"Taylor, waktunya berpesta!"
Suara Mum berhasil membuka mataku sekaligus. Aku langsung melompat dan bersiap-siap memakai kemeja berwarna abu muda dan pergi sarapan.
"Huuuff," gumamku sambil mengusap-usap kedua telapak tanganku yang dingin. Kutatap jajaran makanan di meja makan, Mum menaruh piring kosong tepat di depanku.
"Kau tampak tegang," komen Mum.
Aku mengambil pisau dan garpu untuk memotong roti. "Sangat," jawabku dan mulai makan sarapan.
Aku mengunyah lama sekali. Berbagai pikiran dan sengatan di tubuhku membuat perutku mulas mengingat hari esok akan menjadi sejarah dalam hidupku.
Mum pergi ke laundry. Aku terlonjak saat melirik jam sudah menunjukkan pukul setengah 9.
"Aku bisa terlambat!" seruku kepada diri sendiri. Dengan teramat buru-buru, aku langsung bergegas mengendarai BMWku menuju sekolah.
Aku tidak melihat anak-anak berseragam Effingham memenuhi trotoar. Aku menghela nafas sambil terus menyetir mendekati area sekolah.
Aku mencondongkan sedikit tubuhku untuk mengecek apakah gerbang sudah ditutup. Dan benar saja, gerbang tidak terbuka untuk menerima kendaraan lagi. Aku pun mengambil jalur lain untuk memarkirkan mobil di parkiran khusus siswa.
Aku harus berjalan selama kurang dari tiga menit untuk sampai di sekolah.
Saat sampai di gerbang, kulihat anak perempuan sedang memegang besi gerbang. Tasnya yang berwarna cokelat membuatku langsung mengenal siapa ia.
"Maaf, tapi kau harus menunggu sampai anggota TDC datang," ucap Mr. Atkinson tegas setelah gadis itu selesai menjelaskan sesuatu.
Aku berjalan melewati Emma sambil mengusap kepalanya. Aku refleks melakukan hal itu, lalu baru menyadarinya saat Mr. Atkinson membukakan gerbang untukku seorang.
Baru beberapa langkah menjauhi mereka berdua, aku membalikkan badan.
"Kenapa ia tak ikut?" tanyaku kepada Mr. Atkinson.
Sang satpam menjawab dengan sopan, "Dia harus di sini dulu, Mr. Taylor."
"Emma ikut denganku saja," ucapku. Mr. Atkinson melirik Emma sekilas. Aku tahu, sebagai seorang guru, amat mudah bagiku untuk meringankan hukuman siswa.
"Tapi..." ucapan Mr. Atkinson terpotong.
"Jika Emma dihukum, aku pun harus dihukum juga," ujarku.
Mr. Atkinson terpana mendengar penuturanku. Ia lalu mengangguk dan tanpa berkata lagi, membukakan pintu gerbang untuk Emma.
Gadis itu kini berjalan bersamaku. Berdua.
"Kenapa kau terlambat lagi?" tanyaku sambil menoleh pada Emma yang lebih pendek dariku.
"Tadi pagi Alex muntah-muntah. Tak ada siapapun di rumah. Jadi aku harus mengurusnya sebentar," jawab Emma. Aku terus menatap wajahnya, seperti enggan menoleh ke arah lain barang sekejap.
"Muntah kenapa?" tanyaku lagi.
"Ia tak sengaja memakan roti selai kacangku. Aku tak tahu. Mungkin lebih tepatnya pura-pura lupa," kata Emma sambil tersenyum.
Aku berkedip sekali dan memilih untuk fokus pada langkahku. Aku tak mau Emma sampai menangkap gelagatku.
Kenapa rasanya ada yang aneh saat aku berjalan dengan dia? Dia 'kan muridku... Aku terus membatin.
Kami sampai di koridor utama. Emma berhenti melangkah dan menunjuk ruang TDC.
"Aku sampai sini, Mr. Taylor," katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE VALUER [COMPLETED]
General Fiction🎨WAKE ME UP WHEN I SLEEP 2 🎨 Seorang guru seni lama bernama Mr. Taylor yang baru saja menyelesaikan studi strata duanya kini datang untuk mengajar kembali. Kehadirannya sangat membawa keuntungan bagi sekolah. Salah satunya membuka kembali Klub Tea...