"Kami mendapat laporan kalau pelaku pembunuhan melarikan diri ke arah sini."
"Pembunuh?"
Pelaku pembunuhan? Ke arah sini? Fiks, jin memang ada dendam pribadi sama saya. Bisa-bisanya dia memindahkan kami ke tempat seperti ini, kalau pelaku pembunuhannya ada di warung kopi gimana? Saya curiga di kehidupan sebelumnya saya dan jin adalah sebangsa tapi dia mendapat kutukan saat terlahir kembali, kalau begitu jangan salahin saya dan benci saya dong jin 'kan yang ngutuk kamu bukan saya! Kenapa malah saya yang harus susah?
"Iya. Kami sudah memeriksa rekaman cctv dan terakhir kali pelaku terlihat melarikan diri ke hutan ini. Mungkin Anda selaku pemilik warung kopi pernah melihat seseorang yang mencurigakan?"
"Sa-saya nggak tahu, Pak. Ke tempat ini saja baru hari ini."
Dia mengerutkan kening, pasti tak percaya. "Tolong kooperatif dengan kami. Tidak mungkin warung kopi dibangun hanya dengan satu malam saja. Setidaknya izinkan kami memeriksa rekaman kamera cctv tempat ini."
Kini giliran saya yang mengerutkan kening, sudah berhari-hari keliling tempat tapi kenapa saya baru sadar kalau tempat ini memiliki CCTV? Sekarang masalahnya apa benda itu berfumgsi karena lagi-lagi pikiran saya tak pernah mengarah ke sana, saat di Mandala Sari juga tidak begitu dipedulikan karena biasanya aman-aman saja.
"Oh iya! Kenapa kita nggak inget kalau punya CCTV ya Om?" celetuk si Asti menepuk keningnya sendiri.
"Saya juga lupa, Asti!" berbisik karena kalau terlalau kencang takut ditertawakan. Saya yang punya tempat tapi saya juga yang nggak tahu ada apa saja di sini.
Selain si laki-laki berbaju kotak-kotak, di belakangnya ada dua orang lagi yang tengah bersilang tangan. Sepertinya mereka dari tim detektif bukan polisi sektor yang biasanya memakai seragam saat bertugas. Mereka juga menatap saya heran begitu mendengar pernyataan yang dikeluarkan, tapi mau bagaimana lagi itu memang kebenarannya.
"Bagaiamana? Bisa kami periksa kamera cctv?" tanyanya lagi sambil menunjuk benda yang terpasang di paling sudut, hampir tak terlihat sebab selain warnanya serupa dengan tempat ini juga disingggahi sarang laba-laba.
Sebuah laptop kini sudah tersedia di hadapan lelaki yang mengaku dari kepolisian itu, agak sedikit berdebu karena jarang disentuh. Saya juga jarang memakainya karena entah mau digunakan untuk apalagi setelah keluar dari kantor, niatnya memang mau dipakai untuk mengelola segala hal tentang warung kopi mulai dari pengeluaran sampai pendapatan tapi tak berakhlaknya nenek kayu malah membuat saya kelimpungan mendatangi tempat-tempat aneh ini.
Kami berlima berada di belakang pak polisi, dia melihat rekaman cctv dari sana karena memang dihubungkan dengan laptop saya. Begitu dilihat, benda itu gelap tak merekam aktifitas apa-apa. Saat melihat rekaman hari-hari sebelumnya juga tak ada apapun kecuali hari di mana kami masih ada di Mandala Sari.
Saya terkejut sekali saat itu karena rekamanya masih ada. Tepat di tanggal 17 menampilkan kami yang tertawa haha-hihi, ada bu Kos dan Pak Londo yang kalau tidak salah membicarakan kawin dan kelepon islami. Ya, saya ingat suasana itu dan tak mungkin melupakannya meski jin kadang membuat ingatan lemah akhir-akhir ini.
"Woaaaa, itu waktu ngomongin kelepon nggak islami 'kan, Om?" cetus si Asti lagi antusias. Jujur, itu membuat saya malu karena orang-orang di sana tak ada yang tertawa. Saya dan si Rian juga jadi sungkan mau antusias melihatmya. "He, he, he, pada nggak ngerti ya. Maaf," ucapnya lagi setelah diberi tatap sinis oleh orang-orang tak dikenal itu.
Mundur ke beberapa jam sebelumnya lagi, saya terkejut sekaligus refleks tertawa terbahak-bahak melihat bagaimana si Rian menabrak pintu Yang Kusayang. Dia terjatuh hingga membuat pintu warung rusak. Berbeda dengan kami yang tertawa, pihak dari kepolisian justru hanya bergumam, "Awwh" lalu fokus lagi memerhatikan rekamannya.
"Kok pada nggak ketawa sii?" tanya si Asti yang lagi-lagi dijawab tatap tidak friendly. "Ih, polisinya nggak ramah."
"Apa yang lucu dari peristiwa kecelakaan?"
Mampus kamu Asti! Kamu salah kalau becanda dengan polisi. Kalau saat melihat kecelakaan polisi itu malah tertawa berarti dia psikopat, di mana ada petugas kepolisian merasa lucu saat terjadi kecelakaan? Sangat-sangat tidak manusiawi kalau sampai terjadi.
Jadinya kamu bungkam kan Asti, saya yakin dia sebenarnya masih mau melawan bahkan beradu mulut kalau si Rian tidak menahan dengan memegang tangannya. Tetapi pasti mau bagaimanapun juga, biasanya polisi seperti mereka tidak akan mendengarkan hal-hal yang nggak penting.
"Apa CCTVnya rusak? Kenapa dua hari terakhir tdiak ada rekaman baru?"
Sudah saya bilang kami baru datang ke sini, ngeyel sekali pak polisi ini. "Sepertinya memag begitu."
Dia menyipitkan mata. "Kalian tidak sedang menyembunyikan sesuatu 'kan?"
"Sudah saya bil---"
"Kami pastikan cctv-nya memang rusak. Bos saya kalau tidak salah membelinya sudah lama sekali dan tidak pernah service lagi," cegat si Rian memotong perkataan saya. Tidak sopan, tapi dengan jawaban seperti itu mereka jadi lebih memikirkan penyataan barusan.
Ponsel berbunyi di balik saku detektif itu, dia mengangkatnya dan langsung berdiri. Entah apa yang dibahas karena jawabannya hanya, "Oke, siap, baik" dan juga "laksanakan" semoga saja itu telepon yang menyuruh mereka pergi. Bukan berarti saya bekerja sama dengan pelaku pembunuhan itu ya, saya hanya tidak tenang mereka di sini.
Benar saja. Beberapa menit kemudian mereka pamit karena ada laporan lain jika pelaku sudah bergerak, mungkin karena keberadaannya di sini sudah diketahui. Syukurlah itu tandanya warung kopi bisa lebih aman, nyaman dan damai. Bisa jantungan kalau sampai beban misi kali ini ditambah pembunuhan, ada-ada saja.
"Akhirnya!!" gumam saya sambil duduk, entah kenapa kehadiran orang-ornag itu malah membuat lemas. "Nggak habis pikir saya bisa-bisanya kita pindah ke tempat seperti ini. Udah hutan, serem lagi."
"Om Bos sebenernya kita punya tombol buat milih tempat gitu nggak sih? Males banget misinya ke tempat gelap kayak gini. Kalau ada nenek-nenek yang Om bilang itu, Asti bakal minta buat pindahin ke depan rumahnya Zayn Malik! Atau enggak, ke rumah kakaknya Asti deh."
"Tapi lu anak tunggal ege!" sahut si Rian. "Mana mungkin punya kakak."
"Punya."
"Siapa?"
"Ariana Grande. Sebenernya kita kembar tahu, tapi karena dia diculik ke luar negeri jadinya gitu deh."
Sial! Bisa-bisanya saya hampir percaya si Asti saudara Ariana. Malah saya bayangin saat lahiran mbak Ariana menolak menjadi saudara si Asti makanya ada di luar negeri. Ta-tapi kenapa suara mereka begitu berbeda? Sadar Diyat! Ini hanya bercanda.
"Buktinya apa kalau kalian saudara?" Dasar tidak waras, si Rian pake memancing-mancing kebodohan lagi.
"Nama kita awalnya sama-sama 'A' berarti fiks kita kembar!"
"Cuma karena 'A'?? Tukang cilok juga ada pasti yang namanya A."
"Tunggu. Kok lu tahu sii dulu gue pernah pengin jualan cilok?"
"Lha? Serius?"
"Iya. Cuma nggak jadi karena takutnya pembeli susah bedain mana gue mana gerobak cilok."
Istigfar! Saya bisa stress kalau melihat kelakuan mereka yang seperti itu. TOLOONG! Otak saya kenapa malah membayangkan si Asti berubah jadi gerobak cilok? Maaf Asti, saya ketawa sampai sakit dada.
-= EKSPEDISI WARUNG KOPI =-
seperti ... BIASALAH! Spaam komen "Next" biar Pai makin semagat.
Kasih Pai pantun dong kueh, yang bagus dan menghibur akan Pai post di InsyaStory okay!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekspedisi Warung Kopi
Humor[SUDAH DINOVELKAN] FOLLOW SEBELUM BACA BIAR GAK DOSA] • [Fantasi, Komedi, Misteri] ============== TERBIT, TERSEDIA DI TOKO BUKU KESAYANGAN KAMU Rank tertinggi : #3 Misteri #1 Kopi (dari ribuan cerita) Warung kopi dengan tulisan besar "Yang Kusayang"...