaji nih!"

"Dih ... ngancem." Si Asti cemberut, tapi masih usap-usap tangan saya pakai kain. Sekarang merahnya sudah lumayan berkurang. "Yan, minya buat gue ya?"

"Sesuka hati lo deh!" sahut Rian sembari memukulkan palu kencang-lagi.

"Dih, marah-marah. Dipotong gaji lagi menagis kau!"

"Bisa pada diem nggak? Saya potong gaji dua-duanya nih!" Bikin kesal banget mereka ini, tidak tahu juga kenapa waktu itu menerima mereka. Ah iya, cuma mereka yang melamar kerja saat saya butuh sekali pegawai, soalnya kalau sendirian terus ada ibu-ibu suka bikin pusing.

Asti membungkus tangan saya dengan perban setelah diteteskan obat merah karena ada kulit tangan yang sobek. Si Rian juga sudah selesai memasang pintu, terlihat semakin mantap dengan warna originalnya-tapi yang lama agak sedikit kusam seperti wajah si Asti, maaf ya Sti digibahin.

"Diyat kenape tangan lu?" tanya Ibu-Ibu yang tiba-tiba mampir. "Ya Allah, sakit ye?"

"Iya, Bu. Tadi nggak sengaja remas pisau."

"Ish! Ade-ade aje tingkah lu."

"Bohong Bu Kos," sela si Asti. Nyebelin banget, jatuh deh martabat saya kalau begini. "Om Diyat ngangkat pintu ke-"

Ekspedisi Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang