Part 87

842 34 0
                                    

Yura menatap makanan-makanan yang sudah dihidangkan diatas meja. Ia kembali merasakan gejolak di dalam perutnya. Yura berlari menuju kamar mandi dan kembali memuntahkan cairan bening.

Arsen sudah tak tahan lagi, ia langsung menghubungi dokter untuk datang ke rumahnya.

Tak lama, Yura kembali. Namun, Yura malah duduk di sofa menyenderkan kepalanya. 'Mungkin ia sangat lemas' gumam Arsen.

"Kalian makan aja dulu, aku nunggu dokter untuk memeriksa Yura!" ucap Arsen pada Toni dan Zanna.

"Aku juga nanti aja. Aku gak tega lihat Nibel kayak gitu," ujar Zanna berlalu menuju sofa untuk mendekati Yura yang sedang lemas.

Tak lama, dokter pun tiba. Dokter yang umurnya sudah dibilang usia lanjut, namun dirinya tetap terlihat awet muda. Dokter Mahira ia tampak memperlihatkan senyum manisnya pada Yura.

Yura sontak kaget dengan kehadiran sosok dokter di rumahnya. Namun, ia tetap membalas senyum dokter Mahira dalam keadaan yang belum vit.

Dokter Mahira masih bisa dibilang keluarga dengan Arsen. Ia merupakan adik angkat dari sang Papa. Jadi, Dokter itu sangat mengenal bagaimana keluarga Arsen bahkan bagaimana perjodohan yang direncanakan keluarga Arsen.

"Hai, Yura!" sapa dokter Mahira yang mendapat senyuman dan gangguan dari Yura.

"Apa yang terjadi, Arsen?" tanya dokter Mahira.

"Gak tau, Tante. Coba aja Tante periksa Istriku, soalnya pas aku pulang kerja tadi Yura udah pucat."

"Hmm, baiklah. Yura, apa yang kamu rasakan?" tanya dokter Mahira mengelus puncak kepala Yura.

"Rasany---"

Hoek... Hoek...

Yura lagi-lagi berlari menuju kamar mandi. Arsen kembali menghela napas dan menatap kepergian Yura menuju kamar mandi. Arsen ingin menyusul tapi kamar mandi di kunci oleh Yura.

"Kapan istrimu datang bulan?" tanya dokter Mahira pada Arsen.

"Aku gak ingat, Tan. Tapi bulan ini belum dapat," jawab Arsen membuat dokter Mahira manggut-manggut.

"Sepertinya dugaanku benar," ucap lirih dokter Mahira yang masih terdengar oleh Arsen.

Keheningan tercipta hingga Yura keluar dari kamar mandi. Tak lama, dokter Mahira kembali bersuara, "Yura, kamu ikut tante ke bidan ya?"

Yura hanya mengangguk, ia hanya ingin memberhentikan mual-mual ini dan kembali seperti semula.

Arsen langsung bergegas mengambil kunci mobilnya, ia pergi bersama Toni. Sementara Zanna disuruh di rumah bersama dengan Mbak Mila.

Dokter Mahira bersama Yura naik mobil dokter itu, sementara Arsen dan Toni ditinggalkan oleh Dokter. Mau tidak mau, ia memakai mobilnya sendiri.

Tak menunggu lama, saat ini mereka sudah sampai di depan klinik yang Yura tau mungkin di dalam klinik ini ada bidan yang akan memeriksa dirinya.

"Ira, akhirnya lo dateng juga!" sontak Yura dan Dokter Mahira menatap keluar mobil yang sudah ada wanita paruh baya dengan memakai jas dokter.

"Yura, yuk turun. Tuh bidannya ngomel-ngomel," gerutu Dokter Mahira membuat Yura manggut-manggut.

'Ternyata ini bidan yang akan memeriksa aku,' gumam Yura menatap kearah luar, lalu ia pun membuka pintu dan keluar menghampiri dokter Mahira yang tengah berbincang dengan Bidan yang belum ku ketahui namanya.

"Jadi, gadis cantik ini yang mau aku periksa?" tanya bidan itu pada dokter Mahira.

"Iya, ini istrinya keponakanku. Buruan, Nad!" desak dokter Mahira pada bidan cantik itu.

"Ayo masuk dulu," tutur bidan itu dengan lembut.

Aku dan dokter Mahira melangkah masuk ke dalam klinik. Namun, tiba-tiba mereka ingat jika mereka melupakan sesuatu.

"Ra, apa ada yang ketinggalan?" tanya dokter Mahira menatap pada Yura.

"Yura juga merasa gitu, tapi apa ya?" jawab Yura sambil mengingat-ingat sesuatu.

"Arsen!"

"Abang!"

Tak dipungkiri, mereka melupakan Arsen. Bukan hanya melupakan tapi meninggalkan juga. Saat mereka sama-sama mengingatnya. Tak sadar juga mereka serentak saat teringat Arsen.

Dijodohkan [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang