Poster

28 10 0
                                    

Sudah tiga bulan Taylor kembali mengajar di Effingham. Semakin hari, ia semakin menikmati pekerjaan lama yang ia tinggalkan itu. Taylor menandai beberapa murid yang paling berbakat di kelasnya. Dan Emma adalah salah satu di antaranya. Gadis itu terus menyita perhatiannya. Taylor berusaha keras untuk tidak melirik Emma ketika berada di dalam kelas. Ia tak tahu mengapa Emma begitu menyita pandangannya. Taylor tidak mau cepat menyimpulkan. Biarkan saja gejolak aneh ini mengalir dari waktu ke waktu.

Taylor tahu ini hanyalah sebuah ketertarikan biasa. Entahlah. Semua orang pasti tertarik pada gadis itu.

Kini, Taylor sedang tersenyum senang melihat ruang teater yang telah dibersihkan. Kursi-kursi penonton tak lagi berjamur. Ia bertekad untuk membangun klub drama yang sudah lama Effingham tiadakan.

"Mr. Taylor? Persiskah seperti ini?" Jack, seorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan mengangkat tumpukan kertas tinggi-tinggi. Taylor menghampirinya dengan menaiki tangga tribun penonton.

Satu lembar kertas diserahkan kepadanya. Taylor tersenyum semakin lebar. "Jack, bagaimana kau tahu isi kepalaku? Ini persis sekali! Sederhana tetapi pesannya sampai. Aku lebih suka yang begini!"

Jack, salah satu karyawan Effingham merasa tersanjung. Ia dan Taylor, bersama dengan yang lainnya memeriksa seluruh interior ruangan teater yang besar itu agar tidak ada satu kuman pun yang tersisa. Setelah pembersihan selesai, Taylor diantar Jack untuk keliling sekolah. Jack menunjukkan tempat-tempat dan majalah dinding siswa untuk ditempeli poster tersebut.

Taylor begitu bersemangat. Hingga tetesan keringat antusias menetes dari rambutnya yang bergelombang. Jack menerima beberapa lambaian siswa yang masih berkeliaran di lorong ketika jam pulang. Sedangkan,beberapa anak tahun sembilan dan sepuluh terlihat masih asing dengan Taylor.

"Di sini!" Jack menunjuk majalah dinding dekat kelas biologi. Taylor pun mulai melakukan pekerjaannya dengan menempelkan poster di mading tersebut. Taylor menurunkan tangannya dan terlonjak saat Alex tiba-tiba saja sudah muncul di sebelahnya.

"Wow, apa itu Mr. Taylor?" tanya Alex, masih mendongak ke arah poster.

Taylor menghela nafas. "Huh kau mengagetkanku!"

Alex tertawa kecil. "Maaf, Sir."

Taylor menoleh ke belakang, refleks mencari sesuatu. Alex yang sudah curiga sejak lama pun berani berkata, "Emma sudah duluan."

"Hah?" Taylor terpaku. Jelas dari sorot matanya tertangkap basah.

Alex kembali menoleh ke arah poster agar Taylor tidak tersipu di hadapannya.

Taylor benar-benar hilang kendali. Bagaimana bisa dengan mudahnya Alex menerka bahwa ia sedang mencari Emma? Taylor merasa malu.

"Dimana lagi, Jack?" tanya Taylor mengalihkan perhatian. Mereka berdua pun pergi meninggalkan Alex yang diam-diam mengangkat sebelah alisnya tanpa diketahui.

 Mereka berdua pun pergi meninggalkan Alex yang diam-diam mengangkat sebelah alisnya tanpa diketahui

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taylor kembali berjalan menyusuri lorong lalu berjalan ke area terbuka Effingham. Ia mengutuk diri sendiri. Bahkan ia sampai tak sadar bahwa Jack sudah menyerahkan sisa lima kertas ke tangannya, lalu orang itu pergi untuk mengerjakan tugas lainnya dari kepala sekolah.

Taylor berjalan menunduk. Sedari tadi ia memang mencari sosok Emma. Hari ini, gadis itu tampak tidak terlihat di sekolah.

Ia berhenti melangkah. Menyadari bahwa satu majalah dinding lainnya baru saja terlewat. Ia hendak berbalik namun urung saat melihat gadis yang selama ini ia cari tengah berdiri di anak tangga paling atas menuju aula. Dan ia dihadang oleh seorang lelaki jangkung dengan jas almamater Effingham University berwarna biru gelap.

Taylor mengerutkan dahinya, mengambil langkah mundur perlahan agar sosoknya tak terlalu mencolok.

Lelaki berambut sandy brunette itu terus mengatakan sesuatu selagi Emma menunduk tak berani menatapnya. Tak lama, klakson mobil berbunyi tepat di depan gerbang. Alex tiba-tiba berlari dari arah belakang Taylor.

"Mr. Taylor, aku duluan, ya!" Alex melambai sesaat lalu terus berlari menuruni tangga, sehingga Taylor hanya membalasnya dengan sebuah senyum tipis.

Suara Alex yang lantang membuat Emma dan lelaki itu menoleh kepada Taylor yang sedari tadi memerhatikan mereka. Taylor terpaku sesaat pada paras Emma yang tampak teduh dan matanya terlihat sayu. Tetapi hal itu hanya terjadi sepersekian detik. Emma dan lelaki itu tak sempat berpikir macam-macam soal Taylor yang mematung di sana. Tanpa memedulikan lebih jauh, lelaki itu berjalan menuruni tangga bersama Emma di sebelahnya.

Taylor menyadari bahwa ia belum pernah melihat siapa gerangan lelaki mahasiswa itu. Selama di Effingham, Taylor tak pernah melihat Emma berbincang begitu dekat dengan seorang lelaki, bahkan temannya sendiri.

Lalu, siapa lelaki itu?

Pertanyaan itu mulai menghantuinya.

Hingga ketika Taylor sampai di apartemennya pukul empat sore, ia sampai tak sempat menyapa satpam yang biasa membukakan palang pintu untuknya. Entah mengapa taylor begitu curiga kepada lelaki asing beralmamater itu.

Ia merebahkan diri di atas kasurnya, menatap langit-langit kamar. Lalu, entah kenapa, tangannya bergerak lagi ke sebuah akun Instagram dan mulai mencari nama-nama yang ia curigai.

Ada banyak lelaki yang mengikuti Instagram Emma. Dan dari semua yang ia lihat itu, beberapa di antaranya Taylor kenal. Seperti Edward dan Mack, dan yang lainnya. Ia tak menemukan petunjuk apa pun.

Lalu setelah hampir setengah jam menguntit, ia pun mengangguk mantap dan menyimpulkan satu hal ; Emma tidak memiliki pacar.

Ia melakukan itu semua tanpa sepenuhnya sadar. Ada hal aneh yang menggerakkan tangan dan pikirannya hingga melayang seperti itu.

Taylor pun menarik selimutnya walau udara tidak begitu dingin. Ia memilih untuk tidur lebih awal, agar energinya penuh untuk menerima audisi drama esok hari. Alex sudah pasti akan ikut dan Taylor sangat berharap bahwa Emma pun akan ikut bergabung.

HAUTE VALUER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang