57. Misi Rahasia

4K 423 73
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT DIBAWAH KARNA GRATIS!! JAN JADI SIDER PLEASE ANG JUGA BUTUH SEMANGAT!!

Selamat membaca

***

Clap

"Kamu ngapain?"

Ganis mematung ditempatnya berdiri dengan tangan yang masih memegang knop pintu.

"Ganis, abang nanya loh ini." Tanya Nakula lagi.

Menghembuskan nafasnya beberapa kali baru memutuskan untuk membalik badan.

"Eh, abang pulang kapan?" Ganis sengaja berbasa-basi dulu agar tidak terlihat gugup.

Nakula jadi ikut bingung, pasalnya adiknya ini bukan tipe orang yang suka basa-basi. "Udah sekitar lima menit yang lalu sih, kamu sendiri ngapain disini masih pake seragam lagi?" Tanyanya dengan menelisik penampilan Ganis dari atas sampai bawah.

"I–Ini aku habis jalan sama Arjuna, terus kekamar abang mau nyuri cokelat eh ternyata udah abis!" Rajuknya tanpa sadar.

Nakula sontak tertawa kerena pengakuan polos adiknya ini, tangannya mengusak gemas rambut Ganis. "Aduh jujur banget sih, hahaha."

"Ihh kok ketawa!" Gadis itu langsung mencubit perut rata Nakula membuat sang empu meringis sakit. "A–Aduduh, iya ampun!" Mohonnya.

"Haish, ganas banget sih. Ntar Juna kabur tau rasa." Nakula sengaja memancing emosi adiknya lagi dengan menggodanya. "Kabur gimana maksudnya?" Tanya Ganis bingung.

"Kabur ke cewek lain lah, habisnya kamu galak main tangan mulu kalo kesel," papar Nakula semakin menakuti Ganis, "Emangnya kamu mau ditinggal Arjuna pas sayang-sayangnya?"

Bukannya takut, gadis itu malah menyeringai. "Emangnya abang mau aku disakitin Arjuna?"

"Ya ma— nggak! Enak aja! Nggak bakal abang biarin Arjuna nyakitin kamu, walaupun dia sahabat abang sendiri." Sanggahnya.

"Terus kenapa ngomong gitu? Kan sama aja abang doain aku yang jelek-jelek," Ganis semakin menyudutkan Nakula ditambah raut wajah yang serius.

Nakula menggaruk tengkuknya bingung, niatnya tadi kan cuma menggoda bukan berharap adiknya ditinggal beneran sama Arjuna atau siapapun orang yang berhasil merebut hatinya kelak.

"Abang cuma bercanda atuh, dek. Nggak beneran. Jangan dibawa Serius ya." Jelasnya dengan raut semelas mungkin, tapi Ganis tidak mempan dengan tatapan itu. "Nggak semua hal itu bisa dibikin candaan, dan kayaknya abang udah nggak sayang aku lagi." Ujarnya dingin.

"Aduh, gimanasih jelasinnya?!" Frustasi pria itu sembari mengacak rambutnya kasar, "Abang sayang banget sama Ganis, lebih dari diri abang sendiri. Kamu nggak boleh ngomong begitu!"

Ganis mengubah ekspresinya, menatap Nakula sendu, "Tapi abang sendiri loh tadi yang nge-doa'in jelek."

Dengan nafas kasar Nakula menarik adiknya lembut, merengkuh erat tubuh itu disertai usapan lembut pada kepalanya. "Bukan begitu, Ganis. Abang nggak berniat doain kamu yang jelek-jelek, tadi serius cuma bercanda. Abang itu selalu sayang sama kamu."

"Tapi aku nggak suka bercandaannya," Ganis menggumam kecil, kali ini dia serius tidak ada niat menggoda Nakula lagi. Dia takut.

"Nggak akan ada yang bisa nyakitin kamu selama ada abang. Nggak akan. Abang Janji." Ucap Nakula sungguh-sungguh.

"Abang harus jagain aku kalo gitu." Ganis kali ini berucap dengan penuh paksaan.

Dengan senang hati Nakula mengangguk, Ganis itu hidupnya. Sama seperti saudara kembarnya serta kedua orang tuanya.

ARJUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang