Part 73

867 31 0
                                    

Arsen yang malas melihat perdebatan antara kakak dan adik itu, ia langsung meninggalkan mereka berdua yang masih berdebat. Arsen kembali masuk ke dalam ruang makan melanjutkan sarapannya bersama kedua orang tuanya, Yura, dan juga Aziel.

Selesai sarapan, Arsen mengantarkan Yura ke sekolah seperti hari-hari biasanya.

○O○

Sesampainya Yura di rumah, ia merebahkan dirinya di atas kasur. Ia merasa sangat lelah hari ini karena harus menyelesaikan segala persiapan untuk acara perpisahan sekolah. Ya, waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga, Yura akan segera melepaskan gelar dan juga masa-masa pelajar-nya.

Ia memejamkan mata-nya sambil menyelonjorkan kaki-nya, sungguh dirinya sangat lelah dan ingin bersantai saat ini.

Tak lama kemudian, Yura merasa terganggu dengan tangan seseorang yang mendekapnya dengan erat, tak lain dan tak bukan itu adalah suaminya. Huh, baru saja ia ingin bersantai sudah diganggu saja.

"Ra, kamu pulang kok gak kabari Abang?" tanya Arsen yang masih dengan aktivitas-nya mendekap Yura yang masih memejamkan mata-nya tanpa memperdulikan Arsen.

Arsen pun semakin mendekatkan dirinya pada Yura, ia kesal karena Yura tidak meresponnya. Arsen pun mulai usil dan menggelitik Yura membuat yang digelitik langsung terkesiap duduk menghadap pada dirinya.

"Ada apa sih, Bang? Usil banget!" tanya Yura diikuti dengan protesnya karena merasa dirinya diganggu.

"Abang bertanya sama kamu, Ra," ujar Arsen.

"Apa yang Abang tanyakan?" tanya Yura.

"Kamu pulang kok gak kabari Abang?" Arsen pun mengulangi pertanyaan yang sama.

"Tadi tuh, aku capek banget, Bang. Masa tadi kan persiapan perpisahan, nah teman-teman kelasku ga mau bantuin, aku yang wara-wiri mencari kebutuhan untuk persiapan perpisahan besok. Kesal tau ga sih, Bang. Mereka cuma nongkrong di kantin, bercanda di luar kelas, ada juga yang cuma main handphone. Capek, Bang. Masa aku cuma dibantuin sama Roy. Trus pas pulang sekolah, aku langsung aja pesan taksi karena aku gak mau ganggu Abang yang lagi kerja dan juga aku males nunggu di halte dekat sekolah," Yura menceritakan semua hingga ia tak sadar jika ia membuat mood Arsen buruk.

Sorot mata Arsen berubah tajam, ia menelisik wajah Yura yang memandangnya dengan heran. 'Kenapa Yura gak sadar kalau Roy itu ada perasaan yang lebih dari seorang teman,' gumam Arsen yang tampak kesal.

Apakah Arsen cemburu? Wah, mungkin memang benar jika dirinya terbakar cemburu.

"A-abang kenapa?" tanya Yura gugup karena ia merasa Arsen marah padanya. Tapi apa? Apa karena ia tidak dijemput oleh Arsen? Atau karena dirinya tidak memberi kabar pada Arsen? Bahkan Yura masih bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Gapapa," satu kata beribu makna. Arsen mengucapkannya dan langsung pergi meninggalkan Yura yang masih bingung apa penyebab Arsen berubah cuek.

Arsen keluar menuju dapur dan meminta Mbak Mila membuatkannya kopi, ia duduk di ruang tamu sembari memijat pelipisnya. Ia ingin memberitahu jika ia cemburu pada Yura, ia ingin menyatakan perasaannya yang lama ia pendam. Tapi ego-nya mengalahkan semua. Arsen tidak bisa melakukannya.

"Argh!" teriak Arsen membuat Yura yang di kamar merasa kaget.

"Ada apa dengan Abang? Aku harus turun," ucapnya langsung berlari kecil menyusul Arsen yang ia sendiri tak tau kemana Arsen.

Saat Yura hendak mencari ke dapur, ia hampir bertabrakan dengan Mbak Mila yang membawa segelas kopi ditangannya. Yura pun bertanya padanya, "Mbak, lihat Bang Arsen gak?"

Mbak Mila memberitahu dan juga ia serahkan kopi itu pada Yura. Yura langsung menuju ruang tamu, ia meletakkan kopi itu serta ia duduk di sebelah Arsen.

Arsen yang belum menyadari hanya diam dengan pandangan lurus kedepan, ntah apa yang dipikirannya.

Dijodohkan [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang