64. The Beginning

3.2K 403 311
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT DIBAWAH KARNA GRATIS!! JAN JADI SIDER PLEASE ANG JUGA BUTUH SEMANGAT!!

Selamat membaca

***

Baik Ganis maupun Saras menatap pria didepan mereka dengan tatapan tak percaya, kecewa, marah sekaligus benci. Pria itu psikopat, dia gila—lebih tepatnya seorang iblis yang memiliki tubuh seorang manusia.

"Lo kenapa gini, kak?" Saras pada akhirnya bersuara. "Kenapa harus jadi jahat?"

Ganis memilih bungkam, enggan menatap pria yang menjadi dalang srmua masalah ini. Ganis kecewa, hatinya hancur saat tahu bahwa dialah orang yang dengan tega membunuh sahabatnya

"Nggak ada karena buat pertanyaan lo barusan, Saras." Jawabnya tenang.

"Tapi kenapa harus Amara? Kenapa harus kita yang lo korbanin?!" Sentak Saras, menatapnya penuh amarah.

Pria itu tertawa sumbang, "Bukannya kalian sendiri yang mau tau siapa pembunuh Amara? Bukannya kalian sendiri yang dengan suka rela masuk dipermainan yang gue buat?" Tanyanya.

"Itu pilihan kalian, dan ini konsekuensinya. Sebenernya gue nggak mau sampai sejauh ini, Amara udah mati tapi kalian mau sok jadi pahlawan buat dia." Pria itu lantas terkekeh geli.

"Karena kita punya hati." Ganis mencetus tajam.

"Gue juga ada hati, Ganis." Pria itu membalas, "Buktinya, gue secinta ini sama Amara, 'kan?"

Ganis tertawa sumbang, cinta katanya?

"Kalo gitu, kenapa lo tega bunuh orang yang lo cinta?" Ganis berhasil membalik perkataan bajingan itu.

Netra pria didepan Ganis mulai meredup, pertanyaan gadis itu seakan melemparnya pada kejadian tahun lalu. Saat ia melenyapkan Amara dengan tangannya sendiri.

"Gue nggak sengaja, itu diluar kendali." Ia menuturkan. "Malam itu, gue mau bawa Amara keluar kota supaya kita bisa hidup sama-sama. Gue udah korbanin semuanya untuk bisa milikin dia, dari dulu, tapi Amara nggak pernah liat gue. Dia selalu anggap gue cuma sebatas kakak."

"Apa gue segitu nggak pantesnya buat dia?" Matanya menuntut jawaban pada Ganis dan juga Saras.

Ganis menggeleng, "Lo emang nggak seharusnya punya perasaan itu."



Brak

Ganis memejamkan matanya saat sebuah kursi dilemparkan ke dinding oleh pria itu.

"KENAPA NGGAK BOLEH?!" Nafasnya memburu tidak teratur, melayangkan tatapan marah pada kedua sahabat Amara. "Apa susahnya kasih gue sedikit aja ruang dihati dia?! Gue bisa kasih semua yang dia mau."

Ganis membalas tatapan pria itu dengan berani, lalu berkata. "Lo nggak pantes buat Amara, atau buat siapapun."

"Cinta yang lo bilang itu nggak ada, itu cuma obsesi. Dari kecil, Amara cuma mau hidup dengan orang tua lengkap. Impian dia sesederhana itu. Tapi lo .... lo tega hancurin semuanya. Bukan cuma Amara, tapi juga hidup orang lain."

Saras berdesis sinis, pria didepannya benar-benar iblis. "Lo sumber masalah buat Amara, lo bahkan nggak tau gimana sengsaranya dia sejak kecil."

ARJUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang